Oleh Nesta Makuba dan Tim Infokom AMAN

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menegaskan mantan Presiden Republik Indonesia Soeharto tidak layak untuk disebut sebagai pahlawan nasional. Tidak ada parameter yang cukup untuk mengangkat Soeharto menjadi pahlawan nasional. Justru, Soeharto banyak merugikan Masyarakat Adat.

Atas dasar itu, AMAN menolak pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto sebab selama 32 tahun berkuasa, kebijakan mertua Presiden Prabowo Subianto tersebut telah membuat Masyarakat Adat menderita dan sengsara.

Ketua Pelaksana Harian AMAN Wilayah Nusa Bunga Maximilianus Herson Loi menyebut sejumlah kebijakan Soeharto yang merugikan Masyarakat Adat, diantaranya UU Pokok Kehutanan Nomor 5 tahun 1967, UU Pokok Pertambangan Nomor 11 tahun 1967, UU Penanaman Modal Asing Nomor 1 tahun 1967 serta UU Desa Nomor 5 tahun 1979.

“Semua kebijakan Soeharto ini telah merugikan Masyarakat Adat. Tidak pantas gelar pahlawan nasional diberikan kepadanya,” kata Herson Loi dalam keterangannya pada Senin, 10 November 2025.

Presiden Prabowo Subianto resmi menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada sepuluh tokoh, termasuk Soeharto pada peringatan Hari Pahlawan Nasional di Istana Negara, Jakarta pada Senin, 10 November 2025.

Prabowo menyerahkan langsung gelar pahlawan nasional itu ke para ahli waris. Selain Soeharto, gelar pahlawan nasional juga diberikan kepada Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Kemudian, ada pula tokoh buruh Marsinah hingga tokoh militer Sarwo Edhie Wibowo.

Menurut Herson Loi, pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto tidak tepat dan sangat melukai Masyarakat Adat.

“Kami menolak Suharto diberi gelar pahlawan nasional. Dia telah melegalisasi perampasan hak Masyarakat Adat,” cetusnya.

Dikatakannya, alih-alih untuk mempercepat kemajuan dan pembangunan nasional, tanah Masyarakat Adat dirampas.  Herson mencontohkan di Manggarai dan beberapa daerah lainnya di Flores - Nusa Tenggara Timur, tak sedikit tanah milik Masyarakat Adat yang ditetapkan menjadi kawasan hutan negara, dijadikan lokasi tambang dan berbagi konflik agraria lainnya.

Menurutnya, Hak Asasi Manusia di zaman Soeharto berkuasa telah dikebiri. Ruang partisipasi publik ditutup. Masyarakat yang protes dituduh melawan pembangunan. Intimidasi dan kriminalisasi pun terjadi bahkan ada yang hilang nyawa.

“Ini fakta sejarah yang walau tak terungkap, namun terjadi dan melekat dalam ingatan masyarakat Adat,” ungkapnya.

Ketua Pelaksanaan Harian AMAN Wilayah Nusa Bunga sedang berorasi dalam aksi bersama Masyarakat Adat Ngkiong dan Lawi. Dokumentasi AMAN

Harus Obyektif Dalam Menilai Sejarah

Hal senada disampaikan Ketua Pelaksana Harian AMAN Daerah Jayapura Benhur Wally bahwa pemberian gelar pahlawan tidak boleh dilakukan secara serampangan tanpa mempertimbangkan rekam jejak sejarah seseorang.

“Kita harus objektif dan adil dalam menilai sejarah. Banyak luka dan penderitaan Masyarakat Adat, aktivis, dan rakyat kecil yang terjadi pada masa Orde Baru. Luka itu belum benar-benar sembuh,” kata Benhur Wally pada Senin, 10 November 2025.

Benhur menambahkan bagi Masyarakat Adat Papua, masa pemerintahan Soeharto meninggalkan trauma yang mendalam akibat berbagai operasi militer dan kebijakan yang tidak berpihak pada hak-hak Masyarakat Adat. Karena itu, Ia menilai wajar jika muncul penolakan terhadap pemberian gelar pahlawan kepada sosok yang dianggap memiliki catatan pelanggaran HAM.

“Kita tidak menolak jasa beliau dalam pembangunan nasional, tapi harus jujur juga melihat sisi gelap sejarah. Memberikan gelar pahlawan berarti menempatkan seseorang sebagai teladan moral dan kemanusiaan — dan itu perlu dikaji dengan hati-hati,” tambahnya.

Benhur yang kini duduk sebagai anggota DPR Propinsi Papua mengkritisi cara pemerintah memberikan gelar pahlawan nasional kepada Soeharto tanpa mendengarkan suara korban dan Masyarakat Ada. Ia berharap proses penilaian pemberian gelar pahlawan nasional dilakukan secara transparan dan melibatkan berbagai pihak, termasuk lembaga HAM dan organisasi masyarakat sipil.

“Bangsa ini harus belajar dari masa lalu, bukan menutupinya. Pengakuan atas penderitaan masa lalu justru menjadi dasar bagi rekonsiliasi dan keadilan yang sejati,” tutupnya.

***

Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat di Papua

Writer : Nesta Makuba dan Tim Infokom AMAN | Papua
Tag : Soeharto Tidak Layak Dinobatkan Menjadi Pahlawan Nasional