[caption id="" align="alignleft" width="280"] Sambutan Sekjen saat penyerahan Peta Wilayah Adat ke UKP4[/caption] “Ini merupakan acara istimewa dan pertama kali terjadi di Indonesia. Kita tidak hanya akan mengembangkan satu peta yang dibangun secara bersama-sama oleh partisipasi masyarakat (one map) tetapi juga identifikasi lokasi dari wilayah masyarakat adat,” kata Kuntoro Mangkusubroto, Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) dalam acara serah terima peta masyarakat adat pada tanggal 14 Nov 2012 sekitar jam 16.00 sore di bilangan Jalan Veteran kantor UKP4. Lebih jauh Kuntoro Mangkusubroto mengatakan, jika hutan-hutan masyarakat adat yang dibanggakan itu masuk dalam konsep HTI, yang namanya hutan heterogen, hutan tropis, hutan alamipun jadi hutan homogen. “Jadi hutan harus tetap ada untuk rakyat kita dan untuk masyarakat adat, ini arti penting dari apa yang akan kita sepakati pada sore ini. Program one map yang sudah berjalan untuk menjadi acuan lembaga lain, sekarang lebih diperkaya lagi oleh informasi wilayah adat,” papar Kuntoro Mangunsubroto dalam sambutan resminya. Pada kesempatan ini hadir Sekjen AMAN (Aliansi Masyrakat Adat Nusantara) Abdon Nababan bersama Dewan AMAN Nasional, Sumatera, Papua, Kalimantan. Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP) dan Badan Informasi Geospasial (BIG) serta sejumlah aktivis dan pemerhati masyarakat adat menghadiri acara ini. Pemetaan yang dikerjakan oleh JKKP dan AMAN Ini tak ada kaitannya dengan karbon dan redd. Untuk tahap awal, peta wilayah adat yang diserahkan berjumlah 265 peta wilayah adat dari total luasan 2.402.222,824 Ha, dalam kategori informasi geospasial. Kepala BIG, Asep Karsidi, berjanji menyiapkan halaman khusus untuk informasi geospasial tematik wilayah adat yang diserahkan itu pada geoportal BIG. Sementara itu Abdon Nababan mengatakan, bahwa hukum konstitusi yang mengakui keberadaan masyarakat adat dalam negara sebenarnya sangat kuat. Hanya saja belum mempunyai hukum administrasi bagi keberadaan masyarakat adat berikut hak-hak kolektifnya. Sehingga seringkali sosok masyarakat adat hadir justru ketika dalam keadaan konflik. Dalam keadaan damai masyarakat adat dianggap tak ada. Masyarakat adat berinisiatif untuk memetakan dirinya sendiri untuk menunjukan bahwa masyarakat adat itu hadir dan ada. Ini salah satu bentuk keinginan masyarakat adat untuk hadir di tengah-tengah Negara. Setelah pemetaan ini selesai, tidak ada tempat untuk menyimpan data mereka dijajaran pemerintahan. Masyarakat adat sudah lelah berkonflik dengan negaranya sendiri, karena data mereka tak ada padanegara. Sekarang masyarakat adat mempunyai tempat untuk menunjukan diri mereka lewat BIG, saya yakin gambar Indonesia akan berubah dalam 5 tahun ini, dan dengan adanya BIG akan ada Indonesia baru. Abdon Nababan sebagai Sekjen AMAN bersama Koordinator Nasional JKPP, Kasmita Widodo sepakat bahwa kerjasama pemetaan, bertujuan untuk mendorong seluruh sektor pembangunan di Indonesia yang saat ini dikelola secara sektoral melalui Kementerian dan Lembaga Non Departemen, bisa bekerja sama dibawah kepemimpinan presiden dalam memastikan pembangunan nasional yang secara signifikan bisa mengurangi konflik tanah, wilayah, serta sumberdaya alam yang berpotensi menggagalkan tujuan pembangunan itu sendiri. //***** Kang KIPLI.