[caption id="" align="alignleft" width="282"] Diskusi Hutan Masyarakat Adat[/caption] Palangka Raya – 10/9/ 2013. Pengurus Wilayah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kalimantan Tengah menyelenggarakan Fokus Group Discussion (FGD), “Hutan Masyarakat Adat,” di aula BAPELKES Palangka Raya. FGD ini bertujuan untuk menggali rekomendasi untuk mengisi kekosongan hukum pasca Putusan MK No.35/PUU-X/2012 yang disahkan pada 16 Mei 2013 lalu. Hadir beberapa pengurus daerah AMAN Kalteng, akademisi dari Universitas Palangka Raya, Instansi Pemerintah Provinsi, dan media lokal. Narasumber dalam FGD ini dari Pengurus Besar AMAN, Kementrian Hukum dan HAM wilayah Kalimantan Tengah, dan Pemerintah Provinsi Kalteng (Biro Hukum SETDA, Dinas Kehutanan, dan Badan Lingkungan Hidup). Masing-masing narasumber menyampaikan paparannya tentang Putusan MK terkait UU Kehutanan dan hutan adat berdasarkan ruang lingkup kerjanya masing-masing. “Jika kita masih mendorong skema hutan desa ke dalam wilayah adat, itu berarti kita belum berkontribusi pada reformasi sektoral kehutanan. Dengan adanya putusan MK ini hutan adat bukan lagi hutan Negara. Namun hutan adat tetap masuk ke dalam kawasan hutan, tapi dikategorikan menjadi hutan hak,” papar Erasmus Cahyadi dari Pengurus Besar AMAN Putusan MK memang mengeluarkan hutan adat dari hutan negara. Tetapi ada atau tidaknya hutan adat itu sangat tergantung dari ada atau tidaknya masyarakat adat itu sendiri. Karena itu maka harus disusun kebijakan seperti PP Hutan Adat dan Perda Pengukuhan Keberadaan Masyarakat Hukum Adat. Hal ini juga sejalan dengan langkah strategis yang telah diambil Kementrian Kehutanan.“Diantaranya mempercepat penyelesaian RUU tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat dan berkoordinasi dengan Kemendagri untuk mendorong Pemda segera mendata dan melakukan penelitian dan mengukuhkan keberadaan masyarakat hukum adat “ ucap Dominggus dari Dinas Kehutanan Provinsi Kalteng. “Mengapa kita harus membuat aturan tetapi wilayah belum jelas? seharusnya kita mendorong pemerintah untuk membuat PP yang mendorong pemetaan wilayah adat” ucap Marinus peserta dari PD AMAN Barito Timur. Selain mengusulkan pemetaan wilayah adat yang didukung oleh pemerintah. Peserta FGD lainnya mengharapkan Putusan MK ini disosialisasikan oleh pemerintah bersama lembaga yang terkait sampai ke tingkat komunitas. “Kalau tidak ada sosialisasi sampai ke tingkat komunitas, ini sama dengan menghambat tindak lanjut dari putusan MK sendiri,” tambah Adi peserta dari Komunitas Bundar. Usulan itu langsung direspon oleh Matius Hosang, Narasumber dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Kalteng. “Walaupun saat ini ada MOU antara AMAN dan BLH, tapi ada atau tidak ada MOU itu, kita semua harus bekerjasama dalam menjaga kelestarian lingkungan”. Beberapa usulan dari narasumber dan peserta disusun menjadi sebuah draft rekomendasi untuk Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat. Kemudian draft ini akan dikembalikan kepada pihak yang terlibat dalam FGD ini, untuk disepakati menjadi sebuah rekomendasi menyangkut hutan masyarakat adat.*** Pebri