Oleh Joanny F.M. Pesulima

Masyarakat Adat Negeri Soya di Kota Ambon, Maluku menggelar tradisi Konci Januari pada 31 Januari 2025.  Kegiatan yang terlaksana hasil dari bedragen (istilah menyumbang) dari rumah ke rumah setiap keluarga ini merupakan tradisi budaya yang telah dilakukan oleh para leluhur untuk mempererat persaudaraan Masyarakat Adat.

Tradisi ini bukan sembarangan, karena mengandung suguhan pesta seni budaya yang lengkap seperti dansa Katreji  yang masih terpengaruh dengan budaya Belanda namun  masih tetap dipertahankan dalam kehidupan Masyarakat Adat Negeri Soya.

Negeri Soya adalah  sebuah negeri adat yang terletak di pinggir Kota Ambon, Maluku. Bagi masyarakat Ambon, desa itu disebut sebagai negeri. Istilah ini berlaku pada seluruh desa adat dan dipimpin oleh Raja (Kepala Desa).

Raja Negeri Soya, Herve Rene Jones Rehatta menyatakan pesta ini digelar dengan tujuan mempertahankan nilai tradisi budaya Negeri Soya guna mempererat hubungan kekerabatan dan persatuan masyarakat di dalam negeri yang sudah tercipta sejak dulu oleh para leluhur. Dikatakannya, pesta ini sebagai ungkapan kegembiraan, kekeluargaan dan suka cita bersama guna menghilangkan rasa lelah, yang dilakukan dari, oleh dan untuk kita semua.

“Sebagai anak Negeri Soya, kami akan tetap menjaga tradisi dan nilai-nilai budaya yang terkandung dalam Pesta Konci Januari ini,” kata Herve Rene Jones Rehatta saat ditemui di rumahnya pada Jum’at, 31 Januari 2025.

Herve menjelaskan tradisi budaya di Negeri Soya sejak dulu hingga kini masih lestari. Ia menyebut ada dua tradisi Negeri Soya yang terkenal dan masih terus dilakukan hingga saat ini yakni ritual adat Cuci Negeri dan pesta budaya Konci Januari.

Ritual Adat Cuci Negeri dilaksanakan di minggu kedua bulan Desember dan bulan pertama di Tahun Baru. Setelah melaksanakan rtual ini, masyarakat lalu mengambil waktu untuk istirahat karena hampir setahun bekerja keras mencari nafkah untuk keluarga dan beribadah, menyambut keluarga dan menjamu para tamu di rumah masing-masing. Pada saat ini disarankan agar masyarakat tidak melakukan aktivitas keseharian sampai akhir bulan Januari.  Lalu, pada siap 31 Januari, masyarakat menggelar pesta budaya Konci Januari.

Pesta budaya Konci Januari 2025 kali ini cukup meriah. Sejumlah pejabat hadir diantaranya Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Maluku Sandi Wattimena bersama Kabid Kebudayaan Dinas Pariwisata Kota Ambon Essaf Malioy dan para Raja dari negeri tetangga.


Acara dalam tradisi Konci. Dokumentasi AMAN

Terpengaruh Budaya Belanda

Pesta budaya Konci Januari dimeriahkan Dansa Katreji yang dipandu Haunessa Band Tuni. Selain itu, ada  juga ditampilkan alunan musik Tifa Totobuang dari sanggar Rulimena Negeri Soya untuk mengiringi Tarian Tujuh Lompat. Tarian ini merupakan tarian asli Negeri Soya yang menghubungkan negeri ini dengan pemerintah Belanda saat kepemimpinan Ratu Wilhelmina.

Herve menceritakan Tarian Tujuh Lompat ini bermula dari sebuah permainan Jujaro dan Mungare (istilah laki-laki dan perempuan muda di Maluku) bersama orang tua saat menunggu hasil panen raya.  Ini sebagai bentuk ungkapan rasa syukur Masyarakat Adat Negeri Soya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, atas semua berkat yang diberikan.

“Tarian Tujuh Lompat ini ditampilkan oleh Jujaro Mungare di setiap Perayaan Ulang Tahun Ratu Wihelmina pada masa penjajahan bangsa Eropa, menggunakan pola lantai berabjad 'W' yang berarti  nama Ratu Wihelmina,” terangnya.

Namun sejak kemerdekaan Republik Indonesia, sebutnya, pola lantai berabjad  “W”   dirubah menjadi abjad  “M”  yang berarti Merdeka. Permainan ini  kemudian dijadikan tarian untuk menyambut para tamu dalam setiap acara budaya di Negeri Soya. Penarinya mengenakan busana kain kebaya cita bagi penari perempuan dan kenaya dansa atau baju kurung oleh penari laki-laki. Tarian diiringi musik tifa, suling dan tambor.

“Sayangnya, tarian ini sempat hilang karena tidak diteruskan kepada generasi muda,” ungkapnya.

Ketua Perkumpulan Soya di Belanda, Nico Lopulissa saat dihubungi via selulernya, membenarkan cerita yang mengkisahkan Tarian Tujuh Lompat ini.  Nico menambahkan penjelasannya tentang tarian ini bahwa lagunya sering dinyanyikan oleh anak-anak sekolah di Belanda. Tarian ini sebuah permainan yang dinyanyikan sambil menggunakan tali dan tangkai bunga raya, dengan gerakan melompat sesuai irama dan hitungan satu sampai tujuh. Sehingga, tarian ini diberi nama Tujuh Lompat atau dalam bahasa Belanda disebut Heb Je Wel Gehoord Van De Zevensprong.

“Tarian ini biasanya ditampilkan ketika Ulang Tahun Ratu Wilhelmina. Dan di Belanda, lagunya sering dinyanyikan oleh anak-anak sekolah dasar,'' pungkasnya.

Icon Negeri Soya

Mario Van Bochove selaku Ketua Pelaksana Pesta Konci Januari menerangkan untuk mempersiapkan acara ini dibutuhkan ketekunan dan kerjasama yang baik dari semua lapisan masyarakat. Karena banyak yang perlu dikerjakan, termasuk membuat tenda yang besar secara alami menggunakan bahan-bahan yang diambil dari hutan sekitar.

Mario menerangkan maksud dari penyelenggaraan pesta budaya setiap tahun di Negeri Soya ini bukan semata-mata didasarkan oleh sifatnya yang tradisional. Akan tetapi lebih dari itu, sebutnya, kegiatan ini dimaksudkan untuk memelihara dan melestarikan budaya ini agar dicintai oleh generasi yang akan datang, terutama yang  berkenan dengan sifat dan nilai-nilai budaya yang positif.

“Kita ingin pesta budaya Konci Januari yang telah menjadi icon Negeri Soya bisa tetap lestari di masa yang akan datang,” cetusnya.

***

Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat dari Maluku

Writer : Joanny F.M. Pesulima | Maluku
Tag : Konci