Oleh Rudini

Ratusan Masyarakat Adat dari 18 desa di Kabupaten Bulungan, Provinsi Kalimantan Utara, menggelar aksi unjuk rasa secara damai di depan pabrik perusahaan sawit PT Inti Selaras Perkasa (ISP) pada Senin (22/11/2021). Massa yang mengenakan pakaian adat tersebut menuntut perusahaan untuk menepati janjinya memberikan Program Inti Plasma dan Corporate Social Responsibility (CSR). Masyarakat Adat didampingi oleh Tariu Borneo Bangkule Rajakng (TBBR) Dewan Pimpinan Wilayah Kalimantan Utara.

Hingga Rabu siang (24/11/2021), tuntutan Masyarakat Adat belum direspon oleh pihak perusahaan. Masyarakat Adat yang kesal, akhirnya membakar ban sebagai bentuk protes terhadap perusahaan yang telah ingkar janji dan membuat warga adat resah serta menderita.

Masyarakat Adat Bulungan pun mendirikan tenda darurat dan bermalam di depan pabrik ISP itu. Sampai Rabu, 24 November 2021, massa masih berada di sana.

Danil sebagai koordinator aksi, mengatakan bahwa pihaknya kecewa dengan sikap perusahaan yang telah berbohong kepada Masyarakat Adat. Menurutnya, selama lebih dari 15 tahun beroperasi, pihak perusahaan tak pernah memperhatikan masyarakat sekitar. Sebaliknya, justru Masyarakat Adat diintimidasi dan dikriminalisasi jika bersinggungan dengan perusahaan maupun area bisnis perusahaan itu. Daniel mengutarakan bahwa semua itu bertentangan dengan janji di awal ketika perusahaan tersebut beroperasi.

“Selama 15 tahun perusahaan beroperasi, tapi sampai hari ini (perkebunan) plasmanya tidak pernah menyentuh Masyarakat Adat.”

Kewajiban untuk membangun kebun untuk masyarakat dengan luasan paling rendah 20 persen dari total luas areal kebun yang diusahakan, merupakan penerapan dari Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 26 Tahun 2007. Sementara itu, terkait dengan CSR, telah disinggung pula di dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Persereon Terbatas.

“Kewajiban perusahaan itu tidak pernah dirasakan Masyarakat Adat. Ini menyakitkan,” kata Daniel saat menyampaikan orasinya di depan pabrik ISP pada Selasa (23/11/2021).

Daniel mengatakan bahwa keberadaan pabrik sawit telah berdampak pada pencemaran lingkungan. Ia menyebut ada 18 desa yang terdampak, yaitu Desa Antutan, Mara 1, Mara Hilir, Long Sam, Bhayangkara, Long Lembu, Long Tungu, Lepa Aru, Nahaya Long Telenjau, Long Lasan, Long Bang, Peso, Long Bia, Muara Pengian, Long Lian, Long Buang, dan Desa Long In. Seluruh desa tersebut tersebar di Kecamatan Tanjung Palas Barat, Kecamatan Peso, dan Kecamatan Peso Hilir di Kabupaten Bulungan.

“Kami minta operasional perusahaan ISP dihentikan karena telah mencemari lingkungan,” tandas Daniel.

Hendrik Hitifeuw, tokoh adat dari Desa Mara 1, menyatakan bahwa selama ini Masyarakat Adat cukup menderita dengan keberadaan perusahaan sawit tersebut. Menurutnya, banyak warga yang telah diintimidasi dan dikriminalisasi, termasuk dirinya oleh pihak perusahaan.

“Ada tujuh orang Masyarakat Adat yang dipenjara selama lima bulan karena bersinggungan dengan perusahaan itu. Masuk bulan Oktober 2020, keluar bulan Februari 2021,” kata Hendrik pada Rabu (24/11/2021).

Ia mengatakan bahwa pihaknya sudah melaporkan tindakan sewenang-wenang yang dilakukan perusahaan tersebut kepada pemerintah dan aparat kepolisian, namun hingga kini keadilan belum berpihak kepada Masyarakat Adat.

“Susah rasanya mencari keadilan di negeri ini,” kata Hendrik. “Lima belas tahun kami menderita, tapi tak ada yang peduli.”

***

Penulis adalah pemuda pembela Masyarakat Adat di Kalimantan Utara.

Tag : Masyarakat Adat Bulungan PT Inti Selaras Perkasa Rudini