Oleh Mohamad Hajazi

Puluhan perempuan adat Sasak di Desa Sengkol, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB) sibuk membuat jajanan tradisional jelang Hari Raya Idul Fitri.

Tangan-tangan cekatan perempuan adat tersebut mampu menyiapkan berbagai jenis jajanan tradisonal Sasak dalam sekejap. Tak perlu waktu lama, aneka ragam jajanan pun tersaji, seperti jaje komaq, putar balik atau baduk manok, aling-aling, keciput, jaje bawang, jaje tujaq poteng, dan lainnya.

Inaq Ita, seorang perempuan adat dari Desa Sengkol, menyatakan bahwa tradisi membuat jajanan tradisional itu sudah menjadi tradisi Sasak. Tradisi itu biasa dilakukan pada 10 hari terakhir sebelum Lebaran. Dikatakannya, tradisi tersebut sudah berlangsung secara turun-temurun sebagai bentuk warisan lokal.

“Ini sudah menjadi tradisi kami, jelang Lebaran membuat jajanan tradisional,” kata Inaq di sela kesibukannya membuat jajanan tradisional khas Sasak di Desa Sengkol pada Senin (17/4/2023).

Perempuan berumur 56 tahun itu mengatakan bahwa sebelum dirinya lahir, tradisi membuat jajanan tradisional menjelang Lebaran, sudah dilakukan oleh leluhur. Ia mengaku sudah diajarkan membuat jajanan tradisional ketika masih remaja.

“Jauh sebelum saya lahir, tradisi ini sudah ada,” katanya.

Namun, kata Inaq, tradisi itu kurang diminati oleh anak muda saat ini. Menurutnya, minat belajar generasi saat ini untuk membuat jajanan khas Sasak, mulai berkurang, padahal itu warisan leluhur.

“Kita prihatin, padahal ini warisan leluhur yang harus dilestarikan,” ujarnya.

Tradisi memasak jajanan tradisional bersama jelang Lebaran.

Tradisi Pembersihan Makam

Selain membuat jajanan khas Sasak, tradisi jelang Lebaran di Lombok yang masih terawat hingga kini, adalah pembersihan makam. Tradisi tersebut dilakukan sebelum menyambut datangnya Lebaran.

H. Masri, seorang Masyarakat Adat di Desa Sengkol, menyatakan bahwa membersihkan makam sudah sejak dulu dilakukan sebagai bentuk penghormatan kami kepada leluhur yang telah meninggal.

“Tradisi membersihkan makam ini terus kami lakukan sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur yang telah meninggal,” ujarnya.

Masri mengatakan, mereka meyakini bahwa di setiap malam Lebaran, roh keluarga yang sudah meninggal akan pulang mengunjungi keluarganya. Ia teringat semasa waktu kecil, lentera dinyalakan di seluruh pagar rumah sebagai penerang untuk roh-roh leluhur yang kembali ke rumah.

“Sampai sekarang, tradisi menyalakan lentera ini masih ada,” katanya singkat.

***

Penulis adalah jurnalis Masyarakat Adat dari Nusa Tenggara Barat.

 

 

Tag : PD AMAN Lombok Tengah Tradisi Sasak