Sekjen AMAN Sampaikan Urgensi UU Masyarakat Adat dalam Rapat Badan Legislasi DPR
01 November 2024 Berita Sepriandi dan Apriadi GunawanOleh Sepriandi dan Apriadi Gunawan
Sekretaris Jenderal AMAN Rukka Sombolinggi menyatakan Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Adat harus segera disahkan untuk memulihkan hubungan negara dengan Masyarakat Adat yang selama ini sedang tidak baik-baik saja. Dikatakannya, pemerintah dan Masyarakat Adat sering terlibat konflik di wilayah adat akibat kebijakan negara yang tidak adil.
Rukka menyebut selama 10 tahun terakhir sejak 2014, tercatat ada 687 konflik agraria terjadi di wilayah adat karena ketiadaan Undang-Undang Masyarakat Adat. Akibatnya, ada 11,7 juta hektar wilayah adat dirampas dri Masyarakat Adat.
Kemudian, dalam kurun 10 tahun terakhir ini juga ada 925 orang pemimpin kami dan pejuang Masyarakat Adat yang dikriminalisasi, 60 orang diantaranya mendapatkan tindakan kekerasan dan dua orang meninggal dibunuh ditempat dan ada juga yang meninggal di penjara.
“Semua ini menandakan negara absen dalam 10 tahun terakhir. Identitas wilayah adat hancur, di AMAN ada lima kelompok Masyarkat Adat yang terancam punah, salah satunya di Halmahera Timur,” ungkap Rukka Sombolinggi dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Badan Legislasi (Baleg) DPR RI pada Rabu, 30 Oktober 2024.
Rapat dipimpin Wakil Ketua Baleg DPR RI Martin Manurung di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta. Selain AMAN, Rapat Dengar Pendapat Umum juga dihadiri Komnas HAM dan Perludem. Rapat Baleg DPR RI membahas penyusunan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) RUU Tahun 2025-2029 serta Prolegnas RUU Prioritas Tahun 2025.
Rukka menyampaikan dalam rapat Baleg ini bahwa AMAN bersama koalisi Masyarakat Sipil Kawal Undang-Undang Masyarakat Adat mendorong agar DPR RI segera mengesahkan Undang-Undang Masyarakat Adat di tahun 2025. Sebab, sudah lebih satu dekade UU Masyarakat Adat ini belum kunjung disahkan. Sehingga, semakin urgen untuk disahkan. Padahal, Masyarakat Adat sudah ada sebelum adanya negara Indonesia.
Lagi pula, sebutnya, hak-hak Masyarakat Adat telah diakui dalam UUD 1945 pasal 18 B ayat 2, pasal 28 I ayat 3 dan pasal 32 ayat 1 dan ayat 2
“Pengakuan ini bermakna deklaratif sekaligus penegasan hak Masyarakat Adat atas wilayah adat, sumber daya yang dimiliki secara turun temurun,” tegasnya.
Dalam hal ini, Rukka kembali menyinggung akibat belum disahkannya Undang-Undang Masyarakat Adat, kepunahan Masyarakat Adat di depan mata. Karena itu, menurutnya, negara harus hadir untuk mengatasi kepunahan ini.
“Harus ada mekanisme pengakuan yang sederhana dan mudah, agar ada kepastian hukum bagi Masyarakat Adat," imbuhnya.
Suasana Rapat Dengar Pendapat Umum di Badan Legislasi DPR RI. Dokumentasi AMAN
Kebijakan Bersyarat
Rukka Sombolinggi mengatakan sejak 10 tahun terakhir, negara banyak sekali membuat kebijakan yang bersyarat, seperti penetapan desa adat dalam undang-undang desa. Namun, sampai saat ini belum ada satu pun penetapan desa adat. Disebutnya, mekanisme pengakuan Masyarakat Adat melalui Peraturan Daerah (Perda) terlalu panjang dan berbelit-belit. Selain itu juga membutuhkan biaya yang mahal. Padahal, kata Rukka, putusan MK 35 tahun 2012 dan putusan MK nomor 67 tahun 2024 menginginkan adanya Undang-Undang Masyarakat Adat untuk segera disahkan.
Rukka menerangkan mengapa Undang-Undang Masyarakat Adat ini penting, supaya bisa memulihkan hubungan negara dengan masyarakat adat. Ditambahkannya, Undang-Undang Masyarakat Adat juga penting untuk mengakui Masyarakat Adat beserta hak tradisional, melindungi Masyarakat Adat agar dapat hidup aman, tumbuh dan berkembang sesuai dengan harkat dan martabatnya. Bebas dari diskiminasi, memberikan kepastian hukum untuk menikmati hak-hak tradisonal.
Atas dasar itu semua, lanjutnya, AMAN bersama 20 juta Masyarakat Adat dan koalisi masyarakat sipil lainnya meminta agar Undang-Undang Masyarakat Adat ini segera disahkan.
"Kami meminta agar Undang-Undang Masyarakat Adat ini segera disahkan tahun 2025, jika memang dimungkinkan. Sebab, RUU ini terus masuk dalam Prolegnas," tutupnya.
***
Sepriandi adalah Jurnalis Masyarakat Adat dari Bengkulu