Penyusunan Buku Hukum Adat Dayak Nanga Tayap
17 November 2016
Adat dan Budaya Adalah Identitas [caption id="attachment_62" align="alignleft" width="381"] Para Nara Sumber[/caption] Ketapang 17/11/2016 ? Belum diakuinya secara administrasi oleh negara akan hukum adat, maka masyarakat adat Nanga Tayap melakukan �Penyusunan Buku Hukum Adat Dayak,� Kecamatan Nanga Tayap, Kabupaten Ketapang, Provinsi Kalimantan Barat (Kal-Bar). Didampingi oleh Drs. Stefanus Masiun, Ketua Badan Pengurus Harian (BPH) Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kalbar. Dihadiri 21 orang Pengurus (Demong) Adat, Kepala Desa dan seluruh pengurus adat beserta masyarakat adat se-Kecamatan Nanga Tayap. Bertempat di Rumah Adat Desa Pangkalan Suka, Kecamatan 29/10/2016. Julius Framana Sakura selaku Sekretaris Kepanitiaan sekaligus MC menjelaskan Penyusunan buku hukum adat adalah kegiatan perdana dilakukan di Nanga Tayap, atas kerinduan bersama masyarakat adat Kabupaten ketapang berkumpul bersama memperkokoh adat-istiadat dan� budaya dayak. �Kegiatan yang akan dilaksanakan berupa, sambutan-sambutan dari pendamping, tetua adat, tanya jawab antara peserta dan narasumber untuk mencari solusi bersama dalam penulisan dan pendokumentasian pada buku hukum adat, dengan menyesuaikan kearifan lokal masing-masing komunitas adat,� jelasnya. Setelah semua sesi berakhir ada hal menarik yaitu kesimpulan dari semua hukum adat komunitas yang akan memaparkan hasil diskusinya, dimana akan dibacakan dan dijelaskan oleh perwakilan pengurus (demong). Kesempatan juga diberikan untuk menyampaikan ide-ide maupun tindak lanjut ke depannya, beberapa hal perlu dilakukan demi memprkokoh adat-istiadat dan budaya masyarakat adat se-Kecamatan Nanga Tayap. �Dengan harapan buku hukum adat nantinya dapat menjadi acuan bagi seluruh masyarakat adat, tentunya pola dan cara menyesuaikan kearifan lokal masing-masing,� tambah Julius. Ignasius Marat Ketua Panitia mengatakan kemajemukan masyarakat adat Nanga Tayap adalah bukti akan kekayaan adat dan budaya. Nanga Tayap terbagi atas tiga kalang sungai yaitu gerunggang, kayong, dan payak. Dalam tiga batas wilayah tersebut terbagi lagi banyak sistem hukum adat dan budayanya, oleh sebab itu draff buku hukum adat nantinya menyesuaikan kearifan lokal komunitas adat masing-masing. Adat jalan gandar titi merupakan ciri khas dayak nanga tayap, jika sudah tidak ada adat ini berarti masyarakat adatnya sama saja telah mati karena adat dan budaya adalah identitas. �Tujuan dari penyusunan buku hukum adat adalah untuk menggali, menghimpun, mendata sehingga dapat menjadi sebuah buku hukum adat dayak yang mengacu kepada pengetahuan maupun keterampilan lokal masyarakat adat dayak Kabupaten Ketapang,� tegasnya. Stefanus Masiun menjelaskan kearifan lokal penting dijaga mengingat era sekarang sangat-sangat miris pengaruh era globalisasi. Hampir semua kearifan lokal musnah ditelan oleh perkembangan zaman, seperti pengetahuan tradisional pengobatan sakit mata, perut, maag, kencing batu, kanker payudara, obat luka dan sakit kulit. �Zaman dahulu masyarakat adat tinggal pergi ke hutan mencari daun, bunga atau pun pohon-pohon sebagai obat tradisional untuk menyembuhkan semua penyakit tersebut, tidak harus menkomsumsi obat-obat kimia yang pada akhirnya menimbulkan efek samping sehingga akhinya berdampak pada fungsi hati dan ginjal khususnya,� jelasnya. Pengetahuan tradisional merupakan keterampilan tekhnologi yang diperoleh manusia secara turun-temurun dalam kehidupan masyarakat adat. �Contohnya ketika manusia memasang jerat (belantik) untuk binatang-binatang di hutan baik dalam air, darat dan atas pohon cara masangnya dan sitem kerja belantiknya berbeda-beda. Hal ini merupakan pengetahuan tekhnologi secara tradisional,� papar Stefanus. Banyak pengetahuan adat dikelola sistem-sistem yang modern bahkan dikembangkan oleh internasional. Seperti ketika kanker payudara (katak susu) orang tua masyarakat adat dahulu, hanya memerlukan daun ditempel pada tempat yang sakit seminggu kemudian sembuh. Kemudian diteliti oleh internasional, dimana mereka datang ke Kalimantan mencari daun apa yang digunakan, diambillah selembar daun tersebut untuk dibawa ke laboratorium. �Setelah ditemukan apa kandungan dalam daun tersebut maka diolah menjadi kapsul, itulah obat masyarakat kita sekarang,� ungkap Stefanus. Penyusunan buku hukum adat perlu adanya pendokumentasian baik berupa tulisan, foto maupun video-video kearifan lokal masyarakat adat setempat. Jika ini dilakukan maka akan mencapai ribuan jenis pengetahuan lokal dan hukum masyarakat adat. �Karena dengan dibukukannya maka hidup masyarakat tetap bahagia, hubungan dengan alam, lingkungan bahkan kehidupan antar sesama manusia akan sangat baik,� tambah Stefanus *** Paulus Ade Sukma Yadi.
Sumber : penyusunan-buku-hukum-adat-dayak-nanga-tayap