Oleh Nesta Makuba

Masyarakat Adat di Kampung Beneik di Lembah Grime Nawa, Kabupaten Jayapura, Papua, mengecam sikap perusahaan perkebunan sawit PT Permata Nusa Mandiri (PNM) yang tidak mematuhi surat penghentian aktivitas yang diterbitkan oleh Bupati Jayapura Mathius Awoitauw. Masyarakat Adat pun meminta aparat penegak hukum untuk menindak perusahaan yang mengabaikan surat tersebut.

Kepala Suku Lembah Grime Nawa Matheus Sawa menyatakan bahwa PT PNM tidak punya itikad baik dalam menjalankan surat penghentian aktivitas yang diterbitkan Bupati Jayapura. Menurutnya, hingga saat tulisan ini dibuat, perusahaan tersebut masih beroperasi. Ironisnya, kata Matheus, perusahaan perkebunan sawit yang telah dilarang beroperasi itu, justru gencar melakukan pembabatan hutan milik Masyarakat Adat di Kampung Beneik.

Menurut Matheus, tindakan PT PNM sudah melanggar hukum. Ia mendesak Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) untuk mencabut izin perusahaan dan mengembalikan seluruh wilayah adat yang dirampas.

“Kami akan terus berjuang sampai izin perusahaan dicabut dan hak kedaulatan (atas) wilayah adat kami yang dirampas, dikembalikan kepada Masyarakat Adat,” kata Matheus Sawa pada Rabu, (30/11/2022).

Matheus menegaskan bahwa mereka akan terus berjuang sampai titik darah penghabisan. Ia menyatakan, tidak boleh ada sejengkal tanah yang hilang dari wilayah adat. Apalagi, seenaknya memindahkan Masyarakat Adat dari tanah leluhurnya.

“Kalau perusahaan dan negara mau ambil tanah kami, silakan bunuh saja kami sampai habis biar tanah ini kosong,” tandasnya dengan nada geram.

Matheus menuturkan bahwa Masyarakat Adat di Lembah Grime Nawa tidak akan berpindah karena tanah dan hutan yang mereka tempati, merupakan pemberian nenek moyang. Ia menyebut luas tanah dan hutan yang ditempati saat ini mencapai 32 ribu hektar. Wilayah adat mereka terbentang dari barat hingga ke timur di muara bibir Danau Sentani, berbatasan dengan Kabupaten Keerom yang diklaim sepihak oleh PT PNM.

“Perusahaan sudah ambil tanah dan hutan kami sampai di batas Kabupaten Keerom. Sampai sekarang, masih ada perampasan,” ungkapnya.

 


Aksi protes Masyarakat Adat. 
Sumber foto: Dokumentasi AMAN.

Menanggapi hal tersebut, Asisten II Sekda Kabupaten Jayapura Joko Sunaryo mengatakan bahwa pemerintah sangat serius mengurus masalah PT PNM dan Masyarakat Adat. Menurutnya, Pemerintah Daerah telah mengambil langkah yang telah sesuai dengan prosedur untuk mengatasi permasalahan.

“Kita serius! Terbukti kami sudah berikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga kepada perusahaan. Ini langkah-langkah yang kami lakukan,” ujarnya.

Joko mengatakan, jika PT PNM tidak mengindahkan surat peringatan yang disampaikan Pemerintah Daerah, maka tanggung jawab tersebut ada yang akan mengurusi.

Bupati Jayapura Mathius Awoitauw baru-baru ini mencabut Izin Lokasi dan Lingkungan PT PNM yang telah merampas secara sepihak wilayah adat di Lembah Grime Nawa di Distrik Nimbokrang.

Pencabutan izin yang tertuang dalam bentuk Surat Keputusan (SK) Bupati Jayapura itu telah diserahkan kepada Ketua Dewan Adat Suku Lembah Grime Nawa selaku pemilik tanah dan hutan di wilayah adat. Penyerahan SK diberikan pada pembukaan acara Pentas Kuliner Swamening Grime Nawa di Kampung Berap, Distrik Nimbokrang pada Sabtu, 24 September 2022.

“Saya serahkan secara resmi Surat Keterangan pencabutan izin PT PNM di Lembah Grime Nawa kepada para tokoh adat di Griem Nawa, juga Masyarakat Adat pemilik hak ulayat,” ujar Mathius saat memberikan SK.

Ia menjelaskan bahwa semua izin PT PNM sudah tidak ada, kecuali Izin Hak Guna Usaha (HGU) dari Kementerian ATR/BPN. Ia berharap pihak kementerian tersebut segera mengeluarkan HGU itu, sehingga PT PNM berhenti total.

***

Penulis adalah jurnalis Masyarakat Adat dari Kabupaten Jayapura, Papua.

Tag : HGU PT PNM Lembah Grime Nawa