Oleh Annisa Tiara Putri

Wilayah adat kami telah dirampas oleh perkebunan, pertambangan, Hutan Tanaman Industri, Taman Nasional dan wilayah konservasi lainnya, melalui perizinan pemerintah dan kebijakan yang tidak berpihak kepada Masyarakat Adat.

Nukilan kalimat ini tertulis dalam persentasi Ketua Pengurus Harian Daerah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Indragiri Hulu, Gilung dalam acara penyusunan dokumen pengajuan wilayah adat di rumah AMAN Indragiri Hulu pada 19 Oktober 2023.

Gilung menjelaskan kalimat ini merupakan gambaran atas realitas dari kehidupan Masyarakat Adat di Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau. Dikatakannya, kalimat tersebut bagian dari maklumat dan resolusi yang lahir dari sebuah acara perhelatan “Gawai Gedang” di Talang Sungai Limau, Kecamatan Rakit Kulim, Kabupaten Indragiri Hulu pada 7-8 Desember 2018.

Gilung menambahkan dalam maklumat itu disebutkan bahwa akibat dari perampasan wilayah adat tersebut, mereka kehilangan mata pencaharian yang berdampak pada pemiskinan kehidupan.

“Kami mengalami kerusakan struktur sosial dan perpecahan. Budaya kami terancam punah,” demikian akhir dari maklumat tersebut.

Gilung mengatakan saat ini, Masyarakat Adat Talang Mamak khawatir akan ancaman yang menghampiri keberlangsungan hutan adat mereka, yaitu perizinan konsesi dan hutan produksi terbatas. Ia menyebut ada lebih dari 20 perusahaan yang memiliki izin Hak Guna Usaha yang berada di dalam wilayah adat Talang Mamak. Bahkan, ada wilayah kelompok tani Masyarakat Adat yang masuk ke dalam kawasan hutan serta kawasan konsesi sebuah perusahaan.

Maka dari itu, katanya, menjadi begitu penting untuk terus mendorong pengakuan keberadaan Masyarakat Adat Talang Mamak beserta hak-hak mereka di Kabupaten Indragiri Hulu.

Gilung menjelaskan untuk mewujudkan semua ini, Masyarakat Adat Talang Mamak akan melanjutkan perjalanan panjangnya dengan menjalankan unit-unit usaha yang sudah terbentuk, percepat pemetaan wilayah adat, melestarikan kearifan lokal, mendesak pemangku kebijakan, serta meningkatkan pengetahuan lokal Masyarakat Adat.

“Kita harus kembali meneguhkan kebersamaan untuk menghadapi keprihatinan-keprihatinan serta tantangan dari luar yang terus menggerus persaudaraan dan persatuan,” ungkap Gilung.

Diskusi Pengajuan Dokumen Pengakuan Masyarakat Adat Talang Mamak pada bulan Oktober 2023. Dokumentasi AMAN

Melibatkan Seluruh Lapisan Masyarakat Adat

Masyarakat Adat Talang Mamak di Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau, telah melalui perjalanan panjang dalam memperjuangan hak dan sejarah adat mereka untuk diakui secara hukum di pemerintah daerah hingga ke pusat.

Perjalanan panjang itu dimulai pada 12 Maret 2012, saat itu Masyarakat Adat dan tetua adat melakukan musyawarah di rumah kediaman Ketua Adat Batin Talang Perigi dalam acara Gawai Gedang (ritual pernikahan adat suku Talang Mamak). Mereka membedah persoalan yang terjadi di wilayah adat Talang Mamak.

Kala itu, seluruh partisipan yang terlibat membicarakan tentang sejarah suku Talang Mamak serta wilayah adatnya. Hal ini guna menyatukan pengetahuan tentang wilayah adat suku Talang Mamak melalui kearifan lokal berdasar sejarah-sejarah yang telah mereka lalui. Lebih rinci, poin-poin bahasan pada musyawarah kala itu berjumlah 12 butir, diantaranya sejarah wilayah adat, hutan, hewan, pangan, seni budaya dan lain sebagainya.

Dua belas butir tersebut dibahas dengan mengumpulkan dan menyatukan pengetahuan-pengetahuan seluruh partisipan Gawai Gedang, termasuk para batin dan tetua adat.

Musyawarah awal ini menjadi penting sebagai landasan persatuan tiap lapis Masyarakat Adat Talang Mamak, termasuk didalamnya sebagai panduan adat masyarakat dan anak muda Talang Mamak dalam kehidupan sehari-hari. Musyawarah ini menghasilkan pengetahuan sejarah dan aturan adat yang lebih komprehensif.

Selanjutnya pada 12-13 Januari 2013, para pimpinan dan tetua adat Talang Mamak kembali mengadakan musyawarah yang dihadiri sekitar 500 anggota suku Talang Mamak. Musyawarah Adat ini kembali diadakan melalui perhelatan Gawai Gedang. Tujuannya untuk membicarakan capaian-capaian yang mesti dilakukan menuju kedaulatan Masyarakat Adat Talang Mamak.

Musyawarah ini menghasilkan beberapa rencana tindak lanjut, yaitu: melakukan pemetaan wilayah adat, mengumpulkan data sosial dan spasial, serta kesepakatan bersama bahwa rencana selama tiga tahun ke depan ini harus tercapai. Hasil musyawarah ini ditandatangani oleh seluruh batin Talang Mamak dan disaksikan oleh Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia.

Untuk menindaklanjuti ketiga rencana tersebut, orang-orang muda adat, tetua adat, dan batin kembali berkumpul, didampingi pengurus AMAN Indragiri Hulu. Pertemuan ini untuk membicarakan teknis lapangan dalam melakukan pemetaan dan mengumpulkan data sekaligus melakukan pelatihan. Selain itu, mengambil titik koordinat wilayah adat dengan melibatkan orang muda Talang Mamak. Mereka mengambil titik koordinat situs-situs penting seperti tanah keramat, makam, sumber daya alam, ekowisata, dan lainnya yang wajib dilindungi oleh Masyarakat Adat Talang Mamak.

Orang muda Talang Mamak dibagi dalam 15 tim untuk mengambil titik koordinat di 23 wilayah adat dengan didampingi pengurus AMAN Indragiri Hulu. Setelah pengambilan titik koordinat selesai, orang-orang muda Talang Mamak kemudian diberangkatkan ke Pekanbaru untuk memasukkan milimeter blok dan kalker selama kurang lebih tiga bulan.

Penyerahan Dokumen Pengakuan Masyarakat Adat Talang Mamak

Selama enam tahun mulai dari tahun 2014 hingga 2020, sebanyak 23 peta wilayah adat suku Talang Mamak dapat diselesaikan dengan bantuan dari beberapa lembaga. Pada 14-15 Mei 2015, dilaksanakan peluncuran peta wilayah adat suku Talang Mamak di kantor Kecamatan Batang Cenaku dalam upacara adat pengukuhan para batin yang berada di wilayah Kecamatan Batang Cenaku. Acara ini melibatkan perempuan adat yang bertanggung jawab atas perlengkapan upacara adat tersebut.

Di acara yang sama, batin Parit Irasan yang dibersamai pimpinan adat lainnya menyerahkan dokumen peta dan sejarah adat suku Talang Mamak kepada Direktorat Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, untuk mendorong pengakuan Masyarakat Adat Talang Mamak. Penyerahan ini disaksikan oleh instansi pemerintahan terkait di Kabupaten Indragiri Hulu serta ratusan anggota Masyarakat Adat Talang Mamak.

Di tahun 2016, Ketua PHD AMAN Indragiri Hulu Gilung bersama tim-nya menyerahkan naskah akademik ke Sekretaris Daerah (Sekda) Bupati Kabupaten Indragiri Hulu. Di tahun 2016 itu pula, Gilung bersama perwakilan anggota Masyarakat Adat Talang Mamak juga berdiskusi bersama Ketua DPRD Indragiri Hulu untuk membicarakan dokumen yang sama.

Sayangnya, upaya ini tidak ada tindak lanjut dari pemangku kebijakan. Gilung bersama perwakilan anggota Masyarakat Adat Talang Mamak kembali menanyakan ke Pemerintah Daerah sudah berlangsung sejauh mana proses pengakuan Masyarakat Adat Talang Mamak. Mereka bertemu dengan Kepala Bagian Hukum dan Sekda Bupati Kabupaten Indragiri Hulu dan mendapatkan jawaban bahwa Surat Keputusan (SK) Panitia Pengakuan Masyarakat Adat Talang Mamak sudah ditandatangani oleh Bupati Kabupaten Indragiri Hulu pada 23 Januari 2018.

“Ini sebuah penantian panjang,” kata Gilung.

***

Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat dari Kampar, Riau