Kearifan Berladang dan Berkebun Komunitas Adat Janji
04 November 2015
[caption id="attachment_1031" align="alignleft" width="300"] Sawah Di Wilayah Adat Janji[/caption] Komunitas masyarakat adat Janji secara administratif berada di Dusun Janji, Desa Lumban Rau Utara, Kecamatan Nassau, Kabupaten Toba Samosir, Propinsi Sumatera Utara. Wilayah Janji telah ditempati secara-turun temurun oleh berbagai marga. Salah satu marga di komunitas ini adalah marga Tarihoran. Marga Tarihoran merupakan keturunan Raja Tarihoran. Marga Tarihoran yang berada di Janji hingga saat ini sudah sampai generasi yang ke 17 dari Raja Tarihoran. Dari Tarombo (silsilah) marga Tarihoran yang datang dan menetap di Janji sudah generasi ke 11. Jika satu generasi sekitar 25 tahun, maka dapat dihitung marga Tarihoran dari generasi 11-17 telah menetap di Janji selama 150 tahun. Tarihoran bukanlah marga yang pertama datang ke Janji, karena sudah lebih dulu ada marga-marga lain. Seperti marga Nababan dan juga marga lainnya. Hal ini dapat dilihat dari struktur adat di komunitas, marga Nababan juga menjadi Raja. Sejak dulu masyarakat di Janji semuanya mengelola wilayah adat ini untuk mencukupi kebutuhan hidup setiap hari. Semua warga memiliki tanah untuk dikelola dijadikan ladang ataupun sawah. Wilayah adat Janji telah memiliki batas dengan hutan negara yang disebut dengan rittis. Rittis atau batas antara wilayah adat dengan tanah kehutanan ini telah ada sejak zaman penjajahan Belanda. Dalam membuka lahan untuk ladang ataupun sawah, menebang kayu, masyarakat sudah memiliki batas yang jelas. [caption id="attachment_1033" align="alignleft" width="225"] buah langsat Janji[/caption] Sama halnya dengan perbatasan dengan negara atau kehutanan, di antara sesama masyarakat juga memiliki batas-batas yang jelas dalam pengelolaannya. Batas di antara sesama masyarakat biasanya ditandai dengan parik. Parik adalah batas yang dibuat dari tanah, tanah ditimbun setinggi kurang lebih satu meter. Parik tersebut pada mulanya dibuat oleh para tetua-tetua pada saat pertama sekali membuka lahan baru. Sehingga lahan atau wilayah yang sudah ada parik menandakan sudah dikuasai oleh orang lain. Parik lah yang menandakan bahwa wilayah atau seluas tanah tertentu sudah ada yang mengelolanya. Akan tetapi jika ada orang yang membutuhkan, tanah yang sudah di parik juga dapat dikelola setelah mendapat persetujuan dari pembuat parik atau keturunannya jika yang membuat sudah meninggal dunia dengan status pinjam pakai. Seluruh masyarakat di Janji memiliki ladang. Ladang-ladang yang dimiliki merupakan warisan dari para orang tua atau leluhur. Selain ladang atau yang sering disebut pollak, masyarakat juga memiliki kebun. Bagi masyarakat adat Janji ladang dan kebun itu dua hal yang berbeda sekalipun memang hampir sama. Di kebun masyarakat menanam kopi, biasa ditanam di kebun adalah jenis Robusta. Biasanya wilayah yang berdekatan dengan hutan ditanami kopi, sehingga kebun-kebun hampir bisa dipastikan perbatasannya dengan rittis buatan Belanda. Pembukaan dan pemilihan lahan yang akan dijadikan ladang atau kebun juga berbeda. Berkebun [caption id="attachment_1030" align="alignleft" width="300"] Jhon Tony Tarihoran tunjukkan "Hasil Kebun & Perladangan Janji"[/caption] Pembukaan kebun dilakukan secara perlahan, biasanya dilakukan dengan mempeluas areal penanaman dari kebun yang sebelumnya sudah dikelola. Perluasan dilakukan sedikit demi sedikit dan tidak melakukan pembakaran. Pohon yang berada dikebun juga tidak langsung ditebang secara keseluruhan. Pohon-pohon yang dianggap mengganggu proses pertumbuhan kopi disikkok (dimatikan) dengan cara bagian batang pohon dikuliti secara melingkar, pohon akan tetap berdiri tetapi lama-kelamaan dalam waktu berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun akan layu kemudian mati dan tumbang. Pohon yang berada di kebun tidak semua disingkirkan ataupun disikkok. Beberapa pohon tetap dibiarkan tumbuh, bahkan ada pohon baru yang kemudian ditanam diantara tanaman kopi itu seperti pohon dapdap (batang pohon ini berduri). Pohon yang tetap dibiarkan tumbuh dan yang ditanam kemudian berguna untuk melindungi tanaman kopi dan menyuburkan tanah. Sebagian dari masyarakat di kebun tidak hanya menanam kopi saja. Pola berkebun atau menanam kopi dilakukan seperti pola tumpang sari, menanam bermacam jenis tanaman dalam satu wilayah. Selain kopi ada berbagai tanaman keras lainnya yang tumbuh bersama seperti karet, petai, jengkol, durian, langsat dan tanaman lainnya yang dianggap dapat menghasilkan. Berladang Selain menanam padi di sawah, masyarakat adat di Janji juga menanam padi di ladang. Menanam padi di ladang disebut dengan Mareme darat yang artinya menanam padi di ladang atau darat. Sedangkan proses penaburan benih disebut dengan Mangordang. Saat Mangordang alat yang digunakan adalah tongkat kayu sekitar berukuran satu setengah meter yang salah satu ujung dari kayu dibuat runcing untuk kemudian ditancapkan membuat lubang di tanah tempat benih ditabur. Mangordang biasanya dilakukan secara gotong royong (dalam bahasa setempat disebut Marsirubban atau Marsiadapari) demikian juga saat panen atau pada saat proses membersihkan dan membukan ladang baru. Proses awal dari Mareme darat atau menanam padi di ladang yang pertama sekali dilakukan yaitu menentukan wilayah yang akan dijadikan ladang untuk kemudian dilakukan pembersihan. Pembersihan lahan mulai dari penebangan, pengeringan dan pembuatan batas bakar atau disebut dengan mangaladangi, membersihkan sisa-saia kayu yang tidak terbakar dalam bahasa setempat disebut mangahutdilakukan dalam beberapa bulan. Proses tersebut bisa membutuhkan waktu waktu 3-4 bulan. Pada saat penebangan sedapat mungkin batang-batang pohon diupayakan jatuh searah, tidak menimpa pohon atau wilayah yang belum ditebang. Penebangan demikian dilakukan agar proses pengerjaannya lebih mudah dan tidak memungkinkan api menjalar ke tempat lain pada saat pembakaran dilakukan. Ranting-ranting pohon juga dipotong agar lebih cepat kering dan proses pembakaran cepat selesai dan merata. Pada saat menunggu proses pembakaran, sebagian dari pohon yang sudah ditebang juga dipisahkan untuk kemudian dijadikan kayu bakar. Batang dan ranting yang dapat dijadikan kayu bakar dipotong-potong, diangkat sehingga tidak ikut terbakar. Mangaladangi (batas bakar) Pembuatan batas bakar (mangaladangi) dipinggir ladang dilakukan sebelum pembakaran. Hal ini dilakukan untuk memastikan api tidak menjalar ke tempat lain. Sekitar satu sampai dua meter batas terluar dari lahan yang baru dibuka dibersihkan. Sebagian masyarakat membersihkannya dengan menggunakan cangkul sampai kayu, akar dan daun-daun bersih dari batas terluar. Sehingga batas antara lahan yang akan dibakar dengan lahan lainnya terlihat seperti jalan ladang yang baru dibuka. Sekalipun batas bakar telah dibuat, pembakaran lahan biasanya dimulai dari wilayah yang diduga paling memungkinkan api menjalar atau dari arah perbukitan jika ladang tidak rata. Proses pembakaran seperti itu memudahkan peladang untuk menjaga api agar tidak menjalar atau mangararati dalam bahasa setempat. Waktu yang dibutuhkan saat membakar ladang biasanya juga tidak terlalu lama. Api yang paling besar hanya sekitar 1-2 jam saja. Pembakaran terjadi dengan singkat karena selain batang-batang pohon dan ranting yang telah kering, ladang yang baru dibuka sangat terbatas, ada yang mebuka ladang baru tidak sampai 1 Ha. Pembakaran lahan seringkali melibatkan orang lain yang dianggap memiliki pengetahuan khusus untuk membalikkan arah datangnya angin saat api tidak terkendali. Angin yang berhembus dengan kencang dapat mempermudah pembakaran. Akan tetapi jika angin kencang dan berhembus tidak terarah akan merepotkan peladang. Seorang pawang angin dapat mengatasinya sehingga api tidak menjalar ke tempat lain. Pada umumnya pembakaran dilakukan pada siang hari saat matahari terik dan dipastikan api sudah tidak menjalar lagi pada saat sore hari sebelum peladang meninggalkan ladang untuk pulang. Kegiatan yang dilakukan kemudian setelah proses pembakaran yaitu membersihkan sisa-sisa pembakaran, kegiatan ini disebut dengan mangahut. Mangahut dilakukan sebelum penanaman padi di ladang. Pada saat menabur benih (mangordang) bersama dengan benih padi, benih lain juga ditanam seperti bayam kampung, jagung, sawi, dan tanaman lain sesuai keinginan pemilik ladang. [caption id="attachment_1029" align="alignleft" width="169"] Kebun Karet Milik Komunitas Adat Janji[/caption] Padi ladang bukanlah satu-satunya hasil yang diharapkan dari setiap pengelolaan ladang. Pembukaan ladang baru dilakukan untuk menanam tanaman yang masa panennya lebih lama dari padi. Karet salah satu tanaman yang masa panennya lebih lama, itu juga ditanam oleh warga. Dalam membuka lahan baru, akan dikelola dalam waktu yang panjang. Karena karet merupakan tanaman yang memiliki usia relatif lama. Bahkan warga melakukan pembukaan lahan hanya sekali dalam puluhan tahun. Karet dapat ditoreh atau menghasilkan getah pada umur 5 � 7 tahun. Kemudian secara terus menerus dapat menghasilkan getah hingga 35 tahun, bahkan lebih lama.**** Jhon Tony Tarihoran
Sumber : kearifan-berladang-dan-berkebun-komunitas-adat-janji