[caption id="attachment_28" align="alignleft" width="300"] Foto Bersama Peserta Musyawarah Adat[/caption] Sintang 07/12/2106 -� Keinginan untuk memperjelas status kepemilikkan tanah dan pelestarian Hutan Seringin yang mendorong pengurus Desa Sepulut dan semua elemen masyarakat untuk melakukan pemetaan kawasan Hutan Seringin.� Upaya untuk mewujudkannya dimulai dengan mencari semua informasi terkait Hutan Seringin. Menindaklanjuti hal tersebut terlaksanalah Musyawarah Adat Tapal Batas Dalam Rangka Konservasi Hutan Seringin, bertempat di Balai Desa Sepulut (Manis Raya), selasa (6/12/2016). Kegiatan terbagi menjadi dua agenda yang pertama adalah membahas batas- batas kawasan Hutan Seringin dan persiapan pemetaan partisipatif �kawasan (6/12/2016) dan agenda kedua adalah pemetaan partisipatif kawasan hutan (7/12/2016). Turut hadir �juga perwakilan dari Keling Kumang Group (KKG) dan Solidaridad selaku lembaga yang bekerja sama dalam kegiatan ini. Dalam wawancara langsung kepada Kepala Desa Sepulut, Samuel B menyampaikan bahwa kawasan hutan tersebar di empat dusun yaitu Dusun Tanah Putih, Junjung Tani, Sepulut dan Selabi. Hutan Seringin merupakan milik bersama (belum ada status kepemilikan secara administratif) tetapi sekarang sering dibuka untuk berladang oleh beberapa warga sehingga semakin lama kawasan hutan semakin sedikit. Oleh karena itu perlu adanya kesepakatan bersama untuk mengakui status Hutan Seringin. �Setelah dipetakan akan menjadi jelas status tanah, kemudian kita melihat semua potensi-potensi yang ada untuk dikembangkan sehingga bisa menjadi pemasukan/income untuk kita semua khususnya warga Desa Sepulut�, kata Samuel. Tidak kalah pentingnya adalah legalitas kepemilikkan tanah dan hutan � kalau semua sudah kita petakan dan semua sudah jelas kawasan serta batas-batasnya maka akan kita buat payung hukum dalam bentuk Perdes�, tegas� Samuel. Disisi lain Samuel menyampaikan� banyak terima kasih kepada KKG yang sangat tanggap terhadap� keinginan warga Sepulut. Keling Kumang tidak hanya membantu dalam mengelola keuangan tetapi juga peduli pada lingkungan hutan. Keling Kumang Group (KKG) yang dalam acara ini dihadiri oleh� Ketua Pengurus Bapak Mikael� menyambut positif kegiatan ini. �Dalam rangka melestarikan hutan Adat masyarakat pihak Social Performance Management (SPM) dari KKG �yang memfasilitasi bidang pemetaan partisipatif mendukung sepenuhnya kegiatan ini untuk mengembalikan, mengelola dan melestarikan fungsi hutan �, papar Mikael. Mikael menegaskan perlu adanya kejelasan tentang warisan bersama berupa hutan. Hutan yang ada belum didata dan ditata dengan maksimal sehingga perlu pemetaan kawasan, berapa luas hutan yang akan dikelola, mengidentifikasi SDA-SDA yang ada, memungkinkan tidak untuk pengembangan unit usaha (pertanian, aren, sagu dll). Bentuk dukungan terhadap pelestarian dan pemanfaatan hutan Mikael mengatakan pihak KKG akan terus melakukan dampingan tidak hanya berhenti pada pemetaan kawasan tetapi studi ataupun riset tentang SDA yang berpotensi. � Potensi-potensi yang ada dikelola bersama oleh masyarakat dalam bentuk Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Mikael mengajak pemerintah desa dan semua elemen masyarakat dapat bergandengantangan demi terlaksananya kegiatan sampai selesai. Mikael juga menjelaskan proses pengelolaan, pemanfataan dan pelestarian �hutan harus memperhatikan keberlanjutan untuk generasi kedepan. Dua hal yang harus diperhatikan adalah peraturan perundangan-undangan (termasuk didalamnya Perdes)� dan adat istiadat setempat yang berlaku. Mikael menganggap tidak hanya dari bentuk fisiknya saja potensi hutan dapat dilestarikan tetapi nilai-nilai adat istiadat didalamnya tetap harus dipertahakan. Senada dengan pihak KKG, Marius Bambang selaku staf Solidaridad salah satu lembaga yang bekerja sama dalam kegiatan konservasi Hutan Seringin� mendukung sepenuhnya kegiatan ini. Bambang mengutarakan memanfaatkan SDA secara bijak dengan tetap mempertahankan tanpa harus mengalih fungsikan hutan. � Bagaimana secara ekonomi pendapatan bisa bertambah, beriringan dengan kelestarian lingkungan (hutan)�, kata Bambang. Stigma yang ada dimasyarakat selama ini adalah hutan hanya dianggap sebagai objek yang dapat dibuka sebagai perkebunaan, padahal masih banyak potensi lain dari hutan yang bisa diberdayakan tanpa harus merusak hutan itu sendiri�. ***Hipolitus Januar Pogo Sumber : musyawarah-adat-tapal-batas-dalam-rangka-konservasi-hutan-seringin