Oleh Muhammad Hajazi

Puluhan pemuda berbondong-bondong menghadiri ritual adat Gawe Gumi Paer (Selamat Bumi) di Desa Montong Baan, Kecamatan Sikur, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Para pemuda yang berasal dari Komunitas Masyarakat Adat Montong Baan itu mengarak hasil bumi di sepanjang Jalan Raya Montong Baan dengan iringan Gong Gendang Belek hingga ke lokasi acara. Mereka larut dalam kegembiraan.

Ritual tersebut berlangsung pada Minggu (25/12/2022). Sejumlah tokoh Masyarakat Adat yang hadir dalam Gawe Gumi Paer, antara lain Ketua AMAN NTB Lalu Prima Wiraputra, Anggota DPRD NTB Edwin Hadiwijaya, kepala desa, dan para pemuka adat setempat.

Ritual adat yang dirangkai dengan memandikan Gendang Belek dan peresmian Sekolah Adat Montong Baan itu mengusung tema dalam bahasa Sasak, yaitu Wayente Uleq Periri Bale Langgak, Gubuk Gempeng, Gumi Paer" - secara harafiah, diartikan sebagai sudah waktunya kita pulang kampung untuk menata kampung halaman kita bersama. Makna yang terkandung dalam tema itu, memiliki semangat yang sama dengan gerakan pulang kampung yang selalu digaungkan oleh Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN).

Ketua Panitia untuk acara tersebut, yaitu Parman Salimudin, - dalam sambutannya - mengajak masyarakat untuk terus melestarikan ritual adat yang sudah ada sejak lama.  Menurutnya, itu penting karena telah banyak ritual adat yang punah dan terkikis oleh perkembangan zaman.

"Ini tantangan yang harus dipelihara oleh Masyarakat Adat,” ujarnya. “Jangan sampai ritual budaya kita punah!Parman pun berharap Pemerintah Desa dapat ikut menjaga kelestarian ritual adat yang telah berkembang di Masyarakat Adat Sasak.

Ia menerangkan bahwa ritual tersebut merupakan salah satu manifestasi dalam melestarikan budaya dan kearifan lokal agar tidak terputus hingga generasi selanjutnya.

Jumesah, Kepala Desa Montong Baan Selatan, yang juga menjadi Ketua Komunitas Masyarakat Adat Montong Baan, memberikan apresiasi yang tinggi atas terselenggaranya Gawe Gumi Paer. Ia meminta ritual adat itu dijaga dan dilestarikan.

"Ritual ini sebagai bentuk penghormatan kita kepada alam. Jaga dan lestarikan,” tandasnya.

Lalu Prima Wiraputra memuji pelaksanaan Gawe Gumi Paer yang ditata secara profesional. Ia mengaku kalau baru kali ini ia memengetahui ada pembawa acara dalam perhelatan ritual adat yang berbicara dengan mengombinasikan tiga bahasa: Inggris, Indonesia, dan Sasak.

“Ini bukti bahwa Masyarakat Adat itu bukan masyarakat masa lalu, tapi masyarakat masa depan," ungkapnya.

Lalu Prima menuturkan bahwa ritual tersebut adalah pengadek-adek atau warisan leluhur yang mengaitkan soal hubungan kita dengan Tuhan, mesti selaras dengan hubungan kita pada alam, sehingga Tuhan dapat menganugerahkan hasil bumi yang baik pula.

Menurutnya, ritual itu patut dilestarikan karena di balik acara tersebut, terselip makna kedaulatan pangan Masyarakat Adat yang sesungguhnya.

“Ritual ini mencerminkan (bahwa) sesungguhnya Masyarakat Adat memiliki kekayaan hasil bumi. Kita tidak akan terpengaruh oleh resesi karena Masyarakat Adat itu mampu hidup dengan kedaulatan pangan yang mereka lakukan sendiri," terangnya.

***

Penulis adalah jurnalis Masyarakat Adat dari NTB

Tag : PKam Montong Baan Montong Baan Gawe Gumi Paer