Rancangan Undang-Undang Masyarakat Adat (RUU Masyarakat Adat) bukanlah RUU baru dalam kancah politik legislasi nasional. Sejak periode DPR RI 2009 – 2014 yang kemudian berlanjut hingga saat ini, RUU ini masih terus mengalami ketidakpastian. Penundaan terus terjadi yang terutama disebabkan oleh ketidakseriusan pemerintah maupun DPR RI dalam menyelesaikan pembahasan hingga dapat ditetapkan sebagai Undang-Undang. Pada periode DPR 2009 – 2014, pertama kali sejak Indonesia merdeka, legislasi RUU terkait Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat diakomodasi dalam program legislasi nasional. Sayangnya, gagal menjadi Undang-Undang. Kegagalan ini karena pemerintah tak serius dalam rapat-rapat pembahasan terkait RUU Masyarakat Adat. Pada tahun 2017 dan 2018, RUU Masyarakat Adat kembali masuk dalam Prolegnas Prioritas setelah melalui proses yang panjang di DPR. Presiden mengeluarkan Surat Perintah Presiden dan menunjuk 6 (enam) Kementerian untuk membahas draft RUU Masyarakat Adat secara mendalam dengan DPR, yakni Kemendagri, KLHK, Kementrian ATR/BPN, Kemendes, Kementerian Kelautan Perikanan dan Kemenkumham. Namun, sekali lagi, RUU Masyarakat Adat gagal disahkan pada sidang terakhir Paripurna DPR tahun 2019. Kegagalan ini terutama disebabkan oleh tak kunjung disampaikannya Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) oleh Pemerintah kepada DPR RI di akhir masa sidang. Tahun 2021 diawali dengan kembali dimasukkannya RUU Masyarakat Adat dalam Program Legislasi Nasional Prioritas tahun 2021 (Prolegnas Prioritas 2021). Namun, berselang waktu yang tak lumayan lama Fraksi Partai Golkar DPR RI gencar menolak Rancangan Undang-Undang Masyarakat Adat untuk masuk Prolegnas Prioritas 2021. Sikap Fraksi Golkar tersebut dibacakan oleh Christina Ariyani dalam Rapat Kerja Badan Legislasi DPR dan Menteri Hukum dan Ham, Kamis malam, 14 Januari 2021, yang dengan tegas menolak RUU Masyarakat Adat tersebut untuk dibahas dan masuk dalam prioritas legislasi nasional 2021. Fraksi Golkar menganggap bahwa RUU Masyarakat Adat bukanlah RUU yang mendesak untuk dibahas dan disahkan. Sikap tersebut menunjukkan watak asli Partai Golkar yang mencerminkan sikap anti terhadap perlindungan Hak Masyarakat Adat bahkan masyarakat secara luas. Lebih lanjut, sikap Partai Golkar tersebut adalah cerminan atas libido oligarki kekuasaan. Atas situasi tersebut, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menyatakan sikap sebagai berikut:

  1. Bahwa Hak-Hak Masyarakat Adat diakui dan dijamin dalam Undang-Undang Dasar 1945 Negara Kesatuan Republik Indonesia, sehingga oleh sebab itu, menjadi kewajiban konstitusional Pemerintah dan DPR RI untuk meneruskannya hingga pengesahan dan penetapan dalam Undang-Undang.
  2. Bahwa Penundaan yang terus menerus terhadap pembahasan dan pengesahan RUU Masyarakat Adat menunjukkan tidak adanya niat baik untuk memastikan pengakuan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak Masyarakat Adat sebagai pilar utama Bangsa Indonesia yang hingga saat ini masih terus mengalami berbagai bentuk diskriminasi dan pengabaian hak.
  3. Anggapan Fraksi Golkar bahwa RUU Masyarakat Adat tidak mendesak, menunjukkan sikap Fraksi Golkar yang terang-terangan menutup mata terhadap berbagai persoalan pelanggaran HAM terhadap Masyarakat Adat, perampasan wilayah adat, pengusiran paksa, kriminalisasi dan kekerasan yang masih terus terjadi di berbagai komunitas Masyarakat Adat di Indonesia. Selain itu, sikap ini merupakan sikap yang berbahaya oleh wakil rakyat, karna menganggap persoalan rakyat tidak penting untuk dibicarakan.
Oleh sebab itu, AMAN mendesak dan menyerukan:
  1. Kepada seluruh Fraksi pendukung di DPR RI dan Pemerintah RI untuk melaksanakan kewajiban konstitusionalnya dengan terus mendukung pembahasan dan pengesahan RUU Masyarakat Adat dalam Agenda Prioritas 2021 hingga ditetapkannya sebagai Undang-Undang.
  2. Kepada seluruh Masyarakat Adat dan para sahabat Masyarakat Adat di seluruh Nusantara untuk Tidak Memilih Partai Golkar karena secara jelas dan terang-terangan menolak RUU Masyarakat Adat dan menganggap hak-hak Masyarakat Adat tidak penting. Wakil Rakyat dan Partai Politik seharusnya mendengarkan suara rakyat dan melakukan berbagai upaya untuk memastikan pengakuan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak rakyat.
Selain itu, AMAN berterimakasih dan mengapresiasi semua Fraksi DPR RI yang mendukung pembahasan dan pengesahan RUU Masyarakat Adat dan siap bekerjasama untuk memastikan RUU ini hingga ditetapkan menjadi Undang-Undang. Bogor, 15 Januari 2021 Rukka Sombolinggi Sekretaris Jendral AMAN