Perda Perlindungan Hak Masyarakat Adat Akan Disahkan Tahun Ini 23 Januari 2014 Bolaang Mongondow. Masyarakat adat Desa Tanoyan Utara dan Desa Tanoyan Selatan Kecamatan Lolayan Kabupaten Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara (Sulut), akhirnya dapat bernafas lega setelah polemik tentang pemetaan wilayah tanah adat terjawab lewat Rapat Dengar Pendapat DPRD, Bolaang Mongondow. Dalam rapat dengar pendapat (hearing) yang dilakukan di ruang paripurna, Rabu (22/ 01) kemarin, DPRD menghadirkan dua pihak yang berselisih paham, yakni pihak yang pro pemetaan tanah adat dan pihak yang kontra. Hearing yang dilaksanakan sejak pukul 12.30 Wita hingga pukul 16.00 Wita, berlangsung alot dan sesekali diwarnai adu argumentasi tentang dasar hukum dari masing-masing pihak. Menyikapi persoalan tersebut, Pemda Bolmong dan DPRD akan membuat Peraturan Daerah (Perda) tentang pengakuan dan perlindungan masyarakat adat di Bolaang Mongondow. “Ini kesalahan kami pemerintah, sehingga kami akan membahas peraturan daerah tentang adat di Bolmong dengan melibatkan semua stakeholder yang akan kami selesaikan sebelum masa tugas selesai. Kejelasan tanah yang berada di wilayah adat tidak ada masalah sebagaimana pernyataan dari pihak BPN,” kata Yusra Alhabsyi selaku pimpinan rapat. Hal senada dikatakan Asisten 1 Bidang Hukum dan Pemerintahan Kabupaten Bolmong, Chris T Kamasaan. Menurutnya, untuk penyusunan Perda tentang pengakuan dan perlindungan masyarakat adat di Kabupaten Bolmong, akan dilaksanakan kegiatan seminar atau lokakarya tentang adat, dalam rangka penyempurnaan Perda Adat. “Sehingga apa yang berkaitan dengan penyempurnaan perda adat ini, akan terjawab. Jadi setiap tokoh masyarakat di Bolmong yang mengetahui masalah adat akan kita libatkan,” tegas Kamasaan. Selain itu, DPRD Bolmong secara lembaga kembali menegaskan penolakan terhadap kegiatan eksploitasi PT Arafura Mandiri Semangat di wilayah tanah adat tanoyan bersatu. “Apa yang menjadi keputusan ketua DPRD adalah keputusan lembaga. Ada 30 anggota DPRD Bolmong menolak PT AMS melakukan kegiatan di Desa Tanoyan Bersatu,” tandas Moh Syahrudin Mokoagow, dibenarkan oleh sejumlah anggata DPRD lainya seperti Welty Komaling, Darsudi Gali dan Faisal Ani, Frets Modeong dan Tenty Golasik. Permasalahan ini berawal dari adanya laporan tujuh oknum masyarakat adat Desa Tanoyan Utara dan Desa Tanoyan Selatan, yakni A M Bakung, S Dundo, S Makalunsenge, Wiwin Ansik, Sandi Malureng, Kasim Mokodompit dan Mansur Yakub di DPRD, yang mempersoalkan pemetaan wilayah tanah adat Tanoyan Bersatu yang dilakukan oleh Komunitas Masyarakat Adat Hulu Ongkag Tanoyan. Menurut tujuh pelapor ini, dengan adanya peta wilayah adat, akan menggugurkan hak kepemilikan mereka terhadap lahan yang mereka kuasai meskipun mereka mengantongi kard tanah dan sertifkat tanah. "Kami mempertanyakan bagaimana status tanah kami yang sudah bersertifikat kemudian masuk dalam peta wilayah tanah adat," ujar Wiwin Ansik yang mengaku pemilik lahan yang masuk dalam peta wilayah adat Pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Bolmong menegaskan, tidak ada masalah tanah yang bersertifikat kemudian masuk dalam peta wilayah tanah adat. “Tidak ada masalah tanah yang memiliki sertifikat ataun kard, masuk dalam peta wilayah adat, wilayah tanah adat tidak menggugurkan kepemilikan hak tanah yang bersertifikat,” ujar salah satu pejabat BPN Bolmong yang hadir pada hearing tersebut.***Ali Kobanda

Writer : Ali Kobanda | Jakarta