Oleh Antonius Yesnath

Wis Merie Akuom merupakan salah satu sanggar budaya di Kabupaten Tambrauw, Papua Barat. Sanggar dari Masyarakat Adat Suku Miyah itu terkenal dengan tarian adat serta kearifan lokalnya.

Sejak berdiri pada 2019, Sanggar Budaya Wis Merie Akuom itu bergerak di bidang kearifan lokal, seperti menganyam noken, menjahit koba-koba, membuat manik-manik, memproduksi cendera mata, membuat busur, membuat alat-alat musik, serta membuat busana. Selain itu, sanggar tersebut juga bergerak di bidang seni-budaya, khususnya musik dan tari adat, seperti lagu dansa, Tari Ngana Kafuk, serta tarian lain.

Setelah dua tahun beraktivitas, sanggar pun mulai dilirik oleh pemerintah. Mereka yang tertarik dengan aktivitas sanggar, ingin melakukan pendampingan dan pemberdayaan.

Saya senang bisa berkesempatan mengunjungi Sanggar Budaya Wis Merie Akuom pada 14 Juni 2022 lalu. Di sana, saya bertemu dan berbincang dengan Bertha Hae, pendiri dan kini juga menjabat sebagai Ketua Sanggar Budaya Wis Merie Akuom.

Bertha menyatakan bahwa tujuan pendirian Sanggar Budaya Wis Merie Akuom adalah untuk melestarikan tradisi, budaya, dan kearifan Suku Miyah. Ia mengaku akan tetap mempertahankan serta  mempromosikan semua produk yang dihasilkan oleh sanggar di setiap acara besar di dalam maupun di luar Kabupaten Tambrauw.

Ia masih ingat saat berkeliling Tambrauw bersama ibu-ibu dari Suku Miyah dalam memainkan tarian sekaligus mempertunjukkan hasil karya kearifan lokalnya. Bertha bilang kalau dari hasil keliling kampung itu, orang-orang mulai tertarik dan mengundang mereka untuk tampil di berbagai acara.

“Sejak itu, saya berpikir untuk mempertunjukkan tarian adat serta hasil karya kerajinan tangan yang dibuat, melalui sebuah organisasi. Maka, saya memutuskan membentuk Sanggar Budaya Wis Merie Akuom,” kata Bertha Hae baru-baru ini di sanggarnya.

Ia menuturkan bahwa tidak gampang mendirikan sanggar budaya karena perlu dukungan orang banyak. Karenanya, ia mengumpulkan Masyarakat Adat dari empat kampung, yaitu Kampung Ayamane, Whismer, Hewi, dan Sisu.

“Kami melakukan pertemuan. Hasilnya, masyarakat dari empat kampung bersepakat membentuk Sanggar Budaya Wis Merie Akuom dengan satu tujuan, (yaitu) mengembangkan budaya Suku Miyah. Itulah cikal bakal berdirinya sanggar budaya ini,” katanya

Bertha menambahkan, lebih dari itu, kelompok sanggar pun memiliki tujuan besar untuk melestarikan tradisi, budaya, dan kearifan yang diwariskan nenek moyang.

Ia menuturkan bahwa dalam perjalanannya, sanggar terus berkembang. Sejak 2019,  sanggar budaya tersebut telah melakukan kerja sama dengan berbagai pihak, termasuk Dinas Pariwisata Kabupaten Tambrauw, untuk menambah modal usaha.

Kepala Kampung Ayamane Petrus Sedik menyatakan bahwa Sanggar Budaya Wis Merie Akuom didirikan di Kampung Ayamane, Distrik Miyah Selatan pada 2019 dengan tujuan untuk mengangkat kembali budaya Suku Miyah yang hampir punah saat ini.

“Sanggar Budaya Wis Merie Akuom dibentuk atas keinginan masyarakat sendiri karena sadar dengan kondisi di era globalisasi saat ini,” ucap Petrus. “Mereka ingin terus mengembangkan budaya mereka kepada generasi berikutnya agar tidak punah.

Petrus menbenarkan bahwa Sanggar Budaya Wis Merie Akuom didirikan oleh empat kampung, yaitu Kampung Ayamane, Whismer, Hewi, dan Sisu. Keempat kampung tersebut membentuk sanggar dengan satu tujuan, yaitu untuk mengembangkan budaya Suku Miyah.

Akan tetapi, masyarakat yang masuk dan ikut terlibat di dalam sanggar itu, adalah Masyarakat Adat Suku Miyah dari Distrik Miyah Selatan dan Miyah.

“Masyarakat dari dua distrik itulah yang kini aktif menggerakkan Sanggar Budaya Wis Merie Akuom,” ujar Petrus.

***

Penulis adalah jurnalis rakyat dari Papua Barat.

Tag : Tambrauw Sanggar Budaya Wis Merie Akuom Masyarakat Adat Suku Miyah