[caption id="" align="aligncenter" width="556"]Morotai Morotai[/caption]

Siang tadi, rombongan Presiden menghadiri acara puncak pelaksanaan SAIL Morotai di Maluku Utara. Satu peristiwa dan agenda besar untuk mendorong sektor Pariwisata dan Perikanan sebagai andalan yang harus terus dikembangkan.

Memang dibenarkan, Morotai untuk dengan dua sektor ini tidak perlu diperdebatkan. Daerah yang dalam sejarah perang dunia ke-II itu, pernah menjadi pangkalan perang sekutu. Panorama bawah laut dan gugusan pulau-pulau kecil menghadirkan ketenangan jiwa bagi siapa saja yang mau hadir menikmati keindahan Morotai. Hal lain yang perlu di banggakan, potensi perikanan yang menjanjikan kesejahteraan bagi masyarakat setempat. Daerah ini rencananya akan dikembangkan dalam program Mega Minapolitan.

Berada di bibir Pasifik, Morotai bisa menjadi jembatan bagi Indonesia dengan negara-negara lain di Asia. Karena itu dalam setiap diskusi dikalangan Akademik/ Pemerintah/ Media/ LSM/ Pengusaha, merekomendasikan Morotai harus menjadi gerbang Pasifiknya Indonesia.

Meninggalkan Pulau Morotai sejenak dan coba kita beranjak ke sebelahnya Pulau Halmahera. Halmahera merupakan pulau terbesar di Maluku Utara, pulau ini menyimpang potensi SDA yang melimpah. Nikel, Emas, Batu Bara, Pasir Besi, dll. Potensi kehutanan juga beragam, Perikananpun demkian, bahkan dihuni oleh berapa jenis burung endemik.

Halmahera dihuni oleh beragam Suku Bangsa yang sehari-hari bergantung pada alam. Potensi yang tersedia di alam di kelola secara surviva dgn kearifan lokal untuk keberlanjutan hidup dari generasi ke generasi. Karena itu, Suku Tobelo Dalam memaknai hutan adalah "Makanan dan Leluhur Mereka", Suku Pagu melihat Hutan sebagai tempat bersemayangnya leluhur mereka yang menjaga alam untuk anak cucu, Suku Sawai dalam pemanfaatan dan pengelolaan SDA, harus dengan sistem "Myo Facicile/ambil sedikit saja" karena alam itu adalah untuk masa depan generasi.

Saat ini nilai seperti itu tergusur perlahan-lahan oleh konstruksi nilai baru yang mempengaruhi nalar berfikir mereka. Masyarakat adat dari menjaga hutan menjadi perambah hutan. Mereka seperti tidak bisa hidup jika tidak menjual tanahnya kepada pihak lain (perusahan tambang). Halmahera saat ini dihuni oleh I64 IUP, 3 KK, 4 Perkebunan Sawit, Ratusan Izin Kehutanan. Konflik Agraria pun terus bermunculan.

MP3EI atau satu mega proyek yang dirancang saat ini, Halmahera dikembangkan sebagai Pusat Pertambangan Nasional, sedangkan Morotai sebagai Perikanan.

Mega proyek ini jika ditelusuri lebih dalam merupakan perjamuan suci kelompok kapitalis yang akan merongrong hidup masyarakat Maluku Utara.

SAIL Morotai merupakan rangkaian kegiatan dari rencana MP3EI. Pertarungan kepentingan penguasan hak kelola laut terjadi di depan mata. Bahkan awal tahun lalu, salah satu investor di Morotai, PT MMC, mengusir masyarakat pulau Ngele-Ngele dari perkampungan mereka. Di Halmahera beberapa perkampungan terancam direlokasi karena masuk dlm wilayah konsesi perusahan tambang.

Khayalan masa depan sangat sulit diwujudkan. Dipermukaan kita melihat giat-giat pembangunan yang terus di dorong oleh negara, sayangnya dibalik rencana itu, ada kepentingan kapitalisme yang menyusup untuk menguasai SDA milik (hak) suku bangsa di Halmahera.

SAIL Morotai, MP3EI vs Kesejahteraan Masyarakat..!! Jangan lagi membangun mitos.. (PW AMAN Malut- Munadi Kilkoda)