Oleh Arman Seli

Mebune adalah sapaan akrab Noti, dalam kebiasaan orang pu’u ntana jika seseorang sudah menikah dan memiliki anak maka tidak boleh  memanggil nama orang tersebut. Bune adalah salah satu anaknya Noti,  awalan Me dalam penuturan bahasa kaili unde di Pu’u ntana bisa diartikan  Bapak. Jika digabungkan antara Me dan Bune (Mebune) berarti Bapaknya Bune.  Dirinya adalah seorang totua pemimpin ritual dan penjaga tadisi padi ladang kini usianya sudah mencapai 80 tahun ia memiliki keahlian dalam padi ladang atau dalam bahasa setempat disebut dengan Subo Mpunde atau Subo Nupunde.

Proses Penanaman hingga panen Padi ladang memiliki berbagai ritual termasuk juga musim tanam berdasarkan bulan dan bintang dilangit yang dipercaya sebagai waktu yang tepat untuk menanam padi ladang. Mebune memiliki keahlian dalam ilmu perbintangan. Bukan dalam hal menanam padi ladang tetapi juga menanam tanaman lainnya termasuk juga saat membangun rumah

Pu’untana atau Puntana sebuah satuan mukim di Desa Powelua, Kecamatan Banawa Tengah, Kabupaten Donggala. Orang Pu’untana adalah  Suku Kaili Sub-etnis Unde.   Orang Puntana juga mengidentifikasi dirinya sebagai Masyarakat Adat Nggolo (To Ri Nggolo)  Sebagaimana  pengakuan  Mebune Totua Adat di Puntana  bahwa orang tua mereka berasal  satuan mukim Bolonggima dalam Wilayah Adat  Nggolo.  Sementara orang-orang Bolonggima kini banyak mendiami lingkungan Salena, Kelurahan Buluri, Kecamatan Ulujadi, Kota Palu. Kebiasaan berladang secara tradisonal membuat kelompok masyarakat ini, seringkali berpindah-pindah. Masih.  mengutip pernyataan Noti bahwa Pu’u Ntana jadi pemukiman sudah ada sejak ratusan tahun lalu. “Nasaemo Totua Neto’o Se’i, Maghiamo satu Mpundena” (Sudah lama orang tua mendiami tempat ini, sekitar seratus tahun yang lalu).Tutur Mebune

 Hal ini juga dibuktikan oleh sebuah makam keramat (Dayo Madika Langa) yang diakui sebagai totua adat pada masa itu. Mebune banyak mengambil peran dalam keberlangsungan hidup orang puntana dalam berladang, dirinya memiliki pengetahuan lokal dalam hal padi ladang mulai dari membuka lahan, waktu tanam dan saat panen dalam bahasa setempat disebut subo mpunde. Selain memiliki keahlian dalam hal padi ladang ia juga bisa mengobati orang sakit (notavui), selanjutnya jika mebune memilih pindah tempat bermukim maka orang puntana lainnya akan mengikutinya karena ia dianggap masih memiliki tanda-tanda alam, Tindakan dan keputusan yang diambil Mebune dipercaya adalah petunjuk dari leluhur. 

Padi ladang atau Punde dalam bahasa setempat  menjadi salah satu sumber pangan  orang Puntana, Seperti yang terlihat di lumbung (logo) berbagai jenis dan varietas padi ladang  masih tersusun rapi  di pondok kecil itu. Dalam diskusi BPAN nggolo dengan Mebune di tahun 2020 bahwa beras yang berasal dari padi ladang  memiliki beberapa pantangan salah satunya tidak boleh diperjualbelikan. Kemudian tidak setiap saat dikonsumsi karena  ada singkong, keladi, jagung dan lainnya. Punde sebagai   cadangan pangan, biasanya di konsumsi jika ada tamu-tamu yang dianggap penting dari luar pemukiman. Menurut  Mebune bahwa mereka  menanam dua jenis padi ladang yaitu Ketan (Koyo) dan Pulut (Pulu). Varietasnya juga bermacam-macam Seperti patirangga, tomai, sikuru batu dan masih banyak lainnya. Menurutnya  ketika menanam padi ladang ada hal-hal yang harus dilakukan, mulai dari membuka lahan (nantalu) hingga Panen (Nokato). Kemudian setiap kepala keluarga wajib menanam padi ladang, karena dalam mitologi orang puntana bahwa punde adalah saudara kandung manusia. Sehingga siapapun yang selalu menanam padi ladang adalah bagian dari menjaga hubungan manusia dengan padi ladang.  Orang puntana percaya  secara turun temurun  bahwa punde berasal dari tujuh orang bersaudara.Punde adalah yatim piatu, ketika pamannya membuka ladang, ia pergi ke ladang yang telah dibuka oleh pamannya. Selanjutnya ia menggulingkan badannya diladang tersebut dan akhirnya menjadi Padi. Bagi totua adat yang memiliki kemampuan spiritual (Nabalia), saat panen padi ladang mereka melihat ada darah yang keluar hal itu diyakini bahwa Punde juga memiliki jiwa layaknya manusia. Dalam satu cerita dikisahkan bahwa orang yang nabalia tidak mau memakan nasi yang bersumber dari pada ladang, karena bisa melihat bahkan mendengar  suara padi ladang ditumbuk  di lesung berteriak menyerupai suara manusia.

Mebune sudah menjadi Subo Mpude sekitar 50 tahun terakhir, itupun menurutnya sejak ia kecil sudah terbiasa mengikuti orang tuanya menanam hingga panen padi ladang. juga mengatakan adapun nama-nama syair (Dade) yang dilantunkan dalam nyanyian semalam suntuk (Balia) adalah Njalisa, Roya, Sebone Ndate, Sebone Mbuku, Ndue, Eja, Kamai, Namo, dan Mpanamo.“Syair-syair balia juga memiliki makna mengucap syukur dan meminta agar panen selalu diberikan hasil yang melimpah,” terang Mebune dalam bahasa setempat.

Lebih lanjut, Mebune menjelaskan dalam rangkaian ucapan syukur pada Sang Pencipta atau pesta panen diwajibkan semua kepala keluarga yang memiliki padi ladang agar menyiapkan ayam dan perlengkapan syukuran (Sompo). Sompo terdiri dari dulang, parang, piring putih dan sirih, pinang, kapur atau disebut dengan sambulu gana. “Ayam sebagai wadah untuk memohon kepada Maha Pencipta agar selalu diberikan kebaikan. Dalam melihat hati ayam ini masyarakat Puntana menyebut dengan Nompepoyu. Kemudian pantangan dalam menanam hingga panen, bahkan keseharian dalam kehidupan sosial tidak boleh mengucapkan nama-nama hewanseperti kerbau putih dalam bahasa kaili.

Padi Ladang di Puntana

Penting untuk diketahui proses menanam hingga panen (nompaliu) padi ladang  Awalnya yang harus dilakukan oleh peladang adalah membuka lahan (nantalu). Setelah nantalu maka membersihkan sisa-sisa kayu yang ada dalam lahan (nompadu kayu) dalam proses ini juga ada ritual adat yang dilakukan disebut (nolopi). Selain nompadu kayu, tahap berikutnya Nounju dan Nompaliu juga dilakukan Nolopi. Proses ini sebanyak tiga kali sejak awal membuka lahan hingga panen padi ladang. Kemudian  menanam padi ladang yang disebut Notuja atau Nantilovu. Selanjutnya membersihkan lahan yang sudah ditanami  (Nevavo). Selanjutnya  Nombarea adalah proses panen dari ladang dan dipindahkan ke lumbung  (logo) dan terakhir  perayaan panen (Nompaliu). Padi ladang medi Puntana ada Pulut (Pulu) dengan varietas sikuru batu, ntomai, tinggaloko, pulugguni, tolebana. Selanjutnya jenis Ketan (Koyo) dengan varietas Njoili, patirangga, togadera.

Bahasa Maya

Saat proses  menanam padi ladang akan diawali oleh Mebune (nantilovu) dengan bermohon kepada leluhur dan Sang Pencipta agar diberikan hasil yang baik  selanjutnya diikuti oleh para peladang lainnya. Padi ladang memiliki berbagai keunikkan, bukan hanya soal rasa akan tetapi ada yang menarik yaitu bahasa panen padi ladang. Orang Puntana menyebut panen dalam bahasa lokal Nokato. Adapun bahasa yang digunakan adalah bahasa Maya atau disebut (Mpopali) dan (Mpokato) tetapi pada dasarnya sama yaitu bahasa yang digunakan di saat memanen padi ladang. Mebune sangat fasih dalam bahasa maya bahkan orang-orang puntana banyak belajar darinya.Berikut beberapa kosa kata dalam bahasa maya; Panen (Nokato),Memetik bulir padi (Nompundu), Bakul (Do’i), Padi ladang (Punde), Gubuk (Obo), Air (Bisa), Lesung (Dantoko), Alu (Ntomaleongu), Memasak (Modampu), Makan (Manji’o), Sarung (Ronto), Menyirih (Nomongo), Jagung (Pose), Lantai (Daula), Mengantuk (Pompeno), Tidur (Mompiriimo), Kapur (Kayavu), Pinang (Mongo), Tembakau (Tosado), Kelapa (Todoli). Menurut Mebune masih banyak kosa kata dalam bahasa panen padi ladang, adapun contoh penggunaan kalimat dalam bahasa maya adalah Peteda riobo (masuk kerumah) biasa digunakan untuk mengajak seseorang masuk ke dalam rumah. Bahkan menyapa seseorang atau sekelompok orang dan mengajaknya untuk singgah di rumah. Kemudian kamai manji’o (mari makan) seringkali digunakan untuk mengajak orang atau sekelompok orang untuk makan bersama.

Struktur Ruang di Puntana

Selanjutnya di Puntana juga memiliki struktur ruang, seperti; Pangale: hutan yang tidak diolah/belum pernah diolah oleh masyarakat. Tinalu: kebun yang di dalamnya berbagai tanaman jangka pendek, menengah dan jangka panjang.  Bonde: kebun yang di dalamnya ada tanaman jangka pendek, hampir sama dengan tinalu. tetapi bonde sebagian besar berukuran kecil., Mpakamangi: lahan yang dibersihkan dengan tujuan akan dijadikan kebun, tetapi pada akhirnya tidak bisa diteruskan karena ada tanda-tanda tertentu yang mengakibatkan yang membuka lahan akan sial/sakit apabila meneruskan lahan tersebut untuk menjadi kebun. Ova: bekas lahan yang pernah diolah dan sudah ditumbuhi oleh kayu dan tanaman liar. Ombo: penghentian sementara dengan batas waktu tertentu untuk mengelola sumber daya alam.Mebune adalah sosok inspiratif dalam menjaga tradisi berladang di Puntana, dirinya banyak memiliki pengetahuan lokal karena sejak kecil mebune mengikuti orang tuanya yang juga berladang. Tradisi Padi ladang sejak lama sudah ada di Puntana. 

Orang-orang Puntana juga percaya bahwa mebune adalah sosok yang dikehendaki oleh leluhur untuk menjadi pemimpin dalam berladang selain usianya lebih tua dari yang lain dirinya juga sudah memiliki perjalanan panjang dalam berladang. Dalam Mitologi orang puntana bahwa padi ladang bersaudara dengan manusia.  Orang yang memiliki keahlian dalam padi ladang disebut Subo Mpunde. Selain ahli dalam menentukan waktu tanam hingga panen, Mebune juga memiliki kemampuan mengobati orang yang sakit. Jika membune pindah rumah dari satu tempat ke tempat yang lain di sekitar wilayah Puntana maka penduduk yang lain akan mengikuti, karena mebune dianggap memiliki kemampuan dalam menentukan tempat bermukin hal itu berdasarkan petunjuk dari leluhur orang puntana.

***

Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat di Sulawesi Tengah

Writer : Arman Seli | Sulawesi Tengah
Tag : Krisis Iklim The Answer Is Us