Oleh : Samsir

Masyarakat  Adat di Kabupaten Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah menolak masuknya pertambangan batu kapur ke wilayah adat mereka, menyusul adanya permohonan yang diajukan oleh 28 perusahaan untuk melakukan aktivitas penambangan di Pulau Peling.

Penolakan ini disampaikan oleh Masyarakat Adat usai Pemerintah Kabupaten Banggai Kepulauan melalui Forum Penataan Ruang melakukan rapat pertemuan membahas permohonan  sejumlah perusahaan yang menginginkan rekomendasi kesesuaian tata ruang untuk rencana kegiatan pertambangan batu kapur atau batu gamping pada 31 Juli 2023 di kantor Bupati.

Ketua Adat Seano, Latete menyatakan mereka tidak pernah dilibatkan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) dalam rapat apapun terkait rencana beroperasinya sejumlah perusahaan tambang di wilayah adat mereka.  Ia mengaku Masyarakat Adat Sea Sea di Banggai Kepulauan cemas terhadap rencana beroperasinya sejumlah perusahaan tambang batu kapur tersebut.

Latete menuturkan dirinya mendapat informasi dalam rekomendasi yang akan diterbitkan oleh pemerintah daerah, hampir semua wilayah adat di beberapa kecamatan Banggai Kepulauan menjadi titik sasaran eksploitasi penambangan batu kapur, seperti Tinangkung Utara, Totikum Selatan, Bulagi, Bulagi Utara, Bulagi Selatan, Buko Selatan dan juga Liang.

Menurutnya, rekomendasi ini tidak sejalan dengan penetapan daratan Banggai Kepulauan  sebagai satu dari empat Kawasan Ekosistem Esensial Karst Indonesia oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Latete menyebut berdasarkan data KLHK, wilayah Banggai Kepulauan merupakan daerah yang memiliki 85 persen karst. Karst merupakan batuan kapur yang berfungsi sebagai daerah resapan dan sumber air.

Dikatakannya, penetapan Banggai Kepulauan sebagai Ekosistem Esensial Karst telah dikuatkan dengan Peraturan Daerah (Perda) tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Karst pada tahun 2019.

“Keberadaan Perda ini seharusnya jadi pedoman bagi Pemerintah Kabupaten Banggai Kepulauan untuk tidak mengizinkan perusahaan tambang beroperasi di wilayah adat,” kata Latete pada Rabu (30/8/2023).

Ia menambahkan hal ini penting untuk mencegah terjadinya kerusakan ekosistem dan habitat yang ada di wilayah adat guna menunjang pembangunan berkelanjutan dan pengembangan ilmu pengetahuan. Sebab, kawasan bentangan alam karst di daratan Banggai Kepulauan memiliki komponen geologi yang unik, serta keanekaragaman hayati, flora dan fauna.

Ditolak AMAN

Rencana masuknya tambang batu kapur di Banggai Kepulauan memantik respon dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN). AMAN menilai pertambangan batu kapur akan berdampak buruk bagi lingkungan, sosial dan budaya.

Mengingat di Kabupaten Banggai Kepulauan memiliki sejumlah situs warisan budaya yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan kebudayaan.

Ketua Pengurus Harian Daerah AMAN Banggai Kepulauan, Jemianto Maliko mengatakan jika proyek pertambangan batu kapur ini tidak dihentikan maka akan menjadi ancaman terhadap wilayah adat yang secara turun temurun dijaga dan dilestarikan oleh Masyarakat Adat sebagai bentuk kearifan lokal. Untuk itu, dirinya mengingatkan kepada Bupati Banggai Kepulauan agar lebih berhati-hati dalam mengambil sebuah kebijakan.

“Kita minta semua izin pertambangan yang dimohonkan kepada Bupati Banggai Kepulauan tidak diterbitkan, dan kalau pun ada izinnya yang sudah terlanjur diterbitkan agar segera ditarik kembali,” kata Jemianto pada Selasa (30/8/2023).

Menurutnya, seluruh usaha pertambangan di Banggai Kepulauan harus disikapi dengan bijaksana. Tidak boleh diizinkan dengan pertimbangan untuk menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sebab, jika itu terjadi bisa berdampak buruk pada eksistensi Masyarakat Adat di Banggai Kepulauan yang sebagian besar bekerja di sektor pertanian dan kelautan (nelayan).  

“Pertambangan bisa membunuh sumber-sumber perekonomian Masyarakat Adat, ini tidak boleh terjadi di Banggai Kepulauan,” tandasnya.

Ancam Demo

Jemianto mengatakan kalau pertambangan batu kapur dipaksakan beroperasi di Banggai Kepulauan, maka akan ada gelombang unjuk rasa dari Masyarakat Adat yang menuntut Pemerintah Daerah untuk menghentikan segala bentuk rekomendasi perizinan usaha pertambangan tersebut.

Dikatakannya, sejumlah organisasi Masyarakat Sipil yang tergabung dalam Koalisi Advokasi Karst menolak adanya tambang batu kapur di Kabupaten Banggai Kepulauan. Koalisi tersebut terdiri dari Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulteng, Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), Salanggar, Komiu, Wahana Peling Conservation (WPC), Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), AMAN Banggai Kepulauan, Burung Indonesia dan Ekonesia.

“Sejumlah organisasi ini siap turun ke jalan jika pemerintah tetap mengeluarkan izin pertambangan batu kapur di Banggai Kepulauan,” katanya.

***

Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat di Sulawesi Tengah

Tag : AMAN Sulawesi Tengah Masyrakat Adat Banggai Tolak Tambang Batu Kapur