Oleh: Nirwan

Gemuruh tepuk tangan penonton tidak lagi kita dengar di Festival Adat Kampung Banualemo. Festival yang berlangsung selama empat hari pada 20-24 September 2023 di lapangan Benteng Datu, desa Bonelemo, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan tersebut telah berakhir.

Beragam pertunjukkan telah ditampilkan, mulai dari cerita sejarah kampung Banualemo dari masa ke masa, teater rakyat, musikalisasi puisi menggunakan bahasa Tae’ (daerah), Sikanappu Nappu (teka-teki), pantun si sambung (berbalas pantun), balendo (membunyikan lesung bersama-sama).

Ketua Panitia Festival Banualemo, Muh. Husain Pangngarari menyatakan semua pertunjukan mendapat sambutan hangat dari penonton. Husain bersyukur animo penonton pada Festival Kampung Banualemo kali ini cukup tinggi.

“Kita bersyukur, respon penonton di festival Banualemo kali ini cukup baik. Penontonnya cukup ramai, setiap pertunjukkan tidak pernah sepi,” kata Husain usai penutupan Festival Adat Kampung Banualemo di desa Bonelemo pada 25 September 2023.

Sejumlah pejabat, tokoh adat dan masyarakat hadir dalam festival ini. Di antaranya To Maka Banua Lemo, To Makaka Kadong, Ma Dika Ulusalu, Ma Diaka Marinding, Camat Bajo Barat, Kepala Desa Se-Kecamatan Bajo Barat, Polsek Bajo Barat, Andi Mammang (Anggota DPRD Luwu), Masmindo, dan beberapa undangan lainnya.

Husain menjelaskan ini merupakan tahun kedua Festival Adat Kampung Banualemo diselenggarakan di desa Bonelemo. Tahun ini, festival diorganisir oleh pemuda adat di komunitas Banuelemo. Mereka yang merancang mulai dari persiapan hingga puncak kegiatan. Husain menerangkan dipilihnya pemuda adat sebagai pelaksana dari festival ini agar mereka senantiasa mencintai budaya Banualemo. 

“Melihat situasi pemuda adat kita yang akhir-akhir ini terus mengkhawatirkan, pemuda adat perlu diberi peran utama dalam pelaksanaan Festival Banuealemo agar lebih aktif dalam melestarikan budaya,” ujarnya.

Husain juga menambahkan salah satu dasar pemikiran dalam penyelenggaran festival ini adalah arus perkembangan teknologi yang cukup deras dan ekspansi spasial kerusakan ekologi dari industri yang tidak ramah lingkungan, yang memungkinkan warisan dan kearifan budaya lokal hilang. Oleh karenanya, perlu peningkatan kesadaran dalam menjaga semua itu.

Proses kegiatan

Husain menerangkan proses persiapan kegiatan Festival Kampung Baneolemo ini dimulai dari sosialisasi keempat desa yang tergabung di kampung Tua Banua Lemo yakni Desa Bonelemo, Desa Bonelemo Barat, Desa Bonelemo Utara, dan Desa Saronda. Sebelumnya, keempat desa tersebut hidup dalam satu kesatuan komunitas utuh: Banua Lemo.

Setelah sosialisasi, pemuda adat selaku pelaksana kegiatan melakukan penelusuran. Pemuda Adat melakukan penelusura sejarah dari masa ke masa di kampung Banualemo. Kemudian,

melakukan wawancara ke tokoh adat dan orangtua yang dianggap memiliki pengetahuan yang cukup luas atas sejarah adat dan budaya Banualemo. Saat yang sama, mereka menggali cerita rakyat kampung Banualemo sebagai dasar dalam penyusunan naskah teater festival.

“Penelusuran ini bertujuan untuk mengenalkan kekayaan adat budaya Banualemo kepada generasi muda agar mereka lebih dekat dengan wilayah adat Banualemo,” ungkap Husain.

Kepala Desa Bonelemo, Baso’ Gandangsura menjelaskan dalam upaya memperkenalkan adat budaya dan melestarikan budaya, semua pertunjukan yang ditampilkan dalam Festival Banualemo ini menggunakan bahasa Tae (daerah). Baso’ menambahkan festival tahun ini, berfilosofikan kesejarahan Masyarakat Adat Banualemo.

“Kesemuanya, disampaikan lewat penampilan teater, puisi, dan tarian,” ujar Baso’ Gandangsura.

Maklumat Sikaritutui

Aminullah selaku tokoh Masyarakat Adat Banualemo menyatakan semua pertunjukan yang ditampilkan dalam Festival Kampung Banualemo ini mengandung pesan positif dari para leluhur. Kesemuanya, diharapkan sebagai upaya dalam menguatkan kebersamaan, ikatan sosial, dan tanggung jawab bersama untuk melestarikan budaya Banualemo.

Aminullah menambahkan kegiatan ini juga menghasilkan maklumat yang diberi nama Maklumat Sikaritutui yang artinya perintah untuk saling menghargai, mengasihi dan menjaga. Maklumat ini bacakan di akhir festival oleh Ketua Panitia.

  1. Bahwa budaya merupakan hasil cipta dari perpaduan keseluruhan unsur yang menyelimuti di mana tatanan budaya lahir.
  2. Bahwa budaya merupakan proses olah pikir dengan perenungan panjang yang menjadi ikatan bagi keseluruhan unsur yang harus terjaga dan dipedomani bersama.
  3. Bahwa keberadaan dan keberagaman budaya merupakan falsafah negara yang menjadi pedoman yang termuat dan konstitusi negara Republik Indonesia.
  4. Karena itu, melalui Festival budaya Kampung Banualemo yang bertema Banualemo Sikaritutui, kami menyampaikan pernyataan:
    • Menolak segala bentuk pembangunan yang tidak dilaksanakan dengan mengedepankan falsafah Sikaritutui.
    • Kepada seluruh penyelenggara negara, dari pusat sampai ke daerah untuk menghentikan segala upaya pemaksaan kehendak pada masyarakat yang tidak sesuai dengan dan bahkan bertentangan dengan falsafah Sikaritutui.
    • Sikaritutui merupakan falsafah hidup yang telah melahirkan dan membentuk karakter, sikap, dan pilihan-pilihan hidup bagi sebagian dan mungkin bagi seluruh komunitas.
    • Sikaritutui sebagai falsafah hidup merupakan pedoman untuk terjaganya sebuah sistem kehidupan yang berkelanjutan.
    • Bahwa salah satu wujud Sikaritutui adalah tersedianya ruang hidup bagi anak untuk membentuk karakter, kestia kawanan (peduli sosial), tanggung jawab, dan kreatifitas (berpikiran maju). Karena itu, segala bentuk pengrusakan ruang hidup anak harus segera dihentikan.
    • Makaritutuki to Sikaritutui.
    • ***

Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat dari Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan

Writer : |
Tag : Festival Adat Kampung Banualemo Luwu Selawesi Selatan