Oleh Nesta Makuba

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menyelenggarakan konsolidasi Jurnalis Masyarakat Adat (JMA) pada 18-19 April 2025 di Kota Balikpapan, Kalimantan Timur.

Konsolidasi yang berlangsung selama dua hari melibatkan para jurnalis yang bekerja di media arus utama ini bertujuan untuk membentuk sayap organisasi AMAN sekaligus membangun jurnalisme yang berpihak, adil, dan mampu mencakup seluruh aspek kehidupan Masyarakat Adat.

Sekretaris Jenderal AMAN Rukka Sombolinggi dalam sambutan pembukanya  di acara konsolidasi ini menekankan pentingnya peran jurnalis Masyarakat Adat sebagai media komunikasi yang hidup di tengah komunitas. Rukka mengangkat contoh praktik jurnalisme partisipatif seperti Ruai SMS yang menempatkan Masyarakat Adat dapat secara langsung menyampaikan informasi dari kampungnya sendiri. Menurutnya, inisiatif semacam ini membuktikan bahwa media bisa menjadi alat perjuangan yang mengakar dan menjangkau wilayah yang selama ini luput dari perhatian media arus utama.

Rukka menjelaskan media adalah alat perjuangan. Bukan hanya untuk melawan stigma dan narasi yang menyudutkan, tetapi juga untuk menyampaikan berbagai persoalan yang dihadapi Masyarakat Adat - mulai dari perampasan tanah, hilangnya sumber daya, hingga pengabaian terhadap hukum dan pranata adat.

“Betapa kuatnya media membentuk cara pandang. Dari tulisan para Jurnalis Masyarakat Adat, kita bisa memahami perjuangan Masyarakat Adat secara langsung dari kampungnya,” kata  Rukka di acara konsolidasi JMA.

Konsolidasi dihadiri perwakilan Jurnalis Masyarakat Adat dari region Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Jawa, Kepulauan Maluku, Bali-Nusra, Papua.  

Dalam forum konsolidasi ini, di hari pertama peserta saling berbagi pengalaman serta menyoroti pentingnya perlindungan hukum bagi Jurnalis Masyarakat Adat yang bekerja di daerah rawan konflik. Isu keamanan dan intimidasi menjadi pembahasan utama, khususnya bagi Jurnalis Masyarakat Adat  yang bersentuhan langsung dengan konflik lahan dan proyek berskala besar.

Hari kedua konsolidasi difokuskan pada upaya merumuskan jati diri Jurnalis Masyarakat Adat, serta bagaimana mereka menjalankan peran jurnalistik di komunitas Masyarakat Adat. Beberapa prinsip dasar yang harus dijalankan oleh Jurnalis Masyarakat Adat mengemuka dalam konsolidasi ini yaitu berpihak pada komunitas Masyarakat Adat, penghormatan terhadap etika jurnalistik yang berjalan seiring dengan nilai-nilai adat, serta komitmen untuk menulis demi memperkuat perjuangan dan keberlanjutan hidup Masyarakat Adat.

Konsolidasi juga menyentuh hak dan tanggung jawab Jurnalis Masyarakat Adat, termasuk kebutuhan akan perlindungan hukum, penguatan kapasitas, serta kewajiban menjaga integritas dan kerahasiaan informasi yang menyangkut komunitas Masyarakat Adat.

Hak Masyarakat Adat Untuk Mendefinisikan Diri Sendiri

Dalam sesi diskusi, Rukka menegaskan hak Masyarakat Adat untuk mendefinisikan dirinya sendiri. Setiap komunitas memiliki sejarah dan konteks yang berbeda. Masyarakat Adat telah mengalami berbagai bentuk penjajahan, mulai dari Kesultanan, kolonialisme Eropa hingga negara pasca kolonial, yang terus-menerus berupaya menundukkan identitas Masyarakat Adat ke dalam batas-batas yang ditentukan dari luar.

The right of self-identification, yang berhak mendefinisikan Masyarakat Adat adalah Masyarakat Adat itu sendiri,” tegasnya sembari menambahkan yang khas dari Masyarakat Adat : ada manusianya, ada hukum dan pranata adat, ada wilayah adat, berikut pengetahuan adat.

Rukka mencontohkan banyak pranata adat bersifat organik dan tidak selalu dinamai secara formal. Seperti di Kedang Ipil, misalnya—komunitas mungkin tidak secara eksplisit menyebut adanya pranata adat, namun mekanisme kepemimpinan tetap hidup dan terlihat jelas saat kegiatan adat berlangsung.

Konsolidasi Jurnalis Masyarakat Adat. Dokumentasi AMAN

Pengalaman JMA di Lapangan

Konsolidasi menjadi ruang berbagi pengalaman para Jurnalis Masyarakat Adat (JMA) saat meliput di lapangan. Arman Sely, salah seorang peserta konsolidasi dari JMA Palu menceritakan pengalaman mendapat intimidasi oleh oknum militer saat meliput aktivitas perusahaan yang mengangkut material untuk pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN). Arman bahkan diminta untuk menghentikan aktivitas jurnalistiknya.

Hal serupa dialami Maruli Simanjuntak dari JMA Tano Batak. Setelah menulis laporan mengenai kerusakan lingkungan oleh perusahaan Toba Pulp Lestari (TPL), Maruli menerima ancaman penculikan. Keluarganya pun turut menjadi sasaran teror.

“Konsolidasi ini penting untuk memperkuat perlindungan dan memberikan kepastian hukum bagi jurnalis Masyarakat Adat,” ungkap Maruli.

Merespon berbagai pengalaman JMA ini, Sekjen AMAN Rukka Sombolinggi berharap proses pembentukan sayap organisasi JMA di AMAN dapat segera diselesaikan. Hal ini berguna agar para Jurnalis Masyarakat Adat dapat bekerja dengan aman, nyaman, dan diakui secara formal. Kemudian, Jurnalis Masyarakat Adat bisa terus menyuarakan realitas dari kampung-kampung yang selama ini tak tersentuh media umum.

“Kita sadar, banyak persoalan di wilayah adat dan komunitas Masyarakat Adat yang tidak tersentuh pemberitaan media. Di situlah, JMA hadir dan mengisi ruang itu. JMA adalah penjaga cerita dan saksi sejarah dari wilayah adat mereka sendiri,” pungkas Rukka.

***

Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat yang ikut konsolidasi JMA dari Papua

Writer : Nesta Makuba | Jayapura, Papua
Tag : Konsolidasi Jurnalis Masyarakat Adat Menjaga Suara dari Kampung