Jakarta, 18 September 2013 - Masyarakat adat Muara Tae dan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) mulai melaksanakan Rehabilitasi Hutan Adat Muara Tae. Selain untuk mengembalikan kelestarian hutan, rehabilitasi wilayah adat tersebut juga untuk menyemangati seluruh Masyarakat Adat di Nusantara agar merehabilitasi wilayah adat masing-masing. Pencanangan Rehabiliasi Hutan Adat Muara Tae akan dilakukan di Kutai Barat, Kalimantan Timur pada Kamis (19/9). Pencanangan ini terkait dengan Putusan Mahkamah Konstitusi No 35-PUU-X/2012 atas uji materi UU No.41/1999 tentang Kehutanan yang menegakkan bahwa hutan adat bukan lagi hutan negara. “Putusan Mahkamah Konstitusi atas uji materi Undang-Undang Kehutanan tersebut adalah pegangan legal bagi Masyarakat Adat untuk melakukan gerakan rehabilitasi wilayah adat masing-masing yang telah mengalami penghancuran,” kata Sekretaris-Jenderal AMAN Abdon Nababan. Abdon menegaskan bahwa jika menunggu inisiatif pemerintah untuk merehabilitasi wilayah adat, maka masyarakat adat tidak akan pernah mengetahui kapan wilayah-wilayah adat ini akan direhabilitasi. Sedangkan proses penghancuran terus berlangsung. Data analisis terbaru AMAN menunjukkan Indonesia memiliki minimal 55,5 juta kawasan adat dalam hutan. Dengan tidak menyertakan luas areal penggunaan lain (APL), diperkirakan ada sekitar 24.5 juta hektare kawasan hutan perlu untuk direhabilitasi. Luas itu mencakup kawasan hutan tanpa tutupan, kawasan hutan terdeforestasi, dan kawasan hutan terdegradasi. Satu penyebab utama adalah alih fungsi lahan hutan melalui pemberian konsesi kepada perusahaan seperti yang terjadi pada Hutan Adat Muara Tae. Komunitas Dayak Benuaq di Kampung Muara Tae, Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Barat telah bertahun-tahun memperjuangkan wilayah adatnya yang kini tercantum sebagai wilayah konsesi. Pada 1971, Masyarakat Adat Muara Tae berkonflik dengan perusahaan kayu PT Sumber Mas, pada 1995 dengan perkebunan kelapa sawit PT London Sumatra, dan pada 1996 dengan pertambangan batu bara PT Gunung Bayan Pratama. Kemudian pada 2010 dengan perkebunan kelapa sawit PT Munte Waniq Jaya Perkasa, dan pada 2011 dengan perkebunan kelapa sawit PT Borneo Surya Mining Jaya. Rehabilitasi wilayah adat Muara Tae adalah kelanjutan pemetaan partisipatif wilayah adat di sana. Dari pemetaan partisipatif yang telah diselesaikan di sana, Masyarakat Adat Muara Tae memiliki wilayah adat seluas 11.471,85 hektare.