Siaran Pers Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Kuala Lumpur, 12 Maret 2013,- Bertempat di Vivatel Hotel, Kuala Lumpur hari ini berlangsung Konsultasi Regional masyarakat adat Asia bersama Pelapor Khusus PBB untuk Hak-Hak Masyarakat Adat. Konsultasi ini akan berlangsung selama dua hari dan akan membahas tiga isu tematik, diantaranya terkait tanah, wilayah dan sumberdaya alam dengan focus kepada industri ekstraktif, isu militarisasi dan dampak-dampaknya, serta isu penentuan nasib sendiri dan identitas masyarakat adat. Konsultasi ini menghadirkan kurang lebih 50 peserta yang terdiri dari perwakilan organisasi masyarakat adat di Asia, perwakilan pemerintah, perwakilan organisasi masyarakat sipil, pihak PBB termasuk Prof. James Anaya selaku pelapor khusus PBB untuk hak-hak masyarakat adat, serta perwakilan masyarakat adat untuk Mekanisme Pakar Hak-Hak Masyarakat Adat dan Mekanisme Tetap PBB untuk Isu-Isu Masyarakat Adat. Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) sebagai perwakilan organisasi masyarakat adat di Indonesia mendelegasikan Patricia Miranda Wattimena, Staf Urusan HAM dan Hubungan Internasional Pengurus Besar AMAN bersama Bata Manurun, Ketua Badan Pengurus Harian AMAN Wilayah Tana Luwu, Sulawesi Selatan untuk menghadiri Konsultasi ini. Dalam intervensi yang dilakukan terkait tanah, wilayah, dan sumberdaya alam, AMAN mengecam keras penangkapan 31 warga komunitas adat Pandumaan dan Sipituhuta oleh pihak kepolisian Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara. Kasus yang terjadi di Pandumaan dan Sipituhuta hanyalah satu dari ratusan konflik akibat aktifitas industri ekstraktif yang dilakukan tanpa Free, Prior, and Informed Consent oleh masyarakat adat setempat. Selanjutnya AMAN merekomendasikan kepada Prof. James Anaya untuk mendesak pemerintah Indonesia mengakui hak-hak masyarakat adat terutama hak terhadap tanah, wilayah, dan sumberdaya alam. AMAN meminta Pelapor Khusus untuk mendesak pemerintah Indonesia segera mengesahkan RUU tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat.