Pekerjaan musiman menjadi pilihan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dibalik mirisnya harga komoditi karet dan minimnya pengetahuan tentang bagaimana cara mengolah lahan milik masyarakat dengan baik. Disisi lain, kebahagiaan tentunya terpancar dari rona wajah mereka yang tampak ceria ditengah kelimpahan yang dimiliki. [caption id="attachment_234" align="alignleft" width="300"] Masyarakat pengumpulan damar utnuk mencari pendapatan tambahan[/caption] Sementara itu, pantauan media ini dilapangan, masih banyak masyarakat yang hidup dibawah garis kemiskinan dan harus putar otak lebih keras dalam memenuhi kebutuhan dan menafkahi keluarganya masing-masing. Bagi mereka, apa pun akan dilakukan bila harus dilakukan karena mereka pun menyadari kalau itulah yang bisa mereka lakukan. Akhir-akhir ini, Damar yang merupakan hasil hutan cukup menjadi primadona bagi masyarakat perkampungan. Dahulu, Damar digunakan masyarakat sebagai bahan untuk menyalakan api penerangan sebelum adanya minyak tanah. Tapi kini, ditengah perayaan proklamasi kemerdekaan, damar menjadi salah satu mata pencaharian yang bisa diperjualbelikan oleh masyarakat untuk mengganti profesi meski hanya musiman karena rendahnya harga komoditi yang menjadi andalan masyarakat perkampungan pada umumnya seperti menyadap karet. Seperti halnya, dalam kunjungan media ini bersama Aliansi Masyarakat Adat Nusantara ( AMAN ) provinsi kalbar terkait pencegahan izin hutan dan lahan beberapa waktu lalu didua kecamatan dibagian selatan kabupaten sekadau. Sepanjang perjalanan, kami semua melihat pemandangan yang cukup menarik. Tumbuhan kelapa sawit yang menghijau disepanjang jalan seakan hutan yang tampak asri bila dilihat dengan satelit. Masyarakat kini hanyalah sebagai penonton sebuah drama yang dimainkan diatas meja oleh oknum yang tak bertanggungjawab. HGU yang selama ini diberikan kepada para investor seakan permainan sulap yang dapat merubah sebuah pemukiman menjadi kawasan penghijauan. Dan uniknya lagi, sebagai rakyat yang baik, keaktifan dalam membayar pajak tetap dilakukan kendati perkampungan mereka dalam kawasan hutan lindung. Dimanakah kemerdekaan itu, ??. Pertanyaan itu terus terngiang ditelinga disetiap langkah mereka dengan penuh keluguan minimnya pendidikan formal yang mereka miliki. 72 tahun kemerdekaan itu mungkin hanya milik kalangan elit saja. Sepintas jawaban itu lah yang muncul dari mulut ke mulut mereka. " Selama ini, kami hanya berusaha dan terus berusaha memenuhi kebutuhan keluarga dengan apa yang bisa kami lakukan ". Ucap salah satu warga yang enggan disebutkan identitasnya. Bahkan, Ia juga mengatakan kalau selama ini pemerintah terkesan pilih kasih. Betapa tidak, pernahkah pemerintah atau pun instansi terkait melihat langsung kondisi masyarakat pedalaman. Sumber : rakyat-pedalaman-masih-tertinggal