Keputusan MK terhadap uji materi UU No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menetapkan Hutan Adat bukan lagi Hutan Negara Jakarta, 27 Mei 2013 – Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) beserta masyarakat sipil mengeluarkan deklarasi meminta pemerintah untuk segera menindaklanjuti keputusan Mahkamah Konstitusi (MK), di antaranya penyelesaian konflik-konflik terkait hutan adat dan sumber daya alam di wilayah-wilayah masyarakat adat, serta pemetaan wilayah adat. Deklarasi tersebut dikeluarkan di Jakarta, Senin (27/5). Dukungan awal datang dari 20 masyarakat sipil dari berbagai sektor seperti lembaga swadaya masyarakat (LSM), media massa, swasta, dan akademisi. Selanjutnya, AMAN akan menyebarkan deklarasi tersebut ke publik untuk menggalang dukungan lebih banyak lagi. Sekretaris Jenderal (Sekjen) AMAN Abdon Nababan mengatakan deklarasi bersama ini bertujuan mendesak lembaga-lembaga terkait di pemerintah segera mengambil tindakan strategis untuk merealisasikan putusan MK tersebut. "Yang masyarakat adat butuhkan segera adalah mekanisme nyata di lapangan, yang menandakan pemerintah dan lembaga memang mematuhi putusan MK itu," kata Abdon. Pada 16 Mei 2013 MK menyetujui sebagian uji materi UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan yang diajukan oleh Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) pada Maret 2012. Dalam keputusannya, MK menetapkan Pasal 5 Ayat (1) UU Kehutanan bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, kecuali dimaknai bahwa "Hutan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, tidak termasuk hutan adat." MK juga membatasi wewenang negara dalam hutan adat. Hutan adat (yang disebut pula hutan marga, hutan pertuanan, atau sebutan lainnya) berada dalam cakupan hak ulayat karena berada dalam satu kesatuan wilayah (ketunggalan wilayah) masyarakat hukum adat, yang peragaannya didasarkan atas leluri (traditio) yang hidup dalam suasana rakyat (inde volksfeer) dan mempunyai suatu badan perurusan pusat yang berwibawa dalam seluruh lingkungan wilayahnya. Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut sejalan dengan Rio Declaration on Environment and Development. Prinsip 22 deklarasi tersebut menyatakan, masyarakat hukum adat mempunyai peranan penting dalam pengelolaan dan pembangunan lingkungan hidup karena pengetahuan dan praktik tradisional. Karena itu negara harus mengenal dan mendukung entitas, kebudayaan, dan kepentingan mereka serta memberikan kesempatan untuk berpartisipasi aktif dalam pencapaian pembangunan yang berkelanjutan. Dalam pembacaan deklarasi ini, AMAN sekaligus meminta percepatan proses pembahasan dan pengesahan Undang-Undang tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat (PPHMA) yang telah diserahkan kepada pemerintah.