[caption id="" align="alignleft" width="138"] Ruma Adat Batak[/caption] Pollung, Doloksanggul. Camat Pollung, Sumitro Banjar Nahor meminta seluruh desa wilayah barat Kec Pollung yaitu, Aek Nauli, Pancur Batu, Huta Paung, Huta Julu, termasuk Pandumaan-Sipituhuta, untuk memetakan ulang hutan kemenyan mereka serta menyebutkan nama pewaris yang berada di garis batas hutan adat tersebut. Meskipun pemetaan sebenarnya sudah pernah dilakukan oleh Pansus DPRD Humbahas pada bulan Desember tahun 2011. Untuk menyikapi permintaan camat tersebut komunitas adat Pandumaan-Sipituhuta mengadakan rapat pada tanggal 8 Juli 2013 yang berlangsung dari jam 20:00 s/d 23:00 di sekertariat perjuangan adat Pandumaan-Sipituhuta. Dalam rapat tersebut warga mengemukakan pendapat dan pikirannya masing-masing, ada yang setuju dan ada menolak tegas. Sementara itu Kepala Desa Pandumaan, Budiman Lumban Batu sudah sempat berjanji pada Camat Pollung untuk menyerahkan nama-nama di garis tapal batas tersebut, camat berjanji tidak akan mempersulit mereka. Namun Ketua Dewan Daerah AMAN Tano Batak James Sinambela bersama warga lain keberatan pada permintaan camat tersebut. Adapun alasan keberatan pencantuman nama-nama, menurut Sinambela bahwa wilyah adat adalah sebuah kesatuan, bukan hak milik perseorangan yang bisa diperjual belikan. Dan hal tersebut jika dipenuhi bisa memicu konflik harisontal antar warga petani kemenyan yang berbatasan. Kemudian untuk menanggapi permintaan Dirjen Bina Usaha Kehutanan saat berkunjung ke Pandumaan-Sipituhuta pada 29 Mei 2013 lalu yang meminta masyarakat adat Pandumaan-Sipituhuta untuk bermitra dengan TPL. Dalam rapat ini diputuskan bahwa kemitraan tersebut tidak mungkin terlaksana, karena pohon kemenyan tidak dapat hidup berdampingan dengan eucaliptus (pohon untuk bahan bubur kertas TPL).*** Lambok LG