
DPR RI Akan Membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta Selidiki Pelanggaran TPL di Tano Batak
12 September 2025 Berita Maruli SimanjuntakOleh Maruli Simanjuntak
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia akan membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) untuk menyelidiki dugaan pelanggaran Hak-Hak Asasi Manusia yang dilakukan perusahaan PT Toba Pulp Lestari (TPL) terhadap Masyarakat Adat di Tano Batak, Sumatera Utara.
Rencana ini disampaikan oleh Ketua Komisi XIII DPR RI Willy Aditya saat menerima audiensi perwakilan Masyarakat Adat Tano Batak beserta sejumlah organiasi masyarakat di gedung DPR RI pada Selasa, 9 September 2025.
Willy Aditya memastikan anggota DPR RI, khususnya Komisi XIII berpihak pada rakyat atas permasalahan yang terjadi di Tano Batak. Willy menegaskan apa yang dialami masyarakat di sekitar Danau Toba tidak boleh terulang.
“Kami akan mendorong pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta. Jika hasil temuan menunjukkan TPL harus ditutup, maka TPL harus ditutup. Rakyat harus dimenangkan dari sistem yang menindas,” kata Willy Aditya saat memimpin pertemuan dengan perwakilan Masyarakat Adat dari Dolok Parmonangan, Sihaporas, Nagasaribu, Natinggir, dan Natumingka. bersama JPIC Kapusin Medan, KSPPM, AMAN Tano Batak, dan Ephorus HKI
Dalam pertemuan ini, Masyarakat Adat didampingi sejumlah organisasi dari AMAN Tano Batak, KSPPM, JPIC Kapusin Medan, Ephorus HKI.
Sementara dari DPR RI dihadiri perwakilan tujuh Fraksi. Mayoritas anggota Fraksi DPR menyampaikan keprihatinan dan mendorong langkah tegas terhadap TPL.
Rapidin Simbolon dari Fraksi PDI Perjuangan menyatakan telah terjadi perampasan hak ulayat dan kekerasan berulang di Tano Batak. Dalam menyikapi konflik berkepanjangan yang terjadi antara Masyarakat Adat dengan TPL, Rapidin mendesak Menteri Kehutanan dipanggil untuk menjelaskan pemberian izin konsesi TPL. Rapidin juga meminta kepolisian melindungi Masyarakat Adat, bukan perusahaan TPL.
“Polisi tidak boleh berpihak kepada TPL, harus melindungi Masyarakat Adat,” tegasnya.
Maruli Siahaan dari Fraksi Golkar menilai TPL sudah terlalu lama beroperasi dan terus mengintimidasi warga. Ia mendorong adanya penataan ulang konsesi.
Fraksi Gerindra menyebut konflik agraria yang ditimbulkan TPL sudah berlarut-larut, merusak lingkungan, dan memicu kriminalisasi.
Fraksi NasDem menyoroti pelanggaran HAM yang kerap diabaikan, dan mendesak pembentukan tim investigasi independen.
Sementara dari Fraksi PKB menyoroti kerusakan ekologis Danau Toba akibat berkurangnya tutupan hutan dan Daerah Aliran Sungai (DAS). Mereka mengusulkan pengakuan tanah adat, penghentian kriminalisasi, moratorium penanaman eukaliptus, serta pembentukan tim pencari fakta.
“TPL sudah hampir 40 tahun beroperasi dan merusak. Tidak mungkin dibiarkan,” tegas Fraksi PKB.
Fraksi PKS menekankan perlunya negara hadir memberi perlindungan hukum terhadap Masyarakat Adat di Tano Batak, meminimalisir kriminalisasi dan memulihkan korban.
Fraksi PAN menyebut dengan tegas praktik TPL bisa dikategorikan dugaan pelanggaran HAM berat.
“Kita harus segera sidak ke lapangan dan memberikan perlindungan kepada rakyat,” ujarnya.
Perwakilan Masyarakat Adat Tano Batak audiensi ke DPR RI.Dokumentasi AMAN
Masyarakat Adat Terlalu Lama Menderita : Tutup TPL
Masyarakat Adat Tano Batak saat beraudiensi ke DPR RI meneguhkan bahwa perjuangan Masyarakat Adat bukan hanya soal mempertahankan tanah leluhur, tetapi juga tentang keberlanjutan ekologi Danau Toba dan kedaulatan rakyat atas ruang hidup.
Masyarakat Adat melaporkan keberadaan TPL selama hampir 40 tahun diduga telah menimbulkan pelanggaran HAM serius: tanah ulayat dirampas, hutan dirusak, warga dikriminalisasi, dan konflik horizontal terus berulang.
“Sudah terlalu lama kami menderita. TPL merampas tanah dan merusak hutan kami,” kata Mangittua Ambarita, perwakilan Masyarakat Adat Tano Batak.
Ia meminta DPR RI untuk mendengarkan suara Masyarakat Adat yang telah lama menderita akibat TPL. Mangittua mendesak DPR untuk segera menutup operasional TPL.
“DPR harus merekomendasikan penutupan TPL ke pemerintah,” tegasnya.
***
Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat di Tano Batak, Sumatera Utara