Memahami Konservasi Wilayah Adat
09 April 2016
Pemuda Adat Turun Kampung [caption id="attachment_1455" align="alignleft" width="300"] Para peserta training "Pendokomentasian dan Pemuda Adat Turun Kampung" menyimak paparan Didik (WWF)[/caption] Palangka Raya 08/04/2016 � Setelah pada hari pertama mendapat pelatihan metode penulisan dan tehnik penggunaan audio visual �Pelatihan Pendokumentasian dan Pemuda Adat Turun Kampung� yang disampaikan oleh Jeffar Lumban Gaol Pelaksana Infokom PB AMAN dan Nuryana Aditya Aktifis Film Dokumenter. Pada hari ke dua pelatihan yang diselenggarakan oleh Pengurus Wilayah Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) Kalimantan Tengah (BPAN) ini kemudian mengajak peserta untuk mengidentifikasi tata ruang yang ada di wilayah adat komunitas masing-masing �peserta. Dalam paparannya, Didik Surjanto dari WWF Indonesia Kalimantan Tengah mengatakan bahwa pelatihan ini sangat relevan dengan kondisi masyarakat adat di Kalimantan Tengah, karena selama ini banyak tempat-tempat di komunitas yang dikeramatkan dan disakralkan namun tidak pernah terdokumentasi dengan baik. �Kalau orang hutan masih bisa tinggal di hutan yang disakralkan itu berarti hutannya masih baik, sementara hutannya memberi manfaat jauh lebih besar dari orang hutannya sendiri. Pertama-tama pasti untuk masyarakat sekitarnya, yang ke dua untuk lingkungan secara global, orang hutan hanya sebagai simbol,� Didik Surjanto menjelaskan lebih jauh. [caption id="attachment_1456" align="alignleft" width="200"] Didik Surjanto (WWF Kalteng)[/caption] �Sekaranglah saatnya pemuda adat mulai memikirkan hal tersebut agar kemartabatan masyarakat adat baik itu secara budaya bisa terjaga dengan baik dan potensi sumberdaya alam mereka tidak mudah di ambil oleh pihak lain,� tutupnya. Ferdi Kurnianto menambahkan, �penting untuk mengetahui bagaimana cara-cara menggali informasi yang terdapat di dalam wilayah adat komunitas, dalam hal ini kita akan mencoba membahas tentang metode dan panduannya supaya saat kawan-kawan turun ke komunitas nantinya tidak menemukan kesulitan,� papar Ferdi. Acara pelatihan yang diikuti oleh �20 orang peserta perwakilan 13 kabupaten dan 1 kota ini semakin menarik karena peserta sudah mulai memahami tentang tahapan �pendokumentasian dan pengidentifikasian baik itu wilayah adat, budaya masyarakat adat, maupun sosial politik. Hantingan peserta dari Kabupaten Murung Raya yang juga Ketua Daerah� Barisan Pemuda Adat Nusantara Kabupaten Murung Raya mengatakan, �banyak sekali tempat-tempat di komunitas saya yang dijaga oleh komunitas, walaupun itu bukan tempat keramat atau tempat sakral, karena kami menganggap ternyata disitulah sumber penghidupan kami,� kata Hantingan [caption id="attachment_1457" align="alignleft" width="200"] Hantingan (Ketua BPAN Murung Raya) menyampaikan informasi dari wilayah adatnya[/caption] Sebelum makan siang, peserta diajak berdiskusi untuk membahas apa saja yang terjadi dikomunitas, baik itu asimilasi budaya, perampasan tanah sampai membahas masalah hukum adat perkawinan. Acara kemudian dilanjutkan praktek lapangan dan berakhir pada pukul 17.00 Wib. ***(Kesyadi Antang)
Sumber : memahami-konservasi-wilayah-adat