Oleh Apriadi Gunawan

Henriana Hatrawijaya percaya diri kalau keinginannya untuk melakukan perjalanan spiritual lewat jalur darat dan laut dari Banten menuju lokasi Kongres Masyarakat Adat Nusantara (KMAN) VI di Wilayah Adat Tabi di Papua, akan terealisasi. Pria yang akrab disapa Kang Noci itu yakin perjalanan spritual yang akan dilakukan bersama rekannya, yaitu Algar Yuliadi, dapat berjalan sesuai rencana.

Kang Noci mengatakan bahwa perjalanan spritual itu merupakan hal pertama yang pernah ada di dalam sejarah KMAN. Pria berusia 50 tahun tersebut optimis upayanya kelak menjadi cerita yang menarik dalam hidupnya.

“Ini akan jadi pengalaman yang menarik dalam hidup saya yang bisa diceritakan ke anak cucu dan generasi mendatang,” katanya saat diwawancara pada Senin (5/9/2022).

Ia mengaku sudah mengantongi izin dari keluarga dan orangtuanya untuk melakukan perjalanan spritual itu. Kang Noci menyatakan kalau itu akan jadi perjalanan darat dan laut paling jauh yang pernah ditempuhnya. Sebelumnya, dia memang telah terbiasa melakukan perjalanan darat maupun laut, tapi hanya di sekitar Jawa.

Peserta KMAN VI asal Masyarakat Adat Kasepuhan yang berada di Banten itu menjelaskan bahwa ide perjalanan spritual berawal dari pemikiran untuk mengukir cerita menarik dari momentum KMAN VI. Ketika orang-orang di Indonesia Barat ramai membahas soal tantangan maupun mahalnya (biaya) keberangkatan ke Papua, Kang Noci justru berpikir lain.

“Harus ada cerita tersendiri dari perjalanan ini. Saya dari Komunitas Masyarakat Adat Kasepuhan Cisungsang ini merasa berkewajiban untuk ikut serta dalam KMAN VI, sehingga dari mulai keberangkatan hingga ke Papua, harus bermakna. Latar belakang itu kemudian membuat saya berpikir (kalau) saya harus beda,” katanya.

Kang Noci juga memaparkan kalau ada orang yang berpikir ke Papua itu harus naik pesawat. Ia bilang, saya justru menyampaikan ide ini ke komunitas Masyarakat Adat dan mengajak satu orang teman agar pergi melalui jalan darat dan laut ke Papua. Menurutnya, kelak itu bisa menjadi cerita tentang seperti apa perjalanan kita. Ia pun turut mendokumentasikan perjalanannya ke dalam video.

“Ada banyak cara ketika kita berniat untuk pergi ke KMAN VI yang sangat bersejarah dan penuh dengan makna spritual ini. Karena itulah, saya sebut ini perjalanan spritual,” tandasnya.


Kang Noci sedang menghadap leuit (lumbung padi) di Kasepuhan Cisungsang. Sumber foto: Dokumentasi AMAN.

Pembekalan Spritual

Kang Noci menceritakan bahwa perjalanan spritual itu akan diawali dengan ritual adat di Kasepuhan Cisungsang. Persiapan ritual biasanya dilakukan dua atau tiga hari sebelum ia berangkat ke Papua.

“Nanti ada ritual dulu. Saya akan menghadap abah (ketua adat di dalam Masyarakat Adat Kasepuhan) untuk melakukan ritual dan ada pembekalan spritual dari Kasepuhan. Setelah itu, baru melakukan perjalanan hingga ke Papua,” ungkapnya.

Ia mengaku nanti ada dua benda yang akan dibawanya dalam perjalanan. Kedua benda tersebut adalah kemenyan dan panglai (sejenis umbi-umbian mirip jahe).

“Itu syarat ketika kita mau berangkat ke mana pun. Setelah ritual dan dibekali oleh dua benda ini, - kemenyan dan panglai - lalu kedua benda dibawa oleh pimpinan rombongan sampai Papua,” katanya.

Kang Noci menambahkan, sesampainya di Papua, kemenyan yang dibawa itu akan dibakar. Kemudian, ia diwajibkan untuk menyampaikan salam kepada ketua adat setempat. Menurutnya, proses itu menjadi bagian dari syarat.

Itu harus (dilakukan) karena spritualnya itu mengoneksikan satu kelompok dengan kelompok yang lain. Ketika kita berangkat dari Banten dan dibekali oleh Kasepuhan di sini, maka itu harus sampai di sana (Papua),” paparnya.

Kang Noci menerangkan kalau itulah makna dari perjalanan spritual, yaitu ada keterhubungan yang kuat antara satu Masyarakat Adat tertentu dan Masyarakat Adat yang lain. Ia memaknai arti filosofis perjalanan spritual yang akan dijalankannya tersebut sebagai suatu koneksi di antara sesama Masyarakat Adat di mana pun di dunia ini.

“Itu akan kita buktikan dalam perjalanan ini,” tandasnya. Dengan diiringi sedikit canda, Kang Noci menegaskan bahwa itu dilakukan bukan karena komunitas Masyarakat Adatnya tidak mampu membeli tiket pesawat, namun karena keinginan untuk menjalin suatu keterhubungan Masyarakat Adat yang beda pulau di Nusantara, bahkan beda negara jika memungkinkan.

Rute Perjalanan Spritual

Kang Noci dan rekannya direncanakan akan berangkat pada 10 atau 11 Oktober 2022 dari Banten. Sehingga, mereka akan tiba beberapa hari lebih awal sebelum KMAN VI dimulai pada 24 Oktober 2022. Mereka diprediksi akan tiba di Jakarta satu hari setelah berangkat. Lalu, perjalanan dilanjutkan menuju Surabaya melalui kereta api. Di sana, mereka akan menginap dan melanjutkan perjalanan ke Makassar dan ke Jayapura melalui kapal laut.

“Saya perkirakan perjalanan spritual ini makan waktu sekitar 7-8 hari,” katanya.

Kang Noci bilang, sementara ini yang akan berangkat melakukan perjalanan spritual lewat jalur darat dan laut, masih dua orang. Ia mengaku belum menyampaikan soal keberangkatannya ke komunitas Masyarakat Adat lain. Namun, kalau ada yang ingin pergi bersama mereka, tentu akan disambut dengan gembira.

“Kita terbuka dengan siapa pun yang ingin berangkat bersama. Ayo, kita bareng-bareng! Tapi, syaratnya harus ada izin dari ketua adat masing-masing,” katanya sembari menambahkan bahwa ia sebetulnya berencana untuk mengajak pemuda adat dari Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN).

***

Tag : KMAN VI Danau Sentani Jayapura AMAN Banten Kidul