AMAN dan Fraksi PKB Bahas Strategi Komunikasi Politik Untuk Mensahkan UU Masyarakat Adat
30 Oktober 2024 Berita Apriadi GunawanOleh Apriadi Gunawan
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) bersama sejumlah koalisi masyarakat sipil menemui anggota DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB) guna membahas strategi komunikasi politik untuk mensahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Adat yang sudah 10 tahun lebih mangkrak di DPR.
Fraksi PKB yang beranggota 68 orang di DPR berjanji akan menjadikan RUU Masyarakat Adat sebagai prioritas yang harus disahkan di masa persidangan tahun ini.
Maman Imanulhaq selaku pimpinan Fraksi PKB menyatakan sudah meminta pimpinan mereka di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI untuk memperjuangkan RUU Masyarakat Adat ini untuk segera disahkan menjadi Undang-Undang.
“Pastinya, PKB menjadikan Undang-Undang Masyarakat Adat ini menjadi prioritas yang harus digolkan di masa persidangan tahun ini,” kata Maman Imanulhaq saat memimpin pertemuan dengan sejumlah pengurus AMAN dan koalisi masyarakat sipil di ruangan Fraksi PKB DPR RI pada Senin, 28 Oktober 2024.
Pertemuan yang berlangsung penuh kekeluargaan ini merupakan tindaklanjut dari aksi Gerakan Rakyat Kawal Masyarakat Adat (GERAK MASA) ke Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) dan Istana Negara pada Jum’at, 11 Oktober 2024.
Aksi damai yang diikuti ribuan Masyarakat Adat dengan berbagai atribut budaya dari berbagai daerah tersebut menuntut janji Presiden Joko Widodo saat itu mensahkan Undang-Undang Masyarakat Adat, sembari memberi peringatan (alarm) kepada pemerintah agar tidak menunda-nunda lagi pengesahan Undang-Undang Masyarakat Adat yang sudah satu dekade mengendap di DPR.
Maman Imanulhaq menjelaskan untuk melancarkan semua usaha yang diharapkan agar Undang-Undang Masyarakat Adat segera disahkan diperlukan strategi komunikasi politik yang baik. Sebab, sebutnya, cara kita berpolitik di DPR berbeda. Tidak seperti yang kita inginkan saat aktif di organisasi.
“Kita memberikan banyak hal tapi dipatahkan oleh orang yang baru masuk (DPR). Itu yang akan kita coba, bagaimana solusinya,” kata Maman sembari meminta masukan strategi untuk mengantisipasi hal ini.
AMAN dan Fraksi PKB Bahas RUU Masyarakat Adat. Dokumentasi AMAN
Sekretaris Jenderal AMAN Rukka Sombolinggi mengatakan Rancangan Undang-Undang Masyarakat Adat ini sudah 10 tahun lebih di Badan Legislasi DPR, berputar terus tak juga disahkan. Rukka menyatakan di periode DPR RI ini, mereka akan lebih banyak berkomunikasi dengan anggota Dewan. Diakuinya, dalam perjalanan kesini, strategi komunikasi politik itu menjadi yang utama.
“Kami betul-betul perlu dukungan untuk manuver komunikasi politiknya di Badan Legislasi, bahkan di Komisi-Komisi DPR. Saat ini, RUU Masyarakat Adat berhenti di Badan Musyawarah (Bamus),” ungkap Rukka dalam pertemuan dengan Fraksi PKB DPR RI.
Rukka menambahkan bahwa sejauh ini, mereka telah berusaha untuk berkomunikasi dengan berbagai Fraksi di DPR. Namun, sampai hari ini yang merespon baru Fraksi PKB.
“Dari dulu, komunikasi kami dengan beberapa partai, termasuk PKS tidak ada masalah. Partai-partai itu justru mendukung kami. Dari dulu tidak ada perlawanan,” terangnya.
Rukka menceritakan sejarah awal, naskah RUU Masyarakat Adat masuk ke Baleg DPR RI itu ditangani oleh Fraksi PDI Perjuangan. Tetapi dalam perjalanan lima tahun terakhir, justru PDI Perjuangan yang menolak karena mengganggap RUU Masyarakat Adat ini akan melahirkan feodalisme. Rukka menegaskan Masyarakat Adat itu bukan seperti yang dibayangkan oleh pemerintah dalam 10 tahun terakhir ini: kerajaan-kerajaan.
“Itu berbeda. Ini yang mungkin perlu dipertegas dalam proses ini,” tandasnya.
Selain PDI Perjuangan, kemudian Partai Golkar secara terang-terangan menyampaikan keberatan karena argumennya akan menghambat investasi.
Rukka mengatakan soal investasi dan pembangunan ini perlu dikomunikasikan karena Masyarakat Adat selalu dituduh menghalangi pembangunan, anti investasi. Rukka menegaskan itu semua tidak benar.
“Ini kesalahpahamam, tuduhan yang tidak berdasar. Karena ketika mendapat pengakuan dan izin resmi dari Masyarakat Adat, investasi datang. Masyarakat Adat tidak masalah, dengan catatan Masyarakat Adat harus terlibat,” terangnya.
Rukka berharap UU Masyarakat Adat ini nantinya bisa menjawab ego sektoralisme di daerah. Karena diberbagai Undang-Undang yang sebagian mengatur hak-hak Masyarakat Adat, selama ini tidak berguna bagi Masyarakat Adat, justru banyak menimbulkan kekacauan.
“Ini yang perlu diperhatikan, jaminan pembangunan itu adalah kalau hak-hak Masyarakat Adat dijamin. Masyarakat Adat tidak anti investasi, yang kita anti adalah investasinya semena-mena merampas wilayah adat,” pungkasnya.
***