
Masyarakat Adat Enggros Papua Beralih Budidaya Ikan Nila Saat Diterpa Perubahan Iklim
02 September 2025 Berita Nesta MakubaOleh Nesta Makuba
Masyarakat Adat Enggros di Kota Jayapura Papua, yang selama ini dikenal sebagai penjaga hutan mangrove, mulai membudidayakan ikan nila—jenis ikan air tawar—di perairan laut Teluk Youtefa.
Fenomena ini berawal dari kondisi lingkungan yang cepat berubah akibat naiknya suhu, meningkatnya kadar garam, serta berkurangnya hasil tangkapan ikan laut yang biasa menjadi sumber pangan utama Masyarakat Adat.
Demi menjaga ketahanan pangan keluarga, Masyarakat Adat Enggros melakukan inovasi dengan mencoba memelihara ikan nila di keramba yang ditempatkan langsung di laut.
Petronela Meraudje dari Perempuan AMAN Jayapura menceritakan ikan nila yang biasanya hidup di air tawar ternyata mampu bertahan hidup, bahkan tumbuh di lingkungan air payau hingga asin. Hasil uji coba yang dilakukan beberapa bulan terakhir menunjukkan pertumbuhan ikan nila cukup baik, bahkan dianggap bisa menjadi alternatif penghasilan baru bagi Masyarakat Adat di kampung Enggros, Distrik Abepura, Kota Jayapura, Papua.
“Kami kaget juga, ternyata ikan nila bisa hidup di laut. Dulu, kami hanya tahu nila ada di Danau atau kolam. Tapi karena perubahan iklim, ikan-ikan di laut makin susah didapat, jadi Masyarakat Adat mencoba cara baru ini, ternyata berhasil,” ungkap Petronela Meraudje pada 20 Juli 2025.
Adaptasi Dengan Perubahan Iklim
Petronela merupakan satu-satunya tokoh perempuan yang mendorong hutan mangrove di Kawasan Taman Wisata Alam Teluk Youtefa Hamadi. Namun ditengah perubahan cuaca yang tidak menentu ini, ia mendukung dilakukannya budidaya ikan nila di Teluk Youtefa.
Menurutnya, upaya ini sekaligus menunjukkan bagaimana kearifan lokal berpadu dengan adaptasi terhadap perubahan iklim. Masyarakat Adat Enggros memanfaatkan pengetahuan lingkungan yang mereka miliki untuk mencari solusi di tengah tantangan ekologi.
“Langkah ini penting sebagai bentuk adaptasi berbasis komunitas. Jika berhasil dikembangkan, budidaya nila di laut bisa menjadi model inovasi pangan bagi Masyarakat Adat pesisir lainnya yang terdampak perubahan iklim,” sebutnya
Seppy Hanasbey, tokoh Masyarakat Adat dari kampung Enggros menyatakan saat ini sebagian besar Masyarakat Adat Enggros telah membudidayakan ikan nila sebagai sumber penghasilan mereka. Budidaya nila ini dilakukan karena perubahan siklus air asin dan air payau di kawasan Teluk Youtefa sangat luas.
“Sekarang sudah banyak yang memelihara ikan nila, dulu tidak ada. Bagus juga untuk keberlanjutan ekonomi,” terangnya sembari mengaku kaget dengan fenomena budidaya ikan nila ini.
Budidaya ikan nila di keramba air laut. Dokumentasi AMAN
Ikan Nila Miliki Kemampuan Adaptasi
Ikan nila salin atau yang sering disebut juga dengan ikan nila air asin merupakan salah satu jenis ikan unggulan yang mampu hidup dalam air dengan kadar garam yang tinggi. Ikan ini memiliki kemampuan adaptasi yang luar biasa, memungkinkan untuk hidup di lingkungan dengan perbedaan salinitas yang ekstrem.
Ikan nila salin memiliki ciri-ciri tubuh yang mirip dengan ikan nila pada umumnya. Namun, ikan nila ini memiliki adaptasi khusus untuk hidup di air dengan kadar garam yang tinggi. Ikan ini memiliki sisik yang lebih tebal dan kuat, serta sisiknya berfungsi sebagai pelindung tubuh dari kehilangan air dan serangan organisme patogen.
Teluk Youtefa sendiri merupakan kawasan konservasi dengan ekosistem mangrove yang luas. Upaya Masyarakat Adat Enggros menjaga laut sekaligus berinovasi dalam budidaya ikan nila menjadi bukti bahwa Masyarakat Adat berada di garda terdepan dalam menghadapi dampak perubahan iklim.
***
Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat dari Jayapura, Papua