.jpeg)
Masyarakat Adat di Lombok Merayakan Lebaran Topat
08 April 2025 Berita Mohamad HajaziOleh Mohamad Hajazi
Masyarakat Adat di Lombok, Nusa Tenggara Barat merayakan Lebaran Topat dengan suka cita pada Senin, 7 April 2025.
Tradisi yang dilaksanakan satu minggu setelah Hari Raya Idul Fitri, tepatnya tanggal delapan Syawal kalender Hijriyah, merupakan bentuk syukur masyarakat atas berakhirnya puasa sunah enam hari di bulan Syawal. Tradisi ini tidak hanya mengandung nilai spritual, namun Lebaran Topat menjadi sebuah budaya luhur yang memadukan antara nilai spritual, kuliner, dan kebersamaan.
Janaedi selaku Pemangku Adat Sembalun menyebut Lebaran Topat ini biasa disebut Lebaran Kiyai karena lebaran ini dilaksanakan secara adat oleh para Kiyai yang sudah melaksanakan puasa enam hari di bulan Syawal ( kalender Hijriyah) sebagai bentuk tanggung jawab spritual kepada Sang Pencipta.
“Lebaran Topat ini sebagai bentuk penyatuan antara nilai-nilai Ketuhanan dengan alam,” terang Janaedi disela perayaan Lebaran Topat di Desa Sembalun Bumbung, Kecamatan Sembalun, Kabupaten Lombok Timur, Senin (7/4/2025).
Dikatakannya, Lebaran Topat atau Lebaran Kiyai ini sudah berlangsung sejak Islam masuk ke tanah adat Sembalun. Di Lebaran Topat ini, imbuhnya, Kiyai bertugas menjadi petugas adat yang dibentuk secara turun temurun dalam kehidupan Masyarakat Adat. Hal ini sekaligus sebagai simbol pertanggungjawaban Kiyai secara spritual untuk mendoakan kebaikan bagi seluruh Masyarakat Adat. Karena itu, di hari Lebaran Topat ini masyarakat menyuguhkan berbagai hidangan terbaik untuk para Kiyai, salah satunya ketupat.
Topat atau dalam bahasa indonesia disebut ketupat. Dokumentasi AMAN
Filosofi Ketupat
Ketua Komunitas Masyarakat Adat Segale Anyar Paer Pujut, Lalu Kesumajayadi menjelaskan pada perayaan Lebaran Topat ini ketupat menjadi simbol yang memiliki makna filosofi religius, budaya, dan sosial yang kental. Dalam bahasa sasak, ketupat disebut Topat.
"Ketupat menjadi simbol kesucian, pengampunan, dan kebersamaan di Lebaran Topat,” ungkapnya.
Kesumajayadi menambahkan anyaman ketupat yang terbuat dari pelepah daun kelapa muda melambangkan kehidupan yang rumit, namun isinya nasi mencerminkan hati yang bersih setelah puasa Ramadhan dan Syawal.
Kesumajayadi juga menerangkan dalam perayaannya, tradisi Lebaran Topat biasanya diawali dengan zikir dan doa bersama. Tradisi ini dilaksanakan di mushola, masjid, makam leluhur dan rumah-rumah warga yang berhajat untuk meminta keberkahan di Lebaran Topat.
Amat dari komunitas Masyarakat Adat Sengkol mengakui ada suasana yang berbeda pada perayaan Lebaran Topat kali ini. Pria berusia 45 tahun ini merasakan di Lebaran Topat kali ini lebih banyak diisi dengan kegiatan yang menyatu dengan Tuhan.
"Biasanya di setiap perayaan Lebaran Topat, masyarakat mengisinya dengan rekreasi dan makan-makan. Namun, kali ini lebih banyak menyatu dengan Tuhan melalui syukur atas hasil bumi yang berlimpah. Semoga alam selalu selaras dengan kehidupan,” tutupnya.
***
Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat dari Nusa Tenggara Barat