Mencari Pangkal Persoalan dan Solusi Terhadap Kematian Beruntun Orang Rimba di Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD) Jambi
28 March 2015
[caption id="attachment_284" align="alignleft" width="300"] Diskusi Orang Rimba di LIPI[/caption] Jakarta 27/3/2015 � Kematian beruntun 11 Orang Rimba beberapa waktu lalu telah menarik perhatian banyak pihak mulai dari pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat hingga para akademisi. Untuk memahami akar permasalahan dan upaya mencari solusi atas musibah tersebut Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengadakan diskusi �Menelaah peristiwa kelaparan pada masyarakat adat Orang Rimba di Propinsi Jambi� dengan menghadirkan narasumber Dody Rokhadian (Sokola Rimba), Ekoningtyas M Wardhani (PhD Candidate, Leiden University), Rina Mardiana (PhD Candidate, Gottingen University). Dilaksanakan di Ruang Rapat Lt. 10 P2 Kependudukan, Gedung Widya Graha. Jl. Jend Gatot Subroto No. 10 Jakarta. (26/3/2015) Kasus kematian Orang Rimba, banyak terjadi di kawasan sisi Timur. Konversi hutan di wilayah adat Orang Rimba, terutama di tempat-tempat melangun menyebabkan kerusakan dan hilangnya sumber-sumber penghidupan sehingga Orang Rimba mengalami kekurangan pangan, krisis air bersih yang diduga menyebabkan berbagai penyakit dan berujung kematian beberapa warga dalam beberapa bulan terakhir ini saat melangun. Menurut Dody Rokhadian, Orang Rimba sebenarnya siap dalam menghadapi melangun. Dia memberi contoh bagaimana Orang Rimba di sisi Barat (dampingan Sokola), mengenal istilah "remayau" yaitu situasi (dalam melangun) dimana tidak ada kepastian untuk mendapatkan bahan makanan (masa paceklik atau krisis pangan). Ini sudah diprediksi dan menjadi pengetahuan Orang Rimba. Jika ada kematian beruntun pasti ada yang tidak beres. �Yang tidak beres ini mungkin mereka bergerak bukan ke wilayah yang menyediakan sumber pangan menurut khasanah Orang Rimba,� kata Dody. Mereka juga mengenal hukum sio-sio yang tidak boleh menyia-nyiakan atau menelantarkan orang yang kesusahan atau tersesat dalam hutan, jika melanggar akan mendapatkan hukuman. Selain itu mereka juga mengenal istilah nyangku yaitu saling berbagi makanan. �Menurut kami solusi jangka panjangnya dimanapun wilayah konservasi itu ditegakkan mereka harus berkompromi dengan penghuni di dalamnya� kata Dody. Ekoningtyas M Wardhani mengatakan bahwa sejak tahun 2012, kelompok Terap sudah berada di luar taman nasional. �Setelah saya telusuri mereka bilang awalnya karena melangun. Tapi karena ada berbagai persoalan politik, ekonomi dan lain sebagainya, area melangun mereka selalu mengarah ke luar taman nasional, tidak ke dalam. Padahal menurut saya, daerah Sungai Terap itu sumber daya alamnya sangat kaya sekali, sungainya masih bagus, masih banyak binatang buruan dan sebagainya,� katanya. Masalah pangan menjadi krusial, karena ketersediaan pangan adalah hak asasi yang harusnya dimiliki oleh setiap warga Negara. Dalam penelitiannya tentang ketahanan pangan Orang Rimba, dia menyimpulkan bahwa dalam masa remayau, hampir semua orang rimba itu terkena malnutrisi. Ini disebabkan makanan yang dikonsumsi Orang Rimba saat melangun sangat monoton (sarden, mie instan). Menurutnya, malnutrisi itu cenderung menjadi kondisi cronic food insecurity. Pembicara terakhir, Rina Mardiana fokus ke persoalan ekonomi politik sumberdaya. Menurutnya, kerentanan pangan ini awal mulanya dari persoalan agraria. Konsesi-konsesi agraria (khususnya HTI dan perkebunan kelapa sawit) memberikan tekanan terhadap wilayah adat Orang Rimba. Kira-kira pertimbangan kebijakan apa yang tepat untuk orang rimba atau suku anak dalam atau masyarakat adat yang ada di wilayah Jambi?. �Pertanyaan selanjutnya, apakah kita akan mempertahankan identitas orang rimba dengan cara hidup seperti yang romantis tadi, artinya kita mengakui, membiarkan mereka hidup dengan caranya, dengan tradisinya, tetap mengakui wilayah jelajah mereka, karena mereka butuh hutan, mereka tidak mungkin bisa hidup tanpa hutan,� katanya. � Apakah kita akan membiarkan mereka tetap genuine? Artinya kalau mereka berubah itu didasarkan pada kesadaran mereka, mereka sadar, ingin berubah. Kenapa sekarang melangunnya di luar taman nasional? apakah ada tekanan atau persoalan lain?," tanya Rina Jhoni Purba dari KLHK mengatakan persoalan Orang Rimba adalah masalah kelaparan, kurang gizi dan masalah penyakit. Saat ini Orang Rimba dihadapkan pada persoalan, pada sisi lain kebutuhan hidup meningkat, kemudian disisi lain belum terjadi kulturasi, inovasi, budidaya dan domestifikasinya tidak jalan. Sementara sumberdaya di hutan yang dapat langsung dikonsumsi, sangat terbatas.Upaya yang akan dilakukan oleh KLHK, untuk jangka pendek memberikan bantuan langsung (beras, pakaian) dan 114 hektare lahan dengan pola kemitraan kehutanan. Sedangkan untuk jangka panjang, harus ada pengakuan dan perlindungan hak-hak masyarakat adat Orang Rimba (MK 35 / UU Desa). Memberikan Shelter (tenda/hunian sementara) dilokasi2 melangun, untuk menyediakan bahan-bahan makanan dan obat-obatan. Dalam kesempatan ini, rekomendasi dari AMAN yang disampaikan oleh Annas Radin Syarif perlunya identifikasi "ruang hidup" atau wilayah adat Orang Rimba dengan cara melaksanakan pemetaan partisipatif untuk diakui dan dilindungi. Selain itu, mencabut semua izin konsesi yang ada di wilayah adat Orang Rimba. Semua program yang akan dilaksanakan, harus melibatkan Orang Rimba dan memperhatikan potensi yang ada serta budaya / adat istiadat setempat. Catatan hasil diskusi yang disampaikan moderator sebagai berikut: 1. Ketahanan pangan atau kerentanan pangan menjadi isu utama yang strategis 2. Sumber pangan menurun karena tekanan pembangunan yang mengganggu ekosistem Orang Rimba 3. Orang Rimba yang meninggal karena penyakit sebenarnya dilatarbelakangi oleh kerentanan pangan sehingga����� kekebalan tubuh menurun dan malnutrisi 4. Solusi tidak semudah dibayangkan. Bantuan seperti perumahan tidak begitu saja memecahkan masalah karena tidak adanya need assessment di awal. Kembalikan kepada masyarakat apa yang mereka butuhkan. 5. Munculnya konsep property rights juga sangat penting untuk ditelusuri. seberapa perlukah property rights untuk Orang Rimba? Apakah pemberian lahan kepada masyarakat itu perlu atau cukup pengakuan saja? Ada resiko dibalik pemberian property rights. 6. Sejarah penting. Sejarah pengasaan lahan, tidak hanya didaerah orang rimba, tetapi juga dikawasan lain di Indonesia menjadi penting. 7. Ketahanan pangan terkait dengan kemampuan mereka tetap menjaga eksistensi adat dan budaya mereka. 8. Need Asessment untuk mendukung Orang Rimba bertahan menghadapi perubahan lingkungan. **** * Melamun merupakan budaya Orang Rimba yaitu meninggalkan tempat tinggalnya dalam jangka waktu yang lama, yang dijalankan sejak ratusan tahun lalu.
Sumber : mencari-pangkal-persoalan-dan-solusi-terhadap-kematian-beruntun-orang-rimba-di-taman-nasional-bukit-duabelas-tnbd-jambi