.jpeg)
Ribuan Masyarakat Adat di Pulau Enggano Terancam Terisolir
10 April 2025 Berita Muhammad AlfathOleh Muhammad Alfath
Sebanyak 4.000 orang Masyarakat Adat di pulau Enggano, Provinsi Bengkulu mengeluhkan lambannya upaya pemerintah dalam menangani ketiadaaan transportasi kapal yang sudah berlangsung selama dua pekan ini.
Akibatnya, Masyarakat Adat di pulau Enggano terancam terisolir. Kebutuhan bahan pokok, pasokan Bahan Bakar Minyak (BBM) dan pengiriman hasil panen pertanian jadi tersendat karena tidak ada transportrasi.
Ketua Pelaksana Harian Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Daerah Enggano, Mulyadi Kauno mengatakan kondisi Masyarakat Adat di pulau Enggano saat ini sangat memprihatinkan. Masyarakatnya tidak bisa kemana-mana, sementara kebutuhan bahan pokok semakin menipis akibat tidak ada alat transportasi yang menghubungkan Masyarakat Adat di pulau Enggano dengan daerah lain.
“Kondisinya sudah mengkhawatirkan, pemerintah harus cepat mengantisipasi permasalahan transportasi di pulau Enggano ini,” kata Mulyadi pada Selasa, 9 April 2025.
Milson Kaitora selaku Pimpinan Kepala Suku di Enggano menambahkan berhentinya akses transportasi kapal laut di pulau Enggano menunjukkan kinerja dari Pemerintah Daerah sangat lamban. Padahal, pelabuhan di pulau Baai yang selama ini menjadi tempat berkumpulnya kapal untuk tujuan ke pulau Enggano sudah mengalami pendangkalan.
"Apa kerja dari Pemerintah Daerah selama ini. Pelabuhan dangkal, dampaknya sudah meluas kemana-mana, tapi tenang-tenang saja. Tidak ada reaksi, ini tidak boleh dibiarkan karena kami orang-orang di pulau yang merasakan dampaknya," tegas Milson.
Harga Bahan Pokok Mulai Naik
Perempuan Adat dari pulau Enggano Windi Aprilia mengeluh harga bahan-bahan pokok mulai melonjak naik akibat dampak dari tidak adanya transportasi ke pulau Enggano. Diakuinya, para ibu rumah tangga sangat gelisah dengan kondisi ini.
"Bagaimana tidak gelisah, bawang sudah naik Rp 70.000 sekilo, minyak goreng sudah sampai Rp 26.000. Kalau telur sudah tidak ada lagi yang jual di warung," katanya.
Windi khawatir jika kondisi ini berlanjut hingga satu bulan, maka akan menjadi masalah serius bagi para ibu rumah tangga di pulau Enggano.
Tidak hanya kebutuhan bahan pokok yang jadi permasalahan di pulau Enggano. Menjelang masuk sekolah pasca libur Hari Raya idul Fitri, banyak siswa dan guru di beberapa sekolah yang tidak bisa kembali ke pulau Enggano karena tidak ada alat transportasi. Mereka sedang berada di Kota Bengkulu.
Termasuk, beberapa siswa yang akan mengikuti tes Paskibraka pada 14 April 2025, juga terancam gagal untuk mengikuti ujian karena tidak bisa berangkat ke pulau Enggano akibat tidak ada transportasi.
Sebaliknya, beberapa orang mahasiswa di pulau Enggano tidak bisa pergi ke Bengkulu untuk mengikuti perkuliahan.
"Saya mestinya 8 April kemarin masuk kuliah untuk menyelesaikan skripsi. Tapi gagal karena tidak ada transportasi berangkat ke Bengkulu,” terang Sonia Agustin, mahasiswi Politeknik Kesehatan Bengkulu sembari memohon bantuan pemerintah agar cepat mengatasi permasalahan transportasi di pulau Enggano.
AMAN Desak Pemerintah Cepat Atasi Transportasi di pulau Enggano
Ketua Pelaksana Harian AMAN Wilayah Bengkulu Fahmi Arisandi mendesak pemerintah daerah agar bertindak cepat dalam mengatasi permasalahan transportasi di pulau Enggano. Dikatakannya, sudah hampir 10 tahun Masyarakat Adat di pulau Enggano merasakan dampak dari permasalahan ketersediaan kapal angkut. Transportasi penerbangan juga sangat minim. belum mencukupi kebutuhan penumpang di pulau Enggano.
“Permasalahan ini sudah terjadi sejak 10 tahun terakhir ini. Bagi Masyarakat Adat di pulau Enggano, ini permasalahan serius. Pemerintah harus bertindak cepat mengatasi masalah transportasi ini,” kata Fahmi.
Dikatakannya, proses pengerukan alur pelabuhan di pulau Baai yang kini sedang dikerjakan oleh pemerintah seharusnya didukung dengan upaya mitigasi bagi kelangsungan hidup Masyarakat Adat yang ada di pulau Enggano.
Menurutnya, ditengah tidak ada kepastian kapan jadwal selesainya pengerukan alur pelabuhan di pulau Baai yang berakibat pada berhentinya aktivitas kapal ke pulau Enggano, pemerintah harus pikirkan rencana mitigasi.
Fahmi menambahkan kalau hal tersebut tidak dilakukan, maka akan mengancam kelangsungan hidup Masyarakat Adat di pulau Enggano. Sebab, untuk kebutuhan bahan pokok, pasokan BBM, pengiriman hasil panen, layanan pendidikan dan kesehatan di pulau Enggano masih mengandalkan pada layanan transportasi kapal.
"Ada ribuan orang di pulau Enggano saat ini prihatin hidupnya. Masyarakat Adat di pulau itu terancam terisolir karena tidak bisa kemana-mana akibat tidak ada layanan transportasi," pungkasnya.
***
Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat dari Bengkulu