www.aman.or.id - Jakarta (26/7/2018), AMAN Wilayah Maluku bersama Pengurus Besar Angkatan Muda Gereja Protestan Maluku (PB AMGPM) menyatakan sikap yakni menolak rencana Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah untuk merelokasi masyarakat Mausu Ane. Hal itu dikatakan kedua lembaga tersebut dalam siaran persnya menyikapi pemberitaan soal meninggalnya tiga orang Mausu Ane akibat kekurangan makanan di Seram Utara, Kec. Timur Kobi, Maluku Tengah, Maluku.

Ketua AMAN Wilayah Maluku, Lenny Patty mengatakan bahwa masyarakat Mausu Ane mengalami kekurangan makanan karena adanya kebakaran hutan pada 2015 di wilayah Pertuanan Negeri Maneo Rendah di mana masyarakat ini berada. Akibatnya tanaman pangan seperti jagung dan ubi kayu habis diserang babi dan tikus.

Kebakaran tersebut melanda Pertuanan Maneo Rendah yang menghanguskan semua tanaman kayu dan bambu di hutan sekitar pemukiman mereka. Kayu dan bambu yang biasanya digunakan untuk membuat pagar untuk melindungi kebun sangat minim diperoleh, sehingga mereka hanya menggunakan kayu-kayu kecil. Kayu-kayu kecil ini tidak memadai untuk melindungi tanaman mereka dari serangan babi dan tikus.

Meninggalnya tiga warga ini telah menggemparkan republik. Media-media online dan cetak turut serta menyorot. Tak lama kemudian, TNI seperti diberitakan Kompas (Rabu, 25/7), misalnya, turun langsung mengirimkan makanan ke lokasi.

Siaran pers tersebut juga menyebutkan, “tanggap darurat telah dilakukan beberapa pihak untuk menangani kekurangan makanan bagi orang Mausu Ane. Pihak-pihak itu adalah Jemaat GPM Rumah Tiga sebagai jemaat mitra bagi Jemaat GPM Siahari (lokasi di sekitar pemukiman tempat tinggal kelompok Leihaha), BNPB Kab. Maluku Tengah, TNI, Polri, dll.”

Relokasi?

Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah seperti dikutip dari kompas.com menyatakan untuk menangani masalah kekurangan makanan ini, telah berencana merelokasi masyarakat Mausu Ane. Relokasi dinilai akan menjadi solusi atas kasus ini.

Menurut Lenny, pertimbangan Bupati Maluku Tengah untuk merelokasi adalah agar mereka mudah dijangkau (pemerintah—red) dan bisa mendapat “pelayanan”.

Isu relokasi bukan hal yang baru berhembus. Isu ini sudah dimulai Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah pada peristiwa kebakaran 2015 yang lalu. Saat itu, relokasi direncanakan terhadap semua masyarakat di pegunungan Seram Utara yang terkena imbas kebakaran tersebut.

Namun Lenny menolak rencana relokasi. Ia mengatakan, relokasi bukan satu-satunya jalan keluar atas kejadian ini. Menurutnya, masyarakat Mausu Ane hidup dengan kearifan lokalnya dan mampu memenuhi kebutuhan hidupnya, sebelum terjadinya kebakaran tahun 2015.

“Apakah tidak ada jalan keluar selain merelokasi, "mencabut" mereka dari wilayahnya, sejarah dan kebiasaan hidup mereka yang di hutan?” ujarnya.

Di tempat terpisah, Sekjen AMAN Rukka Sombolinggi mengingatkan bahwa relokasi tidak boleh terjadi. Relokasi, katanya, justru berbahaya. Berbahaya karena itu bisa menimbulkan konflik dengan masyarakat pemilik wilayah tempat relokasi.

“Ini seperti menyimpan api dalam sekam,” katanya.

Rukka juga menanggapi langkah TNI yang turun ke lokasi. Seharusnya yang turun, kata dia, adalah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan pemerintah setempat.

Siaran pers kedua lembaga juga mengungkapkan bahwa pengalaman direlokasinya masyarakat Huaulu telah menjadi masalah dan membuktikan bahwa mereka tidak bertahan hidup di rumah dan wilayah yang baru seperti transmigran. Hidup mereka adalah di hutan dan menyatu dengan alam. Di luar dugaan, relokasi saat itu juga justru menjadi cara untuk menguasai sumber daya alam milik Masyarakat Adat.

Relokasi masyarakat Hualu menjadi pelajaran sangat berharga. Karena itulah, AMAN Maluku bersama PB AMGPM bersikukuh dan menyatakan sikap menolak rencana relokasi masyarakat Mausu Ane dari pertuanan mereka.

Masyarakat Mausu Ane adalah masyarakat yang telah turun-temurun hidup dan menyatu dengan hutan di wilayah Pertuanan Negeri Maneo Rendah. Mereka tak bisa dipisahkan dari hutan, sebab itulah rumah masa depan bagi mereka.

 

Jakob Siringoringo - Infokom PB AMAN

Writer : Jakob Siringoringo | Jakarta