Oleh Nesta Makuba

Masyarakat Adat dari lima suku yang tersebar di Kabupaten Sarmi, Papua menginginkan adanya pemetaan Wilayah Adat secara menyeluruh. Kelima suku yang merupakan suku-suku asli yang mendiami Kabupaten Sarmi tersebut adalah suku Sobey, suku Armati, Rumbuai ,Manirem dan Isirawa.

Yeheskiel Jemjema, salah seorang tokoh adat perwakilan Suku Besar Manirem Kampung Betaf, menyatakan alasan pihaknya meminta adanya pemetaan wilayah adat secara menyeluruh dikarenakan hal ini sangat penting karena dokumen pemetaan adalah bukti bahwa wilayah adat telah dicatat dan diakui oleh pemerintah dan negara secara tertulis.

“Kami mau (pemetaan wilayah adat) menyeluruh, meski ada beberapa wilayah yang sudah dijalankan,” ungkap Yeheskiel pada Kamis, (25/5/2023).

Ia mengatakan Masyarakat Adat terus mencari dukungan agar kelima suku yang menginginkan pemetaan wilayah adat ini menggelar pertemuan guna penentuan batas-batas tanah dan dusun. Menurutnya, pertemuan ini penting agar masing-masing suku menentukan batasnya, dan saling mengetahui dan mengakui.

Yeheskiel menerangkan pemetaan wilayah adat ini cukup penting dilaksanakan mengingat di dalam masing-masing wilayah adat memiliki potensi sumber daya alam yang cukup melimpah, seperti kayu dan lainnya. Ia berharap untuk mewujudkan keinginan Masyarakat Adat dari lima suku ini, pemerintah daerah melakukan pendampingan dengan menggandeng sejumlah lembaga yang dianggap paham soal pemetaan dan riset sosial.

Menanggapi hal ini, Asisten II Bidang Ekonomi dan Pembangunan Pemkab Sarmi, Daniel Robert Senis menyatakan bahwa pemerintah daerah saat ini sedang mencari formula untuk mewujudkan keinginan Masyarakat Adat dari lima suku tersebut. Menurutnya, pemetaan wilayah adat tidak mudah dilakukan, namun pemerintah daerah memberikan ruang seluas-luasnya kepada Masyarakat Adat untuk bermusyawarah dalam menentukan apa yang menjadi hak dasar mereka.

“Pemetaan Wilayah Adat ini tidak semudah yang kita pikirkan, ceritanya panjang, meski hal ini diinginkan oleh lima suku besar,” katanya.

Usulkan Hutan Adat

Sebelumnya, Pemerintah Kabupaten Sarmi telah mengusulkan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk segera menetapkan kawasan hutan yang ada di lima kampung diubah statusnya menjadi hutan adat. Kelima kampung tersebut adalah Distrik Pantai Barat Kampung Wartewar, Kampung Wari, Arusuar, Berawar dan Arbais.

Kepala KPH Unit 21 Dinas Kehutanan Provinsi Papua Lintas Sarmi Mambramo Raya, Debora Ludia Sawen menyatakan proses pengusulan hutan adat di lima kampung sedang berjalan di KLHK. Debora mengatakan usulan ini dilakukan atas kerja sama Dinas Kehutanan Propinsi Papua dengan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Sarmi.

Tonce Welem Namantar, salah seorang perwakilan Masyarakat Adat dari kampung Dabe Distrik Sarmi Timur Tengah mendukung langkah yang dilakukan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Sarmi dan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Papua terkait dengan usulan hutan adat. Menurutnya, usulan ini perlu didukung dalam upaya penyelamatan sumberdaya Masyarakat Adat Sarmi di lima Suku Besar.

“Langkah ini perlu didukung semua komponen Masyarakat Adat dari akar rumput agar Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Sarmi dan KLHK Provinsi Papua bisa memerahkan potensi dari tanah kita agar mendapat legalitas negara,” ujar Tonce.

Ia mengatakan apa yang saat ini dicanangkan oleh Dinas Lingkungan Hidup cukup baik, karena hampir sebagian besar kayu dari berbagi jenis yang ada di hutan adat Sarmi habis dirambah oleh pembalak liar.

“Orang lain sudah bawa kayu-kayu kita keluar, mari kita dukung penuh usulan hutan adat ini,” ungkapnya.

***

Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat dari Jayapura, Papua

Tag : Papua Sarmi Pemetaan Wilayah Adat