Oleh Antonius Yesnath

Sebanyak 30 orang pemuda adat - lelaki dan perempuan - dari Sorong Raya mengikuti pelatihan bertopik “Pemetaan Partisipatif Wilayah Masyarakat Adat” di Distrik Fef, Kabupaten Tambrauw, Papua Barat. Kegiatan yang difasilitasi oleh LSM Akawuon Tambrauw dan The Samdhana Institute itu berlangsung selama empat hari pada 18-21 Mei 2022.

Amanda Huff Titit ikut dalam pelatihan tersebut. Pemuda adat berusia 25 tahun itu menjadi peserta mewakili utusan dari Panitia Persiapan Musyawarah Adat Marga Se-Distrik Tinggouw. Amanda merasa senang bisa ikut dalam pelatihan.

"Secara pribadi, saya senang mengikuti kegiatan ini karena materi-materi yang diberikan, sangat bermanfaat. Selain itu, pelatihan ini juga membantu saya dalam mempersiapkan Musyawarah Adat Tinggouw nanti,” kata Amanda usai pelatihan dua pekan lalu.

Ia menerangkan, kegiatan itu bermanfaat untuk membantu proses penataan wilayah adat di daerah. Melalui kegiatan itu, para peserta yang berasal dari Distrik Tinggouw maupun wilayah adat lain, dapat mengambil data sosial mengenai nama batas tempat hak kepemilikan wilayah adat dan juga nama-nama tempat penting dalam bahasa lokal, seperti Totor, Ara Bouw (tempat keramat), dan Serwuon (tempat tinggal arwah orangtua). Pelatihan juga membantu para pemuda adat dalam menggali sejarah singkat hak kepemilikan atau orang pertama yang mendiami wilayah adat dari marga tersebut.

Direktur Akawuon Tambrauw Steven Soter Hae mengatakan bahwa kegiatan pelatihan pemetaan partisipatif tersebut dilakukan dengan maksud dan tujuan untuk menyiapkan para fasilitator lokal untuk membantu proses musyawarah pengakuan tata batas dan pemetaan wilayah adat pada marga-marga yang telah berinisiatif melakukan musyawarah. Kemudian, melalui kegiatan pelatihan itu, peserta juga dapat merencanakan pemetaan di wilayah adat masing-masing.

Steven mengaku senang kegiatan pelatihan dapat berlangsung lancar dengan diikuti oleh para pemuda adat.

“Saya merasa bangga karena kini anak-anak muda sudah mulai berperan aktif untuk mengurus wilayah adatnya,” katanya.

Menurutnya, pemetaan wilayah adat menjadi penting bagi Masyarakat Adat karena itu adalah salah satu cara untuk melindungi hutan dan tanah di dalam wilayah adat. Dengan demikian, kehidupan Masyarakat Adat tetap menyatu dengan alam sekitar.

“Wilayah Adat merupakan titipan leluhur yang harus dikelola secara berkelanjutan dan berkeadilan,” ujar Steven. “Karenanya, Masyarakat Adat akan mengelolanya dengan cara masing-masing dan mengambil secukupnya dengan tetap menjaga keseimbangan alam.”

Soter menerangkan kalau usai kegiatan pelatihan, akan dibentuk Tim Layanan Pemetaan Partisipatif Masyarakat Adat yang diberi nama Cawat Merah. Tujuannya adalah untuk membantu kerja-kerja Akawuon dalam pemetaan wilayah adat di Sorong Raya.

Menurutnya, saat ini Masyarakat Adat mulai sadar dan mendorong wilayah adatnya untuk diakui. “Ini hal positif yang harus terus didukung,” ujar Steven Soter Hae.

***

Penulis adalah jurnalis rakyat dari Papua Barat

Tag : Masyarakat Adat Tambrauw Akawuon Tambrauw