Rekomendasi dan Resolusi Rapat Kerja Nasional II Barisan Pemuda Adat Nusantara (Rakernas II BPAN)

15-17 Maret 2016, Cibubur Jakarta Timur

Kami, Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) organisasi sayap Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) yang dideklarasikan pada 29 Januari 2012 bersepakat untuk mengorganisir diri dalam satu barisan. Kami berikrar sebagai generasi muda adat yang akan bergerak mengurus wilayah adat kami. Karena wilayah adat adalah ruang hidup, tempat kami memulai kehidupan. Di sanalah kami belajar tentang kepemimpinan, pengetahuan, kepercayaan dan kehidupan itu sendiri. Dalam perjalanan tersebut, kami terus menata organisasi sesuai Statuta yang telah kami rumuskan dan tetapkan secara bersama-sama.

Saat ini kami ada di 17 Pengurus Wilayah (PW) setingkat provinsi, 34 Pengurus Daerah (PD) setingkat kabupaten tersebar di seluruh penjuru nusantara mulai dari Sumatera sampai Papua. Kami terus membangun solidaritas di antara pemuda-pemudi adat untuk membangkitkan semangat dan keterpanggilan untuk bangkit bersatu menjaga dan mengurus wilayah adat.

Meskipun demikian kami masih terus berbenah, berdiskusi, berdebat untuk memperkuat barisan di tengah-tengah besarnya persoalan yang dihadapi negeri ini, khususnya yang dihadapi Masyarakat Adat. Konsistensi, keteguhan, keyakinan dan kemandirian adalah semangat kami dalam perjuangan mengurus wilayah adat; dan dalam kebersamaan menanggung penderitaan, musyawarah mufakat serta bersepakat untuk satu tujuan: memperjuangkan hak-hak Masyarakat Adat, kami bangkit bersatu, bergerak mengurus wilayah adat. Sejak 15-17 Maret 2016 kami berkumpul kembali dalam agenda Rapat Kerja Nasional II Barisan Pemuda Adat Nusantara (Rakernas II BPAN). Sebanyak 52 orang utusan dari berbagai wilayah dan daerah datang dengan satu tujuan untuk merumuskan rencana kerja BPAN. Dalam Rakernas II BPAN ini, kami menegaskan beberapa rekomendasi dan resolusi dalam menuju perjuangan hak-hak Masyarakat Adat di nusantara/Indonesia:

  1. Transmigrasi di Kalimantan. Isu lama Orde Baru di masa Jokowi ini diangkat lagi sebagai sebuah upaya untuk pemerataan kesejahteraan. Sebagai solusi untuk mengatasi kemiskinan yang masih terus awet di negeri ini. Kalimantan merupakan satu destinasi program Kementerian Transmigrasi dan Desa Tertinggal, selain tentu saja penguasa yang sudah menitipkan berbagai perusahaan untuk menghabisi hutan adat. Sebut saja perusahaan-perusahaan sawit yang tampaknya terus memperluas Hutan Tanaman Industri (HTI)-nya. Sebagai masyarakat adat, pada dasarnya kami sangat menghormati orang lain, demikian juga orang yang datang ke wilayah adat kami. Akan tetapi kami juga berhak menolak siapa pun dan apa pun di wilayah adat kami jika tidak atas sepengetahuan dan persetujuan dengan memberikan informasi yang sejelas-jelasnya kepada kami sejak awal.

  2. Satuan Tugas (Satgas) dan Perda serta UU Masyarakat Adat. Sejak didirikan 1999 hingga saat ini, AMAN konsisten memperjuangkan hak-hak Masyarakat Adat yang diabaikan oleh negara. Kami, masyarakat adat masih terus mengalami diskriminasi maupun kekerasan di wilayah adat yang membuat hidup masyarakat semakin terpuruk. Absennya negara di tengah-tengah Masyarakat Adat merupakan satu sebab terjadinya segala perampasan hak-hak kami. Sementara itu, perusahaan dengan sangat mudah bisa mendapat izin penguasaan wilayah termasuk wilayah hidup kami. Kedatangan mereka terus merusak hutan adat serta mengabaikan keberadaan Masyarakat Adat. Harapan sempat mengemuka ketika Jokowi mencalonkan diri sebagai presiden. Kontrak politik antara Masyarakat Adat dengannya disepakati agar seluruh Masyarakat Adat sepakat mendukungnya. Kontrak politik tersebut bernama Nawacita. Terdapat poin-poin khusus dalam Nawacita yang berhubungan dengan Masyarakat Adat. Sebelumnya AMAN telah mendorong DPR RI agar memasukkan Rancangan UU Masyarakat Adat atau yang dikenal RUU PPHMA. Dimulai pada 2014, namun gagal disahkan menjadi Undang-undang. Kemudian di 2015 kembali gagal. Terbaru 2016, RUU PPHMA tidak masuk Prolegnas. Meskipun demikian, kini sedang dalam proses untuk diambil alih menjadi usulan pemerintah. Presiden Jokowi secara verbal menunjuk Menteri Hukum dan HAM sebagai leading ministry dan kemudian sudah diserahkan kepada Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN). Satu opsi lain yang juga diminta agar diakomodir oleh Pemerintah Jokowi-Jusuf Kalla adalah Satuan Tugas (Satgas) Masyarakat Adat. Hingga saat ini perusahaan yang mendapat konsesi di hutan adat justru berkontribusi terhadap hancurnya lahan milik masyarakat adat. Dampaknya secara ekonomi, Masyarakat Adat mengalami kemiskinan dan penderitaan dalam berbagai hal. Masyarakat Adat di Tano Batak, misalnya mengalami penggusuran lahan terus-menerus dari PT. TPL, Tbk; begitu juga baru-baru ini PT. Runggu yang merampas lahan adat Masyarakat Adat Talang Mamak di Indragiri Hulu Riau. Hal yang sama juga dialami Masyarakat Adat Seko di Sulawesi Selatan melawan PT Seko Fajar dan Masyarakat Adat yang menghadapi PT Vale di Sulawesi. Demikian pula Masyarakat Adat di Paser, Komunitas Muara Lambakan menghadapi PT. Fajar Surya Swadaya, dan sangat banyak lagi wilayah komunitas adat jika ingin disebutkan satu per satu seperti yang terjadi di kepulauan Maluku dan Papua. Pemuda adat terus bergerak melawan perampasan dan pengrusakan wilayah adat, menahan bulldozer yang terus beraktivitas atas wilayah adat. Akan tetapi tidak jarang akibat dari perlawanan ini Masyarakat Adat tidak terkecuali pemuda adat langsung diintimidasi oleh pihak-pihak perusahaan bahkan negara.
  3. UU Kehutanan yang secara khusus menyangkut pembakaran hutan mengancam keberlangsungan masyarakat adat karena tidak bisa membuka lahan dengan membakar. Padahal kami telah sejak dulu memiliki pengetahuan untuk mengelola wilayah termasuk dalam membakar lahan saat mau menanam benih baru. Wilayah adat kami sebagai ruang hidup tentu sangat kami hargai dan kami perlakukan dengan baik sehingga dalam melakukan pembakaran pun kami tidak sembarangan bahkan masih ada di antara kami melakukannya dengan mengadakan ritual-ritual adat. Oleh karena itu kami, Barisan Pemuda Adat Nusantara mendesak Pemerintah dan DPR RI agar meninjau kembali UU Kehutanan khususnya pasal mengenai tidak bisanya membuka lahan dengan membakar. Pasal ini dinilai memiliki kerancuan sebab pengertian membakar di antara Masyarakat Adat dengan pemerintah, berbeda arah. Masyarakat Adat yang biasa bekerja dengan memerlukan pembakaran bukanlah dalam rangka menggundul lahan sebagaimana prinsip perusahaan. Kasus kebakaran tahun 2015 akan sangat tidak masuk akal jika pelakunya dicurigai adalah Masyarakat Adat. Pasal seperti ini sebaiknya di-judicial review sebab keberadaannya tidak mempertimbangkan Masyarakat Adat. Kondisi riil di lapangan yang tidak dimasukkan oleh DPR RI kala membuat Undang-Undang kerap berakibat fatal bagi Masyarakat Adat yang notabene adalah pihak yang berkepentingan dalam mengelola wilayah adatnya. Kami juga mendesak pemerintah untuk melakukan review dan mencabut izin perusahaan yang menyalahi analisi mengenai dampak lingkungan (amdal).
  4. Pemuda adat sebagai komponen Masyarakat Adat menyadari betapa banyaknya potensi sumber daya ekonomi di wilayah adat ataupun yang sering didengungkan oleh Presiden Joko Widodo sebagai ekonomi kreatif. Karena itu, pemuda adat menekankan akan perlunya mengelola potensi tersebut secara mandiri, swadaya untuk keperluan bertambahnya pendapatan Masyarakat Adat di sekitar potensi sumber daya sekitar hutan.
  5. Di tengah keterpurukan kehidupan akibat tidak adanya pengakuan dan perlindungan terhadap Masyarakat Adat, diperparah lagi dengan turunnya harga komoditas seperti karet. Sejak beberapa tahun terakhir karet hanya dihargai dengan sangat rendah dan harganya terus melemah. Oleh karena itu, kami mendesak pemerintah agar memberikan perlindungan harga terhadap hasil dan produk Masyarakat Adat seperti harga karet.

Internal Organisasi

  1. Ketua di semua tingkatan kepengurusan BPAN yang terlibat menjadi pengurus harian partai politik harus mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Ketua BPAN.
  2. Semua anggota harus dan segera membayar iuran yang telah ditetapkan sesuai dengan peraturan organisasi.
  3. Semua tingkatan kepengurusan harus melakukan rekrutmen anggota baru dan melakukan pendidikan kader sesuai dengan mekanisme perekrutan anggota yang telah ditetapkan pada aturan organisasi.
  4. Kepada Pengurus Wilayah dan Pengurus Daerah BPAN agar segera melakukan verifikasi keanggotan sesuai dengan formulir pendaftaran anggota baru atau tabel keanggotan yang dibuat dan dikirim oleh Pengurus Nasional BPAN, guna penerbitan Kartu Tanda Anggota (KTA).
  5. Pengurus BPAN agar membuat pakaian dengan memunculkan atribut organisasi.
  6. Pengurus Nasional BPAN agar segera mengurus dan menyelesaikan urusan legalitas/badan hukum organisasi BPAN.
  7. Disadari bahwa keterlibatan perempuan dalam organisasi BPAN masih sangat sedikit. Oleh karena itu perlu untuk mendorong keterlibatan perempuan dalam organisasi BPAN.
  8. DePAN agar meningkatkan fungsi koordinasi dan pengawasan kepada pelaksanan harian Pengurus Nasional BPAN.
  9. Perlu ada dukungan ke Pengurus Wilayah dan Daerah BPAN.
  10. BPAN harus terlibat secara aktif dan terus-menerus untuk menjaga wilayah adat dari perusakan.
  11. Hubungan organisasi sayap khususnya BPAN dengan organisasi induk AMAN. Sebagai organisasi induk AMAN diharapkan terus mendukung organisasi BPAN di semua wilayah, daerah dan komunitas. BPAN juga siap untuk terus melakukan koordinasi dengan organisasi induk dan secara khusus untuk Penasehat BPAN di tingkat Wilayah dan Daerah dalam perencanaan dan pelaksanaan program di BPAN.
  12. Mengupayakan BPAN untuk menghadiri Kongres AMAN di Sumatera Utara pada 2017. Kongres AMAN adalah rapat tertinggi AMAN yang hasilnya sangat menentukan arah pergerakan AMAN selama lima tahun berikutnya. Kongres V AMAN yang akan dihelat di Medan, Sumatera Utara menandakan sekalian berakhirnya masa periode kepemimpinan Sekjen Abdon Nababan dua periode. Barisan Pemuda Adat Nusantara dideklarasikan pada masa kepemimpinan beliau. Besarnya dukungan dari Sekjen AMAN ini ialah suatu energi tak terukur, sehingga jika ke depan Kongres menghasilkan Sekjen baru kiranya dapat menjaga dan memperkuat posisi organisasi sayap AMAN, khususnya BPAN. Karena itu bagi BPAN (PN, PW, PD) bisa menghadiri Kongres jangan dipahami sebagai upaya meramaikan suasana. Lebih dari itu, keputusan yang diketuk pada Kongres akan sangat berarti juga bagi BPAN.
Sumber : rekomendasi