Oleh Dinda Anggun Lestari

Banyuwangi, kota cantik di Jawa Timur miliki beragam budaya dan kearifan lokal. Tak jauh dari kota ini, terdapat desa wisata adat Osing Kemiren yang bisa ditempuh dalam waktu 15 menit. Sedikit tanjakan lagi dengan jarak tempuh 4,5 km sampai di lokasi Dusun Andong, Desa Tamansuruh.  

Dusun Andong adalah dusun kecil yang dikelilingi oleh batas sungai dengan kepadatan penduduk 700 jiwa. Aktivitas warganya berladang, berkebun, dan bertani. Mereka masih sangat menjaga ritual adat Tumpeng Songo. Di setiap halaman depan rumah warga Dusun Andong ditanami berbagai jenis tanaman mangga, pepaya, rambutan, belimbing wuluh, kismis, daun sirih, daun kelor, dan bunga sepatu.

Salah satu dari tanaman tersebut ada yang dimanfaatkan untuk bahan pembuatan makanan hidangan ritual adat Tumpeng Songo. Ada juga pohon Gempol yang berlokasi di persawahan sebagai bahan utama pembuatan makanan hidangan ritual adat yang saat ini menjadi langka.

Tanaman Langka

Penulis berkesempatan mengunjungi rumah tetua adat Jumhar di Dusun Andong pada 3 Agustus 2025. Pria yang sudah berusia 82 tahun masih terlihat bugar. Sebelum masuk ke ruang tamu, terdapat sebuah meja disamping pintu masuk yang diatasnya ada 2 buah labu berwarna oren kepucatan hasil dari panen di kebun. Sedangkan, dibawah meja terdapat satu buah clurit dan sepatu boots bekas digunakan pergi ke sawah.

Walau sudah lanjut usia, Jumhar masih rajin pergi berkebun bersama istrinya. Mereka menanam Jagung, cabai, dan labu di kebunnya sendiri. Kemudian, di halaman rumahnya  menanam tanaman obat-obatan seperti jahe, kunir, temulawak, temu kuning, temu ireng, kencur, kumis kucing, sereh, laos, lempuyang, brotowali, dan pace yang biasa digunakan untuk racikan jamu obat tradisional. Lalu, ada tanaman luntas untuk obat gatal-gatal.

Isun nandur luntas ning ngarep umah, sorek diajari adon nganggo tanduran iku dinggo gatel-gatel ning kulit isun,” kata Jumhar dalam bahasa Jawa yang artinya : Saya menanam luntas di depan rumah, kemarin saya diajarkan nenek untuk menggunakan tanaman itu sebagai obat gatal dikulit saya.

Selain itu, ada juga yang menarik yaitu tangkai ketan hitam sebagai pewarna alami pembuatan jajanan tradisional khas Banyuwangi. Jajanan tradisionalnya diberi nama kue lanun. Kue ini berbentuk bulat tipis, memiliki diameter kisaran 2 cm – 4 cm. Proses pewarnaan alami kue lanun diawali biji ketan hitam terlepas dari tangkainya atau yang disebut dengan Merang.  Merang ini dibakar sampai menjadi abu. Lalu, disaring menggunakan ayakan sampai gumpalan-gumpalan merang hilang. Hasil ayakan merang kemudian direndam menggunakan air. Setelah itu dicampur menggunakan tepung beras. Setelah dicampur, merang akan memberikan warna hitam.

Jumhar mengatakan saat ini penanaman ketan hitam di Andong maupun di daerah lain cukup langka akibat perubahan iklim. Sehingga untuk pengganti bahan merang, banyak orang-orang memanfaatkan tanaman lain sebagai bahan pewarna kue lanun yang mudah didapat, seperti daun pisang atau “klaras” yang sudah kering. Bahkan, ada juga yang sudah menggunakan bahan instan seperti bahan pewarna buatan.

Seorang ibu sedang memegang "Merang", 
tangkai padi ketan hitam yang tanamannya mulai langka. Dokumentasi AMAN

Perubahan Iklim

Iklim tak hanya bicara suhu, tapi juga dampaknya terhadap aneka tanaman. Pola tanam wilayah agraris dengan rata-rata masa panen dua kali dalam setahun telah menjadi pola yang efektif untuk kesuburan dan pemeliharaan tanah.

Seperti yang dikatakan Saptani, petani dari Dusun Andong berusia 59 tahun ini menceritakan orang dulu tanam padi sampai pada masa panen memerlukan waktu 6-7 bulan. Beda dengan tanam padi saat ini yang memperhatikan pola konsumtif dari pada kesuburan tanah.

“Sekarang panen, besok harus langsung tanam,” imbuh Saptani sembari menambahkan  tidak ada pemulihan lahan setelah masa panen.

Saptani mengatakan permasalah serius yang mereka hadapi dalam beberapa tahun terakhir di wilayah agraris adalah hama tikus yang semakin merajarela.  Tidak hanya di Dusun Andong, di dusun lain seperti dusun Rejopuro mengalami hal yang sama.

Abdur Rahman selaku Kepala Dusun Rejopuro mengatakan selama lima tahun terakhir hama tikus kian marak menyerang padi di sawah. Dikatakannya, hal ini dampak dari perubahan pola tanam yang berimplikasi pada populasi tikus.

“Beberapa studi penelitian menyebutkan populasi tikus meningkat diantaranya akibat pakan padi dan curah hujan,” tutupnya.

***

Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat Osing di Banyuwangi, Jawa Timur 

Writer : Dinda Anggun Lestari | Osing di Banyuwangi, Jawa Timur
Tag : Banyuwangi Perubahan Iklim Tanaman Menjadi Langka