Oleh Infokom AMAN

Tim Koalisi Advokasi Poco Leok mengadukan kasus kriminalisasi pemuda adat ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyusul tindakan Pemerintah Kabupaten Manggarai yang melaporkan pemuda adat Poco Leok hingga berujung proses hukum di Polres Manggarai, Nusa Tengara Timur.

Koalisi menilai tindakan Pemerintah Kabupaten Manggarai tersebut keliru dan menyesatkan karena aksi yang dilakukan pemuda adat Poco Leok menolak pembangunan Pembangkit Listrik Geothermal (PLTP Ulumbu) di Poco Leok, Kecamatan Satarmese merupakan hak atas kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum.

Baru-baru ini, pemuda adat dari komunitas Masyarakat Adat Poco Leok melakukan aksi di depan DPRD Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT) pada 3 Maret 2025. Aksi yang dilakukan oleh massa yang tergabung dalam “Aliansi Pemuda Poco Leok Menggugat” ini menuntut pencabutan Surat Keputusan (SK) Bupati Manggarai tentang Penetapan Lokasi Proyek Geothermal Ulumbu di wilayah Poco Leok. SK Bupati Manggarai tersebut dikeluarkan oleh Bupati Manggarai Hery Bertus Nabit  pada 1 Desember 2022 tanpa sepengetahuan dan persetujuan Masyarakat Adat Poco Leok.

Namun, aksi tersebut berujung pada kriminalisasi. Pemerintah Kabupaten Manggarai  membuat laporan polisi di Polres Manggarai pada 3 Maret 2025 sehubungan dengan tindak pidana pengrusakan. Pemuda adat Poco Leok dilaporkan karena pagar kantor Bupati Manggarai mengalami kerusakan. Laporan ini sedang berproses di Polres Manggarai, bahkan proses hukumnya sudah ditingkatkan dari penyelidikan ke penyidikan

Judianto Simanjuntak selaku kuasa hukum pemuda adat Poco Leok mengatakan tindakan Pemerintah Kabupaten Manggarai melaporkan pemuda adat Poco Leok ke Polres Manggarai keliru dan menyesatkan. Judianto menerangkan sebenarnya tidak ada alasan bagi Pemerintah Kabupaten Manggarai melaporkan pemuda adat Poco Leok ke Polres Manggarai karena aksi yang dilakukan pemuda adat Poco Leok tidak termasuk kategori tindak pidana.

“Ini bukan ranah kepolisian. Aksi pemuda adat Poco Leok tersebut merupakan upaya mempertahankan wilayah adat yang dijamin dalam instrumen hukum nasional dan hukum Internasional,” kata Judianto usai mengadukan kasus kriminalisasi pemuda adat Poco Leok ke Komnas HAM pada Selasa, 25 Maret 2025.

Judianto menambahkan lagian dalam aksi tersebut, tidak ada indikasi dugaan tindak pidana pengrusakan yang dilakukan pemuda adat Poco Leok, sebagaimana yang dilaporkan Pemerintah Kabupaten Manggarai.

Judianto menjelaskan fakta yang sebenarnya adalah terjadi saling dorong mendorong gerbang kantor Bupati Manggarai antara anggota kepolisian, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Akibatnya, gerbang kantor Bupati Manggarai jatuh ke arah massa aksi dan bahkan hampir mengenai massa aksi.

“Ini faktanya, jadi bukan pemuda adat Poco Leok yang merusak pagar,” tandasnya.


tim koalisi advokasi pemuda adat Poco Leok. Dokumentasi Istimewa

Bertentangan dengan KUHAP

Karena itulah, kata Judianto, tim koalisi advokasi pemuda adat Poco Leok mengadukan kasus kriminalisasi ini ke Komnas HAM karena langkah-langkah yang dilakukan Polres Manggarai melakukan pemanggilan kepada  pemuda adat Poco Leok untuk memberikan klarifikasi dan keterangan sebagai saksi tidak beralasan dan berdasar.  Judianto menerangkan alasannya istilah undangan klarifikasi yang dilakukan polisi tidak dikenal dalam mekanisme Hukum Acara Pidana, sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Kemudian, imbuhnya, undangan klarifikasi yang diterima pemuda adat Poco Leok bertentangan dengan prosedur pemanggilan berdasarkan KUHAP, yaitu minimal tiga 3 (tiga) hari sebelum pemeriksaan berdasarkan pasal 227 KUHAP. Faktanya, undangan klarifikasi ini diterima oleh pemuda adat Poco Leok  kurang dari 3 (tiga) hari sebelum pemeriksaan.

Yulianto Behar Nggali Mara, kuasa hukum pemuda adat Poco Leok lainnya menduga upaya Polres Manggarai memberikan undangan klarifikasi dan panggilan sebagai saksi kepada pemuda adat Poco Leok merupakan upaya pembungkaman Masyarakat Adat Poco Leok yang saat ini sedang berjuang menolak pembangunan Geothermal di wilayah adatnya.

“Apa yang dilakukan pemuda adat Poco Leok dalam rangka mempertahankan ruang hidupnya, menjaga wilayah adatnya,” tandasnya.

Sudah Berulang Dikriminalisasi

Yulianto yang juga staf Divisi Hukum dan Advokasi Kebijakan Jaringan Advokasi Anti Tambang (JATAM) menyatakan pemanggilan Polres Manggarai kepada pemuda adat Poco Leok merupakan kriminalisasi.  Yulianto mengungkap kriminalisasi kepada Masyarakat Adat Poco Leok bukan pertama ini terjadi, artinya sudah berulang.

Yulianto menyebut kriminalisasi kepada Masyarakat Adat Poco Leok pernah terjadi pada tahun 2023. Saat itu, Masyarakat Adat Poco Leok melakukan penolakan atas pembangunan Geothermal di Poco Leok.  Dikatakannya, kriminalisasi berulang kepada Masyarakat Adat Poco Leok menunjukkan Polres Manggarai tidak memahami posisinya sebagai penegak hukum yang seharusnya memberikan perlindungan dan pengayoman kepada warga negara, sebagaimana mandat Undang-Undang Kepolisian Negara Republik Indonesia No 2 Tahun 2002.

“Polisi itu tugasnya melindungi dan mengayomi masyarakat, bukan sebaliknya mengkriminalisasi masyarakat,” ujarnya. 

Urgensi Mengadu Komnas HAM

Ermelina Singereta, kuasa hukum lainnya sangat menyayangkan upaya Polres Manggarai menindaklanjuti  laporan dari Pemerintah Kabupaten Manggarai yang sebenarnya bukan ranah pidana. Menurutnya, ini menunjukkan ketidakpekaan Polres Manggarai atas perjuangan Masyarakat Adat Poco Leok, khususnya kaum perempuan dalam rangka mempertahankan wilayah adat yang menjadi sumber mata pencaharian sekaligus identitas dan budayanya.

Ermelina menyatakan kami mengadukan kasus kriminalisasi pemuda adat Poco Leok ke Komnas HAM urgensinya supaya Komnas HAM menjalankan mandatnya memberikan perlindungan HAM kepada pemuda adat Poco Leok yang saat ini mengalami kriminalsasi.

Ermelina menyebut dalam pengaduan ini, kami memohon kepada Komnas HAM untuk segera meminta keterangan Polres Manggarai terkait kriminalisasi kepada pemuda adat Poco Leok. Kemudian, menerbitkan surat perlindungan hukum kepada pemuda adat Poco Leok sebagai pejuang HAM yang layak mendapatkan perlindungan hukum.

Terakhir, Komnas HAM memberikan rekomendasi kepada Kapolri, Kapolda Nusa Tenggara Timur, dan Kapolres Manggarai agar menghentikan kriminalisasi kepada pemuda adat Poco Leok dan memberikan perlindungan kepada Masyarakat Adat Poco Leok yang menolak pembangunan Pembangkit Listrik Geothermal di Poco Leok dalam rangka mempertahankan wilayah adat.

Writer : Infokom AMAN | Jakarta
Tag : Geothermal Pocoleok