[caption id="" align="alignleft" width="288"] Investigasi Media ke PT Toba Pulp Lestari & Komunitas Sipituhuta-Pandumaan[/caption] Tele 26 Agustus 2013. Para jurnalis dari berbagai media nasional mengunjungi wilayah konsesi PT Toba Pulp Lestari (TPL) dan komunitas adat Pandumaan-Sipituhuta di Kabupaten Humbang-Hasundutan, Sumatera Utara. Tim kunjungan menjadi lengkap dengan hadirnya Kordinator Nasional Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP) Kasmita Widodo, Rahman Adi Pradana dari Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4), serta Jhon Toni Tarihoran dari AMAN Tano Batak. Dua warga Sipituhuta-Pandumaan, Pandiangan (Ama Kristina) dan Lumban Batu (Ama Lisbon) juga turut. Saat tiba di pos masuk TPL Tele, petugas keamanan menginterogasi Ama Lisbon. Kemudian Ama Lisbon jadi ‘jaminan’ seluruh tim kunjungan. Petugas keamanan tidak mengizinkan tim media memasuki wilayah konsesi TPL. Alasannya, saat itu sedang ada rapat di kantor dan pihak Humas tidak bisa mendampingi tim media. Perwakilan tim media menyatakan tidak membutuhkan pendampingan Humas TPL, karena mereka hanya ingin mengunjungi hutan kemenyan dan sudah ada warga Sipituhuta-Pandumaan ikut mendampingi mereka. Petugas keamanan TPL bersikeras melarang tim media masuk, lalu salah seorang jurnalis menelepon seorang petinggi TPL. Tak lama berselang, seorang pejabat TPL, mengaku bermarga Ritonga, datang dan akan mendampingi tim media. Lima mobil tim media kemudian diarahkan ke kantor TPL Tele. Tim kunjungan menunggu di depan kantor dan menolak saat diajak makan siang bersama. “Kami tidak mau minum atau makan apa pun di TPL ini,” kata Ama Lisbon dalam bahasa Batak. Perjalanan menuju tombak haminjon (hutan kemenyan) dipimpin mobil pegawai TPL, di belakangnya menyusul mobil yang dinaiki warga Sipituhuta-Pandumaan. Pada satu pertigaan, mobil TPL mengarahkan tim ke arah kiri, namun tim kunjungan menolak mengikutinya. “Itu ke arah lahan yang masih bagus, kita lurus saja ke hutan yang sudah dirusak TPL,” kata Ama Lisbon. Karena tak ada yang mengikutinya, mobil TPL itupun balik mundur dan mengambil jalan lurus, searah dengan keinginan tim kunjungan. Di sepanjang jalan, tim media menyaksikan lahan bekas hutan kemenyan yang kini berganti menjadi pohon eucalyptus, ada pula lahan yang baru ditanami. Menurut Pandiangan, TPL telah setuju tidak akan menanami lagi lahan-lahan tersebut dengan eucalyptus, namun praktik di lapangan ternyata berbeda. Tim media juga melihat batang-batang kayu kemenyan, kayu meranti ditumpuk di tepi jalan dan telah dinomori. Menurut informasi Ritonga penanaman di wilayah ini telah tiga kali dan area yang ditanam ulang hanya bagian dekat jalan. Sementara di bagian dalam masih terlihat batang-batang pohon besar baru ditebang dan itu bukan batang pohon eucalyptus. Sepulang dari wilayah konsesi TPL, tim media mengunjungi komunitas adat Sipituhuta-Pandumaan. Mereka disambut para tetua kedua desa. Para tetua menceritakan kronologi perjuangan mereka mempertahankan tombak haminjon yang telah diwariskan selama belasan generasi. Pada 2010, Pansus DPRD Humbang-Hasundutan dilaporkan melakukan pemetaan ulang tata batas. Pemetaan ulang ini dilakukan karena TPL tidak pernah membuat tata batas proyek, hanya jalur trayek. Pasca pemetaan ulang ini TPL ternyata tetap melakukan penebangan. Telah 500 hektare tombak haminjon yang ditebangi. Pada 25 Februari 2013, Pandumaan-Sipituhuta mengadukan TPL ke Kapolres, namun nihil respon. TPL tidak pernah mengajak warga Sipituhuta-Pandumaan berdiskusi mengenai peta konsesi. “Ini tidak sah secara hukum,” kata Kasmita Widodo dari JKPP.***Mona Sihombing