Oleh Dirga Yandri Tandi

Masyarakat Adat mendesak DPRD Tana Toraja untuk segera membahas Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) pengakuan dan perlindungan hak-hak Masyarakat Adat agar bisa secepatnya ditetapkan menjadi Perda.

Desakan ini disampaikan perwakilan Masyarakat Adat Tana Toraya kepada Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Tana Toraja Kristian HP Lambe di acara kegiatan konsultasi publik Ranperda Masyarakat Adat di kantor Perpustakaan dan Kearsipan Kabuapaten Tana Toraja, Senin (20/11/2023).

Kegiatan konsultasi publik yang dihadiri perwakilan dari 21 wilayah adat ini dilaksanakan oleh Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Toraya.

"Kami berharap Ranperda Perlindungan Hak Masyarakat Adat jadi prioritas pembahasan di DPRD Tana Toraja karena sangat dibutuhkan oleh Masyarakat Adat disini," kata Markus Raya Rada, salah seorang perwakilan Masyarakat Adat dari wilayah adat Balla, Kecamatan Bittuang.

Markus mengatakan sudah cukup lama mereka menantikan terbitnya Perda perlindungan hak Masyarakat Adat di Tana Toraja. Menurutnya, Perda ini sangat penting sebagai payung hukum bagi Masyarakat Adat.

“Payung hukum bernama Perda ini sangat kami butuhkan untuk melindungi Masyarakat Adat dari segala hal yang merampas hak-hak kami,” kata Markus.

Dibahas tahun depan

Menanggapi permintaan Masyarakat Adat ini, Ketua Bapemperda DPRD Tana Toraja, Kristian HP Lambe mengatakan bahwa Ranperda pengakuan dan perlindungan Masyarakat Adat di Tana Toraja sudah masuk dalam 7 Program Pembentukan Peraturan Daerah (Propem Perda) yang akan dibahas tahun depan. Kristian mengapresiasi upaya dari pengurus AMAN yang cukup gesit dan serius dalam mendorong lahirnya Perda Masyarakat Adat.

“Kami mau memastikan bahwa Ranperda perlindungan Masyarakat Adat akan kami bahas di tahun 2024. Kami akan mengawal penetapan Perda sampai tuntas di periode kami," kata Kristian Lambe.

AMAN Gelar Focus Group Discussion

Pekan lalu, pengurus AMAN Toraya menggelar Focus Group Discussion (FGD) terkait Ranperda Masyarakat Adat di Kabupaten Tana Toraja.

Kegiatan FGD yang berlangsung di kantor AMAN Toraya ini bertujuan mereview draf naskah akademik Ranperda Masyarakat Adat dalam rangka penyempurnaan dan penyamaan persepsi.

FGD dihadiri Dewan AMAN Toraja, Ketua Bapemperda DPRD Tana Toraja, Kristian H.P Lambe, Tim Penyusun Naskah Akademik, perwakilan akademisi,  Ketua Masyarakat Adat di 21 wilayah adat Tana Toraja serta stakeholder terkait.

Ketua Pengurus Harian Daerah AMAN Toraya, Romba Marannu Sombolinggi menyatakan ini merupakan FGD yang ketiga dilaksanakan oleh AMAN Toraya. Romba mengatakan melalui FGD ini diharapkan ada masukan konstruktif dari berbagai pihak terkait, khususnya Masyarakat Adat.

Romba menjelaskan yang terpenting dari kegiatan FGD ini adalah bagaimana menyusun secara substantif apa yang akan diatur dalam Perda, mulai dari lembaga adat, wilayah adat dan hukum adat dalam melindungi hak-hak Masyarakat Adat. Misalnya hak atas spititualitas, hak atas wilayahnya, hak atas kelembagaan adatnya dan hak-hak Masyarakat Adat lainnya.

“Hadirnya Perda Masyarakat Adat ini nanti akan mengurai 7 krisis di Toraya, salah satunya krisis budaya,” kata Romba.

Ia menjelaskan pada tahun 2012,  kita sudah mengalami krisis seperti itu di Toraya. Oleh karena itu, kita mengupayakan Perda perlindungan dan pengakuan Masyarakat Adat yang akan diterbitkan nantinya dapat mengurai 7 krisis yang pernah terjadi di Toraya.

“Bagaimana kelembagaan adat yang asli, fungsi peranan tongkonan dan juga ada pengakuan dari pemerintah melalui Perda ini," pungkasnya.

***

Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat dari Tana Toraja, Sulawesi Selatan

Writer : |
Tag : SahkanRUUMasyarakatAdat AMAN Toraya Perda Masyarakat Adat DPRD Tana Toraja