Oleh Sepriandi

Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Rukka Sombolinggi mengingatkan Organisasi Kemasyarakatan (Ormas), terkhusus Ormas Keagamaan untuk meninggalkan konsesi tambang yang diberikan pemerintah karena akan mengancam keberlangsungan hidup Masyarakat Adat.

Rukka menyebut dalam rapat Pengurus Besar AMAN di Sembalun, Nusa Tenggara Barat pada Juni 2024 lalu, diminta kepada Ormas Keagamaan yang telah menerima tawaran pemberian izin usaha pertambangan dari pemerintah untuk segera menarik diri dari situasi saat ini.

"Kami minta persetujuan itu dibatalkan karena nanti yang menjadi korban dari tambang ini adalah Masyarakat Adat dari NU dan Muhammadiyah sendiri," Kata Rukka dalam acara diskusi ruang publik bertajuk “Setelah NU-Muhammadiyah Akur dalam Tambang” di KBR pada Rabu, 31 Juli 2024.

Baru-baru ini,  dua Ormas Keagamaan terbesar di Indonesia menerima tawaran pemberian prioritas Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) dari pemerintahan Presiden RI Joko Widodo. Kedua Ormas Keagamaan tersebut adalah Nahdlatul Ulama (NU) dan  Muhammadiyah.

Presiden Joko Widodo telah mengizinkan Organisasi Masyarakat atau Ormas Keagamaan untuk mengelola Wilayah Izin Pertambangan Khusus (WIUPK). Kebijakan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 yang merupakan perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.

Rukka mengatakan izin pengelolaan tambang yang diberikan oleh Presiden kepada Ormas Keagamaan ini sangat beresiko bagi kelangsungan hidup Masyarakat Adat. Menurutnya, negara harus berhat-hati dalam pemberian izin tambang ini.

“Kami ingatkan negara bahwa tambang bukanlah jalan kesejahteraan masyarakat,” ujarnya.

Rukka mencontohkan situasi yang paling ekstrim telah terjadi di Maluku Utara, dimana luas Maluku sekitar 3 juta hektare namun 2,8 juta hektare diantaranya masuk dalam konsensi pertambangan. Rukka menyebut saat ini ada 1.465 konsesi pertambangan di Maluku, 108 diantaranya konsesi logam, 51 nikel dan dua smelter.

"Bisa kebayang, kepulauan kecil (Maluku) itu sudah dikubur dan ditenggelamkan oleh tambang,” imbuhnya dengan nada miris.

Sekjen AMAN di acara KBR.id. Doc. Istimewa

Rukka menambahkan akibat maraknya tambang, Masyarakat Adat yang saat ini menjaga hutan yang tersisa di Maluku Utara terus mengalami kriminalisasi. Sebab, hidup mereka di hutan dianggap primitif sehingga ketika ada masalah, Masyarakat Adat yang menjadi objek untuk disalahkan.

"Saat ini saja ada 4 orang yang mengalami hukuman mati atau hukuman seumur hidup. Ada juga yang sudah mati dalam penjara. Ini kami anggap penghilangan paksa Masyarakat Adat,” tandasnya.

Rukka menilai apa yang dialami oleh Masyarakat Adat ini sangat kontras dengan pengakuan dunia bahwa Masyarakat Adat merupakan salah satu penyangga bumi yang harus dilindungi, dimana pengetahuan, praktek dan tradisinya dalam menjaga bumi justru menjadi jalan keluar persoalan kita saat ini.

Karena itu, Rukka menyatakan tidak ada jalan tengah bagi Ormas Keagamaan untuk tetap mengelola konsesi tambang yang dapat berakibat buruk bagi kelangsungan hidup Masyarakat Adat. Dalam kondisi seperti ini, sebutnya, AMAN mengajak ormas besar untuk bergandengan tangan menyatukan suara untuk bersama-sama mendesak pemerintah mencabut izin tambang karena mengancam Masyarakat Adat.

"Mungkin kita butuh forum diskusi yang lebih luas, agar niat baik bersama ini tersampaikan,” kata Rukka sembari berharap  Ormas Keagamaan seperti Muhammadiyah untuk menarik diri dari konsesi tambang karena pernah ikut mengadvokasi masyarakat korban tambang.

Sana Ullaili, salah seorang pembicara lainnya dari perwakilan Forum Cik Ditiro menyatakan sependapat dengan pernyataan bahwa tidak ada jalan tengah terkait perihal konsesi tambang untuk Ormas keagamaan. Karena, Ormas Keagamaan sejatinya berjuang melewati jalan dakwah.

"Pemerintah harus mengembalikan eksistensi Ormas Keagamaan kepada fungsinya. Jangan seolah membuat benteng besar diantara masyarakat," katanya.

Sana menyebut pemberian izin pertambangan ini akan menyebabkan negara dalam ambang kehancuran karena akan banyak muncul konflik ditengah masyarakat. Namun, Sana meyakini bahwa masih banyak warga Indonesia yang kritis dan mampu mendorong agar Ormas Keagamaan di Indonesia menarik diri dari konsesi tambang.

“Semoga saja Ormas Keagamaan yang telah menerima izin pertambangan sadar, lalu menarik diri dari konsesi tambang,” katanya penuh harap.

***

Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat dari Bengkulu

Writer : Sepriandi | Bengkulu
Tag : Ormas Tambang Muhammadiyah Nahdlatul Ulama