Dialog Percepatan Pengakuan Hak-hak Masyarakat Adat Halmahera Tengah
26 August 2015
[caption id="attachment_807" align="alignleft" width="300"] Suasana Dialog Percepatan Pengakuan Hak Masyarakat Adat Halteng[/caption] Weda 25/8/2015 - Dialog Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat di Halmahera Tengah kembali dilaksanakan di Weda yang diinisiasi oleh Pengurus Wilayah Aliansi Masyarakat Adat (PW AMAN) Maluku Utara. Dialog ini menghadirkan Munadi Kilkoda (AMAN), Abdurahim Odeyani (BanLeg) dan Wahab Samad (Kadis kehutanan Halteng) sebagai narasumber yang kegiatannya dilaksanakan di Aula Madrasah Tsanawiyah Weda, 25 Agustus 2015. Munadi Kilkoda dalam paparannya menyampaikan bahwa sampai saat ini belum ada satupun regulasi berupa undang-undang yang mengatur tentang perlindungan masyarakat adat. Karena itu wilayah-wilayah adat menjadi sasaran masuknya izin-izin investasi yang tak menghormati hak-hak masyarakat adat di wilayah tersebut. �Pada tahun 2013, ada putusan MK no 35 terhadap UU 41 tahun 1999 tentang UU Kehutanan yang salah satunya mengeluarkan hutan adat dari hutan negara, �ungkapnya. Munadi juga menambahkan bahwa dengan adanya putusan MK 35 ini, seharusnya Pemerintah Daerah bersama DPRD bisa segera mengimplementasikan putusan MK 35 tersebut. Minimal harus ada peraturan daerah dalam menjamin hak-hak masyarakat adat di Halmahera Tengah. Masyarakat adat sendiri sudah merespon akan adanya PERDA dengan mulai mengidetifikasi wilayah adat melalui pemetaan partisipatif wilayah adat mereka. Sementara itu Ketua Badan Legislasi DPRD Halmahera Tengah, Abdurahim Odeyani dalam paparannya menyampaikan bahwa Halmahera Tengah adalah negeri adat. Hal ini terbukti dari tradisi Fogogoru yang merupakan nilai adat dari tiga orang bersaudara, Mobon, Poton dan Were. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa hak-hak masyarakat adat sampai saat ini belum diakomodir dalam bentuk regulasi yang bisa menjamin hak-hak tersebut sehingga hak-hak masyarakat adat punya potensi keterancaman yang cukup besar. Politisi yang sering disapa bang Imo ini menyampaikan bahwa saat ini DPRD Kabupaten Halmahera Tengah sementara bekerja untuk penyelesain Perda tentang masyarakat adat di Halmahera tengah. Rancangannya sudah final, naskah akademiknya juga sudah diselesaikan oleh Universitas Khairun dan sekarang sudah berada di meja pimpinan. Kami berharap dalam waktu dekat, hal ini bisa dibahas dengan Pemkab untuk dimasukan dalam Prolegda 2015. Untuk itu seluruh komunitas adat di Halteng harus mengawal proses ini dengan serius. Kepala Dinas Kehutanan Halmahera Tengah, Wahab Samad mengatakan kawasan hutan di Halmahera Tengah meliputi 80 % wilayah Kabupaten Halteng, luasannya sekitar 198.000 Hektar. Dalam kawasan-kawasan ini sebenarnya ada masyarakat adat yang telah mendiami wilayah tersebut puluhan bahkan ratusa tahun lalu. Kami sudah pernah mencoba menyampaikan kepada pemerintah pusat tentang perubahan status kawasan hutan menjadi APL namun hanya sebagian saja yang diakomodir. Menyangkut implementasi putusan MK 35, beliau menyampaikan sesuai putusan tersebut ada persyaratan dalam pengakuan masyarakat adat seperti harus ada PERDA di kabupaten ini. Ia menambahkan, saat ini pemerintah daerah bersama DPRD sementara bekerja untuk mempersiapkan rampungnya PERDA tersebut. Selain itu pula, Dinas Kehutanan Halteng sudah membangun komunikasi dengan Taman Nasional Aketajawe-Lolobata dalam menginventarisir hak-hak masyarakat adat dalam kawasan hutan. Dibagian akhir dialog juga diserahkan peta wilayah adat Banemo dan Fritu serta peta sebaran komunitas adat di Halmahera tengah oleh perwakilan komunitas beserta AMAN kepada DPRD Halteng yang diharapakan menjadi rujukan dalam PERDA nantinya.***Abe Ngingi
Sumber : dialog-percepatan-pengakuan-hak-hak-masyarakat-adat-halmahera-tengah