Oleh  Arnol Prima Burara

Sebanyak 23 perwakilan sekolah adat dan calon sekolah adat dari beberapa wilayah adat Toraya mengikuti kegiatan “Training Fasilitator Sekolah Adat Toraya” yang dilaksanakan oleh Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) di wilayah adat Nanggala Lembang, Desa Nanggala, Kecamatan Nanggala, Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan pada 24-26 Maret 2025.

Kegiatan yang berlangsung selama tiga hari ini bertujuan untuk melatih para fasilitator sekolah adat di setiap wilayah adat dalam mendirikan,  mengembangkan sekolah adat di daerah masing-masing demi keberlangsungan hidup Masyarakat Adat.

Tiga orang fasilitator dari Region Sulawesi bertindak sebagai pemateri dalam pelatihan ini. Mereka adalah Tridianus Kala’Lembang Pongmanapa’, Romba’ Marannu Sombolinggi’, dan Riston Aleksander Bangri’. Ketiganya merupakan fasilitator yang diberi tugas dalam mensosialisasikan dan mendorong pendirian sekolah adat di region Sulawesi.

Ketiga fasilitator ini menyajikan materi dasar dalam membangun dan menjalankan sekolah adat. Penyajian materi diselingi dengan berbagai permainan tradisional dari daerah masing-masing peserta sehingga membuat suasana pelatihan menjadi hidup.

Ketua Pelaksana Harian AMAN Daerah Toraya Romba’ Marannu Sombolinggi’ menerangkan kegiatan pelatihan fasilitator sekolah adat ini mengambil tema “Menguatkan gerakan pendidikan adat yang mendukung tercapainya kedaulatan, kemandirian, dan martabat Masyarakat Adat”.

Romba’ Marannu mengatakan tema ini diambil mengingat sekolah adat merupakan salah satu solusi dalam mempertahankan eksistensi adat dan budaya yang terus menerus di gerus oleh zaman. Karena itu, pendidikan adat perlu diperkuat.  

Romba menambahkan sekolah adat juga solusi dalam membekali anak-anak kita untuk mengenali budayanya, mengenali sejarahnya dan mengenali segala bentuk kearifan lokal yang ada. Dikatakannya, saat ini anak-anak kita sudah perlahan-lahan melupakan sejarah serta adat dan budaya mereka sendiri.

“Ketika generasi kita sudah melupakan itu, maka mereka akan kehilangan jati diri dan karakternya. Apabila hal ini dibiarkan maka tidak menutup kemungkinan adat, budaya serta segala bentuk kearifan local kita akan lenyap,” kata Romba’ Marannu Sombolinggi’ dalam sambutannya di acara pelatihan fasilitator sekolah adat Toraya.

Romba’ menjelaskan keruntuhan suatu bangsa atau kaum adalah karena mereka melupakan tentang sejarahnya, terputus dengan segala bentuk tradisi leluhur yang ada. Kemudian, dengan adanya kemajuan teknolgi dan pendidikan memberi kesan mempelajari tentang adat dan budaya dianggap ketinggalan zaman atau primitive.  

“Ini salah satu strategi kaum kapitalis dalam menjajah dan meruntuhkan suatu kaum atau bangsa yakni mengaburkan dan menghancurkan bukti-bukti sejarah, putuskan hubungan mereka dengan budaya tradisi yang datangnya dari leluhur bangsanya sendiri dengan mengatakan leluhur itu bodoh dan primitif, kafir dan musyrik, nah

“Hal ini sudah banyak terjadi sekarang, khususnya di Toraja. Inilah yang menjadi dasar kita mendirikan sekolah adat di berbagai wilayah adat Toraja,” jelasnya.

Dalam kesempatan ini, Romba’ Marannu mendorong peserta pelatihan fasilitator untuk bekerja secara maksimal nantinya usai pelatihan, sesuai dengan Rencana Tindak Lanjut (RTL) yang akan disusun di akhir pertemuan.

Pelatihan Fasilitator Sekolah Adat Toraya. Dokumentasi AMAN

Sekolah Adat Dibutuhkan

Jhon Subrorto Rapi, salah seorang peserta pelatihan dari wilayah adat Mappa menyatakan bersyukur bisa ikut dalam kegiatan pelatihan fasilitator sekolah adat ini. Menurutnya, pelatihan sekolah adat ini sangat bermanfaat sekali bagi mereka.

“Sekolah adat sangat dibutuhkan sekarang ini, karenanya pelatihan seperti ini perlu terus dilaksanakan untuk membekali para fasilitator dalam mengembangkan sekolah adat di daerahnya,” kata Jhon Subrorto Rapi usai mengikuti pelatihan.  

Dikatakannya, keberadaan sekolah adat sangat penting untuk menjawab keresahan Masyarakat Adat  yang khawatir adat dan budaya leluhur akan kehilangan maknanya seiring perkembangan zaman.

Jhon Subrorto mengambil contoh baju adat dan tarian tradisional yang sudah mengalami banyak pergeseran makna dan nilai karena terlalu banyak modernisasi di dalamnya.

“Semua ini terjadi akibat banyak yang tidak tahu makna dibalik tradisi leluhur tersebut,” ujarnya.

***

Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat dari Toraya, Sulawesi Selatan

Writer : Arnold Prima Burara | Toraya, Sulawesi Selatan
Tag : AMAN Toraya Menggelar Pelatihan Fasilitator Sekolah Adat