Derita Dipenghujung HPH
15 March 2015
Pameran Seni Budaya Rakernas AMAN IV Sorong [caption id="attachment_245" align="alignleft" width="200"] David Wamsiwor[/caption] Sorong 15/3/2015 � Pelaksanaan Rakernas AMAN IV 2015 yang akan berlangsung pada (16-19/3/2015) di Sorong Papua Barat sudah dimulai dengan pameran karya seni masyarakat adat dari berbagai wilayah adat serta panggung budaya. Pameran yang digelar di Woronai (lapangan/alun-alun) Sorong dibuka sejak 15 Maret sore. Di Woronai (lapangan alun-alun) tempat gelar budaya dilangsungkan sejak siang hari yang terik para pegiat seni tampak sibuk mempersiapkan stand dan panggungnya masing-masing. Ada satu stand yang menyita perhatian karena dengan cepat menyelesaikan display benda-benda seninya yaitu stand Araima Papua, Kumeser, Belantara Papua. Mereka terlihat sangat siap karena ada begitu banyak benda-benda seni yang dipamerkan, mulai dari patung-patung, motif budaya, instrumen musik tifa, bass, manik-manik, rumbai-rumbai rerumputan dan banyak lagi lainnya. Senimannya adalah David Wamsiwor dan Max Binur, dari Ariama Papua, Kumeser dan Belantara Papua. Di sekitar stand itu terlihat juga anak-anak muda membantu mewarnai dan memoles patung-patung khas totem Papua tersebut. Pak David Wamsiwor 64 tahun saat ditemui mengatakan bahwa kayu-kayu yang dipakai untuk membuat karya-karya seninya itu tidak dengan menebang kayu hutan tapi sisa-sisa dari HPH. Sebagai contoh dia menunjukan sebuah patung dari akar kayu cukup besar yang dibentuk dan dihias sedemikian rupa, sehingga menarik perhatian.. Di atas patung itu tergantung tulisan tangan �Derita Dipenghujung HPH�. Pak David mengatakan bahwa motif-motif karya seninya semuanya diwariskan leluhur yang dipelajarinya sejak SD kelas III. �Apa lagi yang dapat dikerjakan orang tua seperti saya toh, selain bekerja dan mengajari anak-anak muda. Sekarang semua sudah berubah dan semuanya mengatasnamakan pembangunan dan itu dimulai sejak awal tahun 70 hingga 80-an. Tak ada lagi yang tersisa hutan dan pohon sagu semuanya telah dibabat habis, padahal ada tempat tempat sakral yang tidak boleh diganggu. Saya masih makan sagu, tapi anak-anak tidak pernah lagi menyentuh papeda yang tersedia di meja makan, kalau tidak ada beras mereka mau makan apa?,� tanya Pak David ? �Tapi sebagai orang tua saya harus sabar mengajari mereka, agar mereka dapat melihat apa saja yang diwariskan leluhur itu sebenarnya sangat berharga,� papar Pak David tetap optimis �Derita Dipenghujung HPH� Hentikan penebangan hutan dan Ingat 100 tahun kemudian, Sunyi senyap di mana-mana tak ada lagi yang berkicau, Mahluk melata berbalik kembali Sebab batang pohon tak ada lagi yang mendesir Hanya pohon kering di alam tandus Di atas sana tampak langit biru membentang Tak ada lagi tempat teduh, tandus, kosong, udarapun panas Kepala tunduk Punggung membungkuk menatap piring tak berisi Menjeritpun tak bersuara ***JLG
Sumber : derita-dipenghujung-hph