Oleh Apriadi Gunawan

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mulai menyelidiki kasus dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan PT Toba Pulp Lestari (TPL) terhadap Masyarakat Adat di sekitar Danau Toba, Sumatera Utara.

Penyelidikan kasus dugaan pelanggaran HAM oleh TPL itu ditandai dengan turunnya tim Komnas HAM ke lokasi yang diduga menjadi tempat pelanggaran HAM di Natumingka, Kabupaten Toba dan Sihaporas, Kabupaten Simalungun pada akhir Desember 2021. Selama tiga hari, tim Komnas HAM yang dipimpin oleh Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Mochammad Choirul Anam berada di dua desa tersebut untuk mengambil berbagai keterangan dan bukti.

Choirul Anam menyatakan bahwa kunjungannya bersama tim ke dua desa itu merupakan proses awal dari rencana pemantauan dan penyelidikan dari rentetan peristiwa dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan TPL.

Ia menjelaskan, dugaan pelanggaran HAM yang diselidiki Komnas HAM, meliputi sengketa lahan, kriminalisasi, dan pencemaran lingkungan yang diduga dilakukan TPL di enam kabupaten/kota sebagaimana yang telah dilaporkan oleh Masyarakat Adat dari Tano Batak saat beraudiensi ke kantor Komnas HAM pada 22 November 2021 lalu.

Choirul Anam menyatakan bahwa berdasarkan laporan yang masuk ke Komnas HAM dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, sedikitnya ada 26 kasus dugaan pelanggaran HAM yang dialami Masyarakat Adat di kawasan Danau Toba. Choirul Anam menyebut permasalahan yang dihadapi Masyarakat Adat itu, bukan hanya persoalan sengketa wilayah adat, tapi juga kriminalisasi Masyarakat Adat.

Konferensi pers yang dilakukan Komnas HAM terkait TPL di Medan, Sumatera Utara. Sumber foto: Dokumentasi AMAN.

“Semua informasi, fakta, serta peristiwa yang terjadi dalam konteks penyelesaian kasus dugaan pelanggaran HAM ini, akan kami pantau. Lalu, lakukan penyelidikan,” kata Choirul Anam kepada wartawan saat konferensi pers bersama Komnas HAM, AMAN Tano Batak, Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat Sumatera Utara (BAKUMSU), dan Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM) di Medan pada Kamis (30/12/2021).

Ia menegaskan bahwa Komnas HAM menargetkan penyelidikan akan rampung dalam waktu enam bulan. Komnas HAM tidak akan tergesa-gesa dalam menginvestigasi kasus dugaan pelanggaran HAM itu.

"Awalnya, kami targetkan dua bulan, tapi karena kasusnya banyak, ini tidak bisa buru-buru. Itu paling lambat enam bulan harus sudah ada laporan (terhadap) bagaimana kasus ini dan dinamika yang terjadi,” kata Anam.

Ketua Badan Pengurus Harian (BPH) AMAN Tano Batak Roganda Simanjuntak yang turut hadir dalam konferensi pers, mengatakan bahwa AMAN Tano Batak mengapresiasi respons cepat yang diambil oleh Komnas HAM terhadap tuntutan Masyarakat Adat.

“Mengingat masifnya perampasan wilayah adat, perusakan hutan adat, tindakan kekerasan, kriminalisasi, pencemaran lingkungan akibat limbah dan pestisida kimia setelah TPL hadir di Tano Batak. Penderitaan tersebut sudah 30 tahun dirasakan warga,” kata Roganda.

Roganda menyebut ada 32 komunitas Masyarakat Adat yang terdampak dari aktivitas perusahaan di hampir semua wilayah konsesi TPL yang bersinggungan dengan banyak wilayah adat, termasuk perampasan wilayah adat, penghancuran makam leluhur, serta perusakan lingkungan dengan pestisida yang berpotensi menghilangkan flora dan fauna endemik.

“Banyak Masyarakat Adat dan lingkungan yang terdampak dari aktivitas TPL. (Hal tersebut) membuat Masyarakat Adat (yang menjadi) korban dan masyarakat pendamping, menaruh harapan besar kepada Komnas HAM untuk dapat menuntaskan permasalahan ini,” kata Roganda.

***

Tag : Tutup TPL Komnas HAM Tano Batak