Jakarta 16 September 2013. Komisi IV DPR RI melaksanakan Rapat Dengar Pendapat Umum untuk menjaring aspirasi dan masukan dari 8 lembaga non pemerintah yaitu Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNCI), Lembaga Kelautan dan Perikanan Perikanan Indonesia (LKPI), Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) dan Indonesia Human Right Committe for Social Justice (IHCS) dan Pusat Kajian Pembangunan Kelautan dan Peradaban Maritim (PK2PM) di Ruang Rapat Komisi IV DPR tanggal 16 September jam 10:00. Abdul Halim dari Kiara menyoroti munculnya pasal-pasal dan istilah baru seperti Izin Pemanfaatan Perairan Pesisir (IP3) dan Izin Pemanfaatan Ruang Perairan Pesisir (IPRP2). Undang-undang ini tidak jauh berbeda, perbedaannya hanya yang awalnya hak kini menjadi izin. “Ini bisa jadi ancaman kriminalisasi bagi nelayan yang tidak punya IP3 dan IPRP2. Sementara Putusan MK yang diambil tehnisnya saja, pada bagian awal nampak bagus ternyata di dalamnya ada ancaman bagi masyarakat. “Nelayan seringkali mengeluhkan bahwa pemerintah senantiasa berjarak dengan masyarakat, sehingga aturan-aturan yang sesungguhnya menjadi hajat hidup mereka seringkali dikalahkan oleh karena jarak yang terlampau jauh. Salah satu bentuknya adalah munculnya pasal kriminalisasi,” ungkap Abdul Halim. Sementara itu Mina Susana Setra dari AMAN, menyampaikan adanya pasal-pasal bermasalah soal izin pemanfaatan. Bahwa undang-undang perubahan ini tidak bisa mengatur izin pemanfaatan yang sudah diatur oleh izin sektor lain. Ini mungkin akan jadi masalah ke depan. Misalnya ketika undang-undang sektoral yang lain berlaku di wilayah yang sama. Mungkin ini harus dilihat kembali, misalnya di satu wilayah posisi luar pulau-pulau kecil, undang-undang ini diterapkan di sana. Ada pengakuan terhadap masyarakat adat di sana atas pengelolaan wilayahnya, kepemilikannya, lalu ada pertambangan atau perkebunan yang masuk. Bagaimana undang-undang ini bersinggungan dengan undang-undang lain? Tanya Mina Setra. AMAN sebenarnya ingin memperkuat udang-undang yang sudah ada. Karena pada intinya dalam undang-undang yang lama sudah ada beberapa pengakuan yang menurut kami cukup kuat dan sekarang ada masalah soal perizinan. Yang harus dilakukan sekarang adalah bagaimana mempertegas, ketika masuknya satu proyek pembangunan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, proses persetujuan dengan masyarakatnya itu seperti apa?,” tanya Mina. “Tawaran-tawaran kemitraan seperti yang sudah disampaikan oleh teman-teman, juga seringkali bermasalah. Niat yang baik dari undang-undang ini untuk mendukung, masyarakat adat, nelayan, masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil, harus didukung oleh niat membuat undang-undang yang kuat. Kami ingin semua yang sudah ada kaitannya dengan masyarakat adat dipertahankan dan diperkuat. Bagaimana nanti implementasinya ketika undang-undang ini disahkan,” ujar Mina dalam pemaparannya. Pada akhir RDPU ini Pimpinan Sidang Firman Subagyo meminta ke delapan lembaga yang diundang membuat rumusan DIM (daftar investasi masalah) untuk dibawa dalam sidang-sidang berikutnya.***