Masyarakat adat di Murung Raya Kalimantan Tengah sebelum bergabung dalam satu wadah yang terorganisir, yaitu Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), telah membentuk Aliansi Masyarakat Adat (AMA) yang dipimpin oleh Bapak Melody bersama dengan Yayasan Bina Sumber Daya (YBSD) jaringan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Kalteng yang dikepalai oleh Bapak Andreas N.J Udang, M.Sc pada 1999.

Beberapa waktu setelah itu atau 17 Maret 1999 terbentuklah AMAN di Jakarta. Kemudian pada 2006 dilaksanakan Musyawarah Wilayah I Kalimantan Tengah di Palangka Raya. Hanya saja sejak 2006 sampai dengan 2010 tidak ada kejelasan dalam kepengurusan. Baru pada 2011 Bapak Thomas dan Bapak Odor menyuarakan hak-hak tenurial masyarakat adat Kalimatan khususnya Suku Dayak Punan di Kalimantan Tengah ke Kementerian Kehutanan dan Komnas HAM yang didampingi oleh PB AMAN di mana kala itu keduanya mengalami kriminalisasi yang dilakukan oleh Bupati Murung Raya serta Polres Murung Raya.

Setelah melewati berbagai permasalahan, kedua aktivis ini membentuk formateur tunggal dalam mempersiapkan Pengurus Daerah AMAN Murung Raya pada 2012. Akan tetapi pengurus hasil Musyawarah Daerah AMANDA Murung Raya itu pun mengalami berbagai permasalahan internal sehingga kembali terjadi kevakuman organisasi sampai dengan Juli 2016. Kevakuman ini menyebabkan tidak adanya pendampingan serta pembelaan secara terorganisir untuk berbagai permasalahan di komunitas adat yang ada di daerah Murung Raya, baik itu intimidasi maupun kriminalisasi serta menurunnya pemahaman untuk mempertahankan adat istiadat, budaya dan wilayah adat yang seharusnya selalu dijaga dan dilestarikan untuk generasi yang akan datang dan juga merupakan warisan leluhur yang sangat berharga bagi masyarakat adat di daerah Murung Raya.

Adapun permasalahan yang dihadapi masyarakat adat di setiap komunitas yaitu banyaknya perusahaan tambang dan perusahaan kayu yang tidak ada sama sekali keberpihakannya terhadap masyarakat adat bahkan tidak jarang adanya intimidasi maupun kriminalisasi yang mereka alami. Bahkan masyarakat adat banyak sebagai penonton di wilayah adatnya sendiri ketika kekayaan alamnya dinikmati oleh pihak perusahaan. Sebaliknya masyarakat adat hanya menerima penderitaan semata seperti sungai tercemar, tidak dihargainya adat istiadat, konflik sesama masyarakat sendiri maupun terhadap pihak perusahaan dan aparat keamanan.

Pengurus Daerah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Murung Raya dan Pengurus Daerah Barisan Pemuda Adat Nusantara Murung Raya mencatat kasus sebagai berikut:

1) Seperti yang dialami oleh komunitas Kuhung Kecamatan Laung Tuhup Kabupaten Murung Raya, masyarakat adatnya tidak bisa menikmati air bersih karena limbah batu bara PT. Asmin Koalindo Tuhup (AKT) dan juga hancurnya hutan yang asri.

(Sumber : Masyarakat Adat Dayak Murung, Walhi Kalteng)

2) Beberapa Komunitas di Kecamatan Tanah Siang Selatan Kabupaten Murung Raya, masyarakat adatnya banyak menerima limbah merkuri, sianida, tercemarnya sungai, berubahnya bentuk hutan yang asri menjadi kolong tambang emas (merubah sedikit bentuk bumi), berkurangnya tatanan adat istiadat, konflik besar-besaran sesama masyarakat adat maupun terhadap perusahaan dan aparat keamanan. Kejadian ini terjadi sejak 1985: PT. Indo Muro Kencana (PT. IMK) mulai melakukan perampasan tanah-tanah masyarakat adat. IMK adalah perusahaan tambang emas dan perak yang mulai produksi di penghujung 1994. Semula saham IMK dimiliki oleh PT. Gunung Muro Perkasa (Nasional), Duval Corporation of Indonesia (Amerika), Pelsart Muro Pty, Ltd (Australia), dan Jason Mining (Australia). Kepemilikan saham itu terlihat dalam kontrak karya mereka dengan pemerintah Republik Indonesia dengan nomor: B-07/Pres/1/1985 tertanggal 21 Januari 1985.

Tahun 1993 saham IMK dimiliki oleh Aurora Gold (Australia) sebanyak 90% dan PT. Gunung Perkasa (Nasional) sebanyak 10%. Tahun 1997 Aurora Gold telah memiliki 100% saham IMK. Lokasi tambang IMK berada di Kecamatan Permata Intan, Murung dan Tanah Siang, Kabupaten Barito Utara, Provinsi Kalimantan Tengah. Kontrak karya IMK berlaku selama 30 tahun sejak Februari 1985 s/d 2014.

Luas wilayah kontrak karya IMK adalah 47.962 Ha. Lokasi itu berada di sekitar pemukiman masyarakat Dayak Siang, Murung dan Bakumpai, termasuk di dalamnya beberapa daerah aliran sungai serta anak-anak sungai.

(Sumber: Walhi dan Pejuang Masyarakat Adat Dayak Siang, Murung dan Bakumpai)

3) Masyarakat adat Komunitas Topus, Komunitas Tujang, Komunitas Tumbang Olong, Komunitas Kalasin Kecamatan Uut Murung, masyarakat adatnya merasakan pencemaran sungai, merusak tatanan lingkungan dan sosial budaya maupun pelecehan terhadap hukum adat Dayak.

(Sumber: Perkumpulan Punan Arung Buana)

Dan ditambah lagi dengan permasalahan baru yaitu bencana asap pada 2015 yang membuat dunia internasional mengecam negara Indonesia khususnya pulau Kalimantan. Bencana asap tersebut mengintimidasi masyarakat adat yang dianggap sebagai pelaku di balik bencana tahunan itu. Padahal bencana tersebut merupakan kesalahan yang dilakukan oleh oknum perusahaan sawit dan oknum masyarakat yang sengaja membakar lahan dan bukan untuk ladang menanam padi melainkan kepentingan lainnya.

Karena tragedi bencana asap pada 2015 lalu, muncullah Instruksi Presiden Republik Indonesia Joko Widodo untuk melarang membakar lahan dan pekarangan sesuai dengan UU Kehutanan No. 41 Tahun 1999 dengan ancaman hukuman pidana dan denda milyaran rupiah. Instruksi tersebut tanpa memberi pengecualian bagi masyarakat adat peladang dengan metode membakar yang sebenarnya merupakan warisan leluhur maupun penyambung hidup bagi masyarakat adat yang dilakukan secara turun-temurun dengan kehidupan sosial maupun budaya di dalamnya.

Sementara itu berladang sebenarnya dilindungi Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) No. 32/2009 pasal 69 Ayat 2. Namun, dengan keluarnya Instruksi Prsesiden, Pemerintah Daerah Murung Raya juga melaksanakannya dengan gencar melalui Maklumat bersama Polres Murung Raya. Pelaksanaannya di lapangan begitu menggebu, dilakukan oleh pihak kepolisian dan TNI dengan melaksanakan sosialisasi di berbagai kampung dan ditandai dengan pemasangan spanduk pelarangan membakar lahan pekarangan sehingga membuat masyarakat adat takut untuk membakar ladang.

Untuk menyikapi semua permasalahan mendesak tersebut, maka beberapa tetua kampung, komunitas adat, para pejuang masyarakat adat terdahulu, pemuda adat, demisioner AMANDA Murung Raya dan perempuan adat yang difasilitasi oleh PD BPAN Murung Raya bermusyawarah agar kembali berjuang bersama dalam membela hak-hak masyarakat adat dengan membentuk panitia Musawarah Daerah Luar Biasa pada 03 Agustus 2016 yang bertempat di sekretariat sementara Barisan Pemuda Adat Nusantara Murung Raya, Kota Puruk Cahu.

img_5555

Penyerahan bendera kepemimpinan

Dan kegiatan Musyawarah Daerah Luar Biasa AMANDA Murung Raya yang dilaksanakan pada 08 Agustus 2016 di Puruk Cahu berjalan sesuai dengan AD/ART AMAN serta melalui musyawarah untuk mufakat menetapkan Dewan AMANDA Murung Raya. Ketua AMANDA Murung Raya pun terpilih secara aklamasi yaitu Bapak Yansyah Udang untuk menjalankan mandat organisasi dengan masa bakti 2016 � 2021.

Pada 09 Agustus 2016 yang juga bertepatan dengan Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia (HIMAS), PD AMAN Murung Raya dilantik oleh Pengurus Wilayah AMAN Kalimantan Tengah sekaligus mendeklarasikan AMAN Murung Raya di hadapan masyarakat adat dari beberapa komunitas Daerah Murung Raya, pemerintah daerah Murung Raya, TNI/ POLRI, Demang Kepala Adat, Ormas, Tokoh Masyarakat dan Tokoh Pemuda di aula Bappeda Kabupaten Murung Raya, serta menetapkan Sekretariat Bersama yang sederhana serta apa adanya, namun penuh dengan suasana gelora perjuangan yang beralamatkan di Jln. A. Yani (Dirung Bajo) No. 29. RT. I/ RW. III Puruk Cahu.

Kegiatan pelantikan dan deklarasi ini dilaksanakan setelah kegiatan sosialisasi pemetaan partisipatif wilayah adat di Kabupaten Murung Raya yang dilaksanakan oleh PD BPAN Murung Raya bersama dengan PW AMAN Kalimantan Tengah.

Semoga dari bangun tidur panjang dan keterpurukan ini menjadikan perjuangan tanpa lelah, pantang mundur, berani dalam membela hak masyarakat adat serta direstui oleh Tuhan Yang Maha Kuasa dan leluhur alam semesta.

Salam Adat

(Penulis Hantingan Y Udang)

Sumber : bangun-dari-tidur-panjang